Sekjen PBB Antonio Guterres mengecam langkah Etiopia mengusir tujuh pejabatnya. Langkah Etiopia dinilai akan menjadi preseden buruk bagi daerah konflik lainnya.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·4 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres, Rabu (6/10/2021), di New York, atau Kamis pagi WIB, mengecam Etiopia yang mengusir tujuh pejabat PBB baru-baru ini. Terkait ”pelanggaran” sebagai alasan pengusiran, Guterres menuntut Addis Ababa memberikan bukti secara tertulis. Dia menyebut pengusiran tersebut melanggar Piagam PBB.
Pengusiran para pejabat PBB oleh Pemerintah Etiopia terjadi pada Kamis (30/9/2021) di Addis Ababa, ibu kota Etiopia. Mengetahui mereka sedang mengoordinasikan bantuan dan hendak menyelidiki konflik Tigray, otoritas setempat meminta mereka pergi dari Etiopia dalam waktu 72 jam dan benar-benar terjadi.
Lima pejabat PBB bekerja untuk Kantor Urusan Kemanusiaan (UNOCHA), termasuk Wakil Kepala Kantor Saeed Mohamoud Hersi. Sisanya, setiap Kepala Perwakilan Dana Anak-anak PBB (Unicef) Adele Khodr dan pejabat Kantor Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia (UNHCR) Sonny Onyegbula.
Dilaporkan, para pejabat PBB itu sedang menyelidiki dugaan pembunuhan warga sipil, pemerkosaan geng, dan pelanggaran lainnya di daerah konflik Tigray. Unicef mengatakan, mereka sedang melakukan pekerjaan kemanusiaan terkoordinasi, yang jauh lebih mendesak dibandingkan sebelumnya.
Guterres telah berbicara dengan Perdana Menteri Etiopia Abiy Ahmed, Jumat (1/10/2021). Dia juga dua kali meminta Ahmed untuk mengiriminya bukti tertulis tentang adanya pelanggaran, seperti dituduhkan Etiopia.
”Jika ada dokumen tertulis yang diberikan Pemerintah Etiopia kepada lembaga PBB mana pun tentang salah satu dari tujuh pejabat PBB itu, saya minta dikirimi salinan dokumen itu. Saya tidak tahu seperti apa kejadiannya,” katanya.
Sebelum Guterres mengajukan tuntutannya, Duta Besar Etiopia untuk PBB Taye Atske Selassie memberikan alasan pengusiran. Dikatakan, para pejabat PBB telah menggelembungkan jumlah korban konflik Tigray, memicu kasus kematian karena kelaparan, dan mengundang pemberontak ke kantor PBB.
Menurut Selassie, karena ”banyaknya pelanggaran”, para pejabat PBB seharusnya ”tidak mencari atau menerima instruksi” dari luar organisasinya. Pernyataan ini tampaknya merujuk pada kehadiran tokoh-tokoh dari Tigray di markas PBB di Addis Ababa. Tidak seharunya pejabat PBB membagikan informasi kepada mereka.
”Para pejabat PBB itu seharusnya tidak menggunakan jabatan atau pengetahuan yang diperoleh karena fungsi resmi mereka untuk kepentingan pribadi dan kepentingan pihak ketiga mana pun,” kata Selassie.
Dubes Etiopia untuk PBB itu lalu berjanji pemerintahnya di Addis Ababa akan mengirimkan dokumen tertulis kepada Guterres. ”Namun, sampai sekarang saya belum mendapatkan jawabannya,” kata Guterres, Rabu di New York.
Dewan Keamanan PBB mengadakan pertemuan darurat—yang kedua dalam waktu kurang dari seminggu ini—untuk membahas pengusiran tersebut. Pertemuan juga diikut pejabat Etiopia.
PBB khawatir, pengusiran ini dikhawatirkan akan menjadi preseden buruk untuk zona konflik lainnya, sebab langkah Etiopia ini belum pernah terjadi sebelumnya di mana pun.
Kementerian Luar Negeri Etiopia mencuit di Twitter bahwa tujuh pejabat PBB yang terusir itu sebagai persona nongrataatau orang-orang yang tidak diinginkan karena mencampuri urusan dalam negeri Etiopia.
Beberapa hari sebelum pengusiran, PBB mengumumkan telah terjadi blokade bantuan kemanusiaan ke Etiopia oleh pihak terkait. Hal itu membuat krisis kemanusiaan akibat perang saudara di Tigray menjadi semakin parah sehingga perlu dibuka akses bantuan kemanusiaan.
Guterres memperingatkan Etiopia, khususnya wilayah konflik Tigray, menghadapi krisis kemanusiaan besar yang menuntut tindakan segera. Unicef sebelumnya mengatakan, pekerjaan misinya saat ini jauh lebih mendesak dari sebelumnya. Anak-anak menanggung beban terbesar dari krisis kemanusiaan yang terus memburuk di negara Afrika Timur itu.
Konflik pecah di Tigray, Etiopia utara, pada November 2021, antara pasukan federal melawan Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF), sebuah partai politik lokal yang menguasi Tigray.
Pasukan TPLF, yang disebut sebagai militan atau pemberontak oleh Addis Ababa, berhasil didesak. Namun, pada akhir Juni 2021 mereka kembali berkuasa dan menyebabkan ratusan ribu warga mengungsi.
PBB memperkirakan konflik telah mendorong ratusan ribu orang terancam kelaparan di Etiopia utara. Guterres menyebutkan lebih dari 5 juta orang membutuhkan bantuan kemanusiaan di Tigray.
Guterres mendesak Addis Ababa mengizinkan PBB untuk memberikan bantuan kemanusiaan tanpa hambatan dan memfasilitasi ”pekerjaan kami dengan urgensi yang dituntut oleh situasi ini”.
”Pengusiran tersebut merupakan penghinaan terhadap dewan (Dewan Keamanan PBB) ini, terhadap PBB, serta terhadap semua negara anggota dan prinsip-prinsip kemanusiaan kita bersama,” kata Duta Besar AS untuk PBB Linda Thomas-Greenfield. Katanya, PBB harus tidak memihak dan tidak ada pembenaran atas langkah Etiopia tersebut.
Thomas-Greenfield mengatakan, iika seruan untuk akses kemanusiaan tanpa hambatan itu tidak diindahkan, DK PBB harus bertindak. ”Termasuk mengeluarkan resolusi yang mengikat secara hukum,” katanya memperingatkan.
Duta Besar China untuk PBB Zhang Jun mendesak masyarakat internasional untuk menghormati kedaulatan Etiopia. Duta Besar Rusia untuk PBB Anna Evstigneeva mengatakan, Etiopia mampu memecahkan masalahnya sendiri.
PBB percaya bahwa memasukkan pejabatnya sebagai ”orang yang tidak diinginkan” (persona non grata) adalah atribusi ilegal karena melanggar beberapa pasal Piagam PBB. (AFP/REUTERS/AP)