Penghargaan Nobel Perdamaian akan diumumkan 8 Oktober 2021 atau beberapa pekan sebelum Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim di Glasgow, Skotlandia. Penghargaan ini biasanya menjadi pesan bagi para pemimpin dunia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
Sebanyak 329 kandidat bersaing untuk memenangi hadiah Nobel Perdamaian 2021 yang akan diumumkan tiga pekan sebelum para pemimpin dunia berkumpul untuk membicarakan persoalan iklim global di Glasgow, Skotlandia. Sebanyak 234 kandidat adalah invididu dan 95 kandidat adalah organisasi, lebih banyak dibandingkan jumlah kandidat yang muncul pada nominasi tahun lalu, sebanyak 317.
Penghargaan Nobel terdiri atas enam kategori. Selain perdamaian, kategorinya mencakup pengobatan, fisika, kimia, sastra, dan ekonomi. Komite yang dibentuk oleh Parlemen Norwegia akan mengumumkan pemenang untuk satu kategori per hari pada hari kerja mulai 4-11 Oktober 2021.
Penghargaan Nobel Perdamaian akan diumumkan per 8 Oktober. Sering kali, pemenangnya sangat mengejutkan. Cara terbaik untuk menebak adalah dengan melihat isu global yang mungkin didiskusikan oleh lima anggota komite Nobel, yaitu Berit Reiss-Andersen, Asle Toje, Anne Enger, Kristin Clemet, dan J Watne Frydnes.
”Komite sering kali ingin mengirim pesan. Dan ini akan menjadi pesan yang kuat untuk dikirim ke COP26 (Konferensi Tingkat Tinggi Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa),” kata Dan Smith, Direktur Institut Penelitian Perdamaian Internasional Stockholm, Minggu (3/10/2021).
Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Perubahan Iklim di Glasgow yang akan berlangsung awal November dinilai sebagai peristiwa penting di akhir 2021. Pertemuan itu akan memberi arah kebijakan usaha dunia mengatasi pemanasan global. Para ilmuwan menyebutnya sebagai kesempatan terakhir untuk menetapkan target dalam mengurangi emisi gas rumah kaca untuk dekade berikutnya.
Forum ini penting untuk memutakhirkan komitmen para pemimpin dunia dalam memastikan pemanasan global tidak melebihi target 1,5 derajat celsius dibandingkan suhu Bumi sebelum Revolusi Industri di Inggris.
Apabila pesan itu yang ingin disampaikan, Greta Thunberg, aktivis iklim muda Swedia yang berusia 18 tahun, menjadi kandidat kuat sebagai pemenang termuda setelah Malala Yousafzai dari Pakistan pada 2014.
Masalah besar lainnya yang mungkin menarik perhatian Komite Nobel adalah demokrasi dan kebebasan berbicara. Apabila hal ini yang banyak menarik perhatian, calon terkuat akan datang dari kelompok pejuang kebebasan pers, seperti Komite untuk Melindungi Jurnalis (CPJ) atau Wartawan Tanpa Batas (RSF). Terbuka pula kemungkinan bagi para tokoh oposisi di negara otoriter, seperti pemimpin oposisi Belarusia yang diasingkan Sviatlana Tsikhanouskaya atau Alexei Navalny, tokoh oposisi Rusia yang kini dipenjara.
Henrik Urdal, Direktur Institut Penelitian Perdamaian Oslo, mengatakan, kemenangan bagi kelompok advokasi jurnalisme akan memicu perdebatan besar tentang pentingnya pelaporan independen dan perang terhadap membanjirnya berita palsu dalam sebuah negara yang memiliki pemerintahan yang demokratis.
Sebuah Nobel untuk Navalny atau Tsikhanouskaya akan menjadi gema dari Perang Dingin, ketika hadiah perdamaian dan sastra diberikan kepada pembangkang Soviet terkemuka seperti Andrei Sakharov dan Alexander Solzhenitsyn.
Organisasi Kesehatan Dunia dan skema distribusi vaksin Covax, yang terlibat dalam pertempuran global melawan pandemi Covid-19 juga dinilai memiliki kemungkinan memenangi penghargaan ini. Tapi, sejumlah pengamat menilai, kemungkinannya lebih kecil.
Anggota parlemen dari negara mana pun bisa mencalonkan kandidat penerima penghargaan itu. Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kecenderungan, calon yang diusulkan oleh parlemen Norwegia memiliki peluang besar sebagai penerima penghargaan itu.
Dalam beberapa tahun terakhir, terdapat kecenderungan, calon yang diusulkan oleh parlemen Norwegia memiliki peluang besar sebagai penerima penghargaan itu.
Reuters, yang menyurvei anggota parlemen Norwegia, memasukkan nama Thundberg, Navalny, Tsikhanouskaya, dan WHO dalam daftar mereka. Gerakan antirasial di Amerika Serikat, Black Lives Matter, yang muncul setelah pembunuhan George Floyd pada 2020, sempat menjadi isu global karena tidak hanya terjadi di AS, tapi juga di berbagai belahan dunia.
Gerakan ini sempat mendorong pemberitaan penanganan pandemi dari halaman depan dan bisa saja mengesankan panel penghargaan. Anggota parlemen Norwegia, Petter Eide, mengatakan, dirinya menominasikan kelompok itu untuk mengangkat masalah keadilan rasial di seluruh dunia.
Pertimbangan komite untuk menetapkan pemenang penghargaan akan tertutup selamanya. Tak ada risalah diskusi. Dokumen lain, termasuk daftar lengkap para kandidat setiap tahun, terkunci rapat dalam sebuah lemari besi di Institut Nobel Norwegia dan baru akan dibuka ke publik 50 tahun kemudian. Di dalam lemari besi, terdapat beberapa arsip dokumen berjajar di dinding. Arsip warna hijau untuk nominasi. Arsip warga biru untuk korespondensi.
Ini adalah harta karun bagi sejarawan yang ingin memahami bagaimana para pemenang muncul. Dokumen terbaru yang dipublikasikan adalah tentang penghargaan di 1971 yang menjadikan Willy Brandt, kanselir Jerman Barat, sebagai penerima Nobel Perdamaian atas langkahnya mengurangi ketegangan Timur-Barat selama Perang Dingin.
”Eropa yang Anda lihat hari ini pada dasarnya adalah warisan dari upaya itu,” kata pustakawan Bjoern Vangen kepada Reuters.
Dokumen tersebut mengungkapkan bahwa salah satu finalis utama yang dikalahkan Brandt untuk hadiah itu adalah diplomat Prancis Jean Monnet, pendiri Uni Eropa. Butuh 41 tahun lagi bagi ciptaan Monnet, UE, untuk akhirnya memenangi hadiah pada tahun 2012. (AP/REUTERS)