Hadang China, Kemenhan Taiwan Minta Tambahan Anggaran Persenjataan
Kementerian Pertahanan Taiwan mengajukan tambahan anggaran 8,6 miliar dollar Amerika Serikat atau sekitar Rp 122,9 triliun. Mayoritas untuk membeli kapal tempur guna menghadang agresivitas militer China.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
TAIPEI, RABU — Kementerian Pertahanan Taiwan mengajukan proposal penambahan anggaran pertahanan dan keamanan guna mengantisipasi atas kegiatan militer China yang akhir-akhir ini semakin agresif. Hal ini sekaligus menandai hubungan Taiwan dan China yang berada pada titik terburuk dalam 40 tahun terakhir.
Menteri Pertahanan Taiwan Chin Kuo-cheng menyampaikan proposal kenaikan anggaran itu di hadapan parlemen di Taipei, Rabu (6/10/2021). Anggarannya senilai 8,6 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 122,9 triliun. Menurut rencana, mayoritas untuk membeli kapal tempur.
”Mengingat semakin memanasnya situasi di Selat Taiwan, dalam waktu dekat ini ada kemungkinan terjadi ’salah tembak’ dari salah satu pihak. Kita haru bisa mempertahankan diri menghadapi situasi terburuk,” papar Chin.
Dalam kurun 1-4 Oktober saja, Kementerian Pertahanan Taiwan mencatat, 148 unit pesawat tempur China memasuki wilayah pertahanan udara Taiwan. Mereka memang belum memasuki wilayah kedaulatan Taiwan. Namun, tindakan China ini ditanggapi serius oleh Taiwan.
Apalagi, Presiden China Xi Jinping mengemukakan janji mempersatukan seluruh China, termasuk Taiwan, Hong Kong, dan Makau pada hari jadi ke-100 Partai Komunis China di Juli lalu. Hong Kong dan Makau telah jatuh ke tangan China. Lantas, sistem demokrasinya menghilang secara sistematis.
”China terus meningkatkan persenjataan dan teknologi pendukung militer mereka. Kami menghitung, pada tahun 2025, China sudah memiliki kemampuan untuk melakukan invasi dan penjajahan ke Taiwan,” ujar Chin.
Belum ada tanggapan dari parlemen apakah usulan peningkatan anggaran itu disetujui atau tidak.
Terakhir kali hubungan Taiwan-China di titik terburuk pada 1996. Saat itu, Taiwan hendak menyelenggarakan pemilihan umum presiden (pilpres). Salah satu calon ialah Lee Teng-hui yang terkenal dengan semangat memerdekakan Taiwan secara penuh dari China. Demi mencegah kemenangan Lee, China mengancam akan menembakkan rudal. Hal ini tidak terjadi dan Lee memenangi pilpres dengan suara hampir mutlak.
Awal pekan ini, Presiden Taiwan Tsai Ing-wen menulis esai yang diterbitkan di jurnal politik, Foreign Policy. Ia menekankan bahwa Asia dan Pasifik akan jatuh ke dalam bencana jika Taiwan dicaplok oleh China.
Taiwan akan mengupayakan semua jalan damai untuk menyelesaikan permasalahan dengan China. Akan tetapi, di saat yang sama, Taiwan juga menegaskan mereka tidak ragu untuk mengerahkan segala cara demi mempertahankan diri.
Dilansir dari harian Taipei Times, Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi juga mengawasi perkembangan situasi China-Taiwan dengan saksama. Sebab, Jepang akan menjadi negara yang langsung merasakan dampak apabila terjadi konflik terbuka antara kedua pihak. ”Jepang pasti juga mengatur strategi menghadapi skenario terburuk,” ujarnya.
Pekan ini angkatan laut (AL) Jepang menjalani latihan gabungan dengan AL Inggris, AS, Kanada, Selandia Baru, dan Belanda di Okinawa. Kegiatan ini diduga menjadi salah satu alasan China gencar unjuk kekuatan militer akhir-akhir ini.
Di saat yang sama, kapal militer Inggris HMS Queen Elizabeth sedang menuju ke Singapura. Di sana, kapal itu akan mengikuti latihan gabungan dengan AL Singapura dan dua kapal tempur AS, USS Ronald Reagan dan USS Carl Vinson.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden kepada wartawan di Gedung Putih, Selasa (5/10/2021) sore atau Rabu pagi waktu Indonesia, mengatakan, pihaknya sudah melakukan dialog jarak jauh dengan Xi Jinping. Intinya, AS tetap teguh memegang prinsip Satu China. Artinya, AS hanya mengakui China sebagai negara dan tidak membangun hubungan diplomatik dengan Taiwan.
”Namun, AS juga tetap akan membantu Taiwan apabila dilanda masalah, termasuk di sektor pertahanan dan keamanan,” kata Biden. (REUTERS)