Untuk pertama kalinya Qatar menyelenggarakan pemilihan legislatif guna memilih 30 orang yang akan duduk di Dewan Syura. Ratusan kandidat, termasuk perempuan, bersaing untuk bisa duduk di kursi legislatif.
Oleh
Mahdi Muhammad
·4 menit baca
DOHA, SABTU — Warga Qatar, Sabtu (2/10/2021), mendatangi tempat pemungutan suara dan menggunakan hak pilih pada pemilihan legislatif yang diselenggarakan untuk pertama kali di negara tersebut. Suara rakyat Qatar diperebutkan oleh 30 calon anggota Dewan Syura dari berbagai distrik dan wilayah.
Sebanyak 15 anggota Dewan Syura tersisa akan ditunjuk oleh Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad al-Thani.
Bagi rakyat Qatar, ini adalah hari bersejarah. Pemilihan legislatif ini dilakukan setelah referendum pada 2003 menyetujui digelarnya salah satu ciri negara yang menganut sistem demokrasi.
Berdasarkan laman Arab News, dari 284 kandidat anggota Dewan Syura, 28 calon adalah perempuan. Sama seperti kandidat laki-laki, calon anggota legislatif perempuan juga masif melakukan kampanye, termasuk melalui media sosial. Mereka menggelar pertemuan dengan masyarakat hingga memasang spanduk serta reklame di pinggir jalan dan setiap sudut distrik yang diwakilinya.
Allen Fromherz, Direktur Pusat Studi Timur Tengah di Universitas Negeri Georgia, mengatakan, pemilihan itu menunjukkan keluarga penguasa Qatar tidak hanya menganggap serius gagasan berbagi kekuasaan secara simbolis, tapi juga secara efektif berbagi kekuasaan secara institusional dengan suku-suku lain yang ada di negara tersebut.
Masa transisi
Wakil Perdana Menteri Qatar, yang sekaligus Menteri Luar Negeri, Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani pernah menggambarkan pemungutan suara itu sebagai eksperimen baru bagi negara Teluk tersebut. Dia juga mengatakan, sebagai sebuah eksperimen, dewan yang baru terpilih ”secara demokratis” belum bisa diharapkan memiliki peran penuh seperti parlemen di negara-negara lain yang lebih dulu menerapkan sistem pemilihan.
Dewan Syura berdasarkan hasil pemilihan juga tidak memiliki kewenangan yang penuh seperti di negara-negara lain. Dewan ”baru” ini tidak memiliki kendali atas eksekutif yang menetapkan kebijakan pertahanan, keamanan, ekonomi, dan investasi. Hanya parlemen Kuwait yang saat ini menjadi satu-satunya parlemen di negara monarki Teluk yang memberikan kekuasaan substansial kepada anggota terpilih.
Meski begitu, keputusan terakhir ada di tangan penguasa, seperti halnya negara monarki teluk lainnya.
Peristiwa politik yang terjadi pertama kalinya ini menjadi masalah sensitif bagi suku-suku di Qatar karena tidak semua bisa memilih. Dengan jumlah warga hanya 313.000 jiwa, peraturan perundangan membatasi hak suara hanya bagi orang Qatar dan keluarganya yang telah hadir di negara itu sebelum tahun 1930.
Hal ini membuat satu suku, Al Murra, berdemonstrasi menentang penghilangan hak politik mereka. Menurut Human Rights Watch, aparat keamanan menangkap 15 demonstran dalam aksi itu. Hingga saat ini, masih dua pengunjuk rasa yang ditahan karena dinilai menyulut kekerasan dan ujaran kebencian.
Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani mengatakan, proses politik masih berjalan, terutama soal undang-undang pemilu yang akan terus ditinjau oleh Dewan Syura berikutnya.
Kristin Smith Diwan, analis dari Institut Negara Teluk Arab di Washington, mengatakan, Pemerintah Qatar tampaknya berhati-hati dalam melaksanakan pemilihan yang baru pertama kali diselenggarakan ini. ”Mereka membatasi partisipasi dengan cara yang signifikan dan mempertahankan kontrol penting atas debat dan hasil dari partisipasi politik itu,” katanya.
Namun, politik populer tidak dapat diprediksi. ”Seiring waktu, Qatar mungkin akan tumbuh dan melihat peran serta hak mereka secara berbeda ketika forum publik ini berkembang,” kata Diwan.
Kontestasi perempuan
Salah satu caleg perempuan, Leena Al-Dafa, dikutip dari laman Arab News, mengatakan, prioritasnya jika terpilih adalah mempromosikan pendidikan bagi kaum perempuan, mendukung perempuan guru, dan masalah status kewarganegaraan bagi anak-anak yang memiliki darah campuran.
Kewarganegaraan Qatar bagi anak hasil pernikahan antarbangsa hanya bisa diperoleh jika sang ayah warga negara Qatar. Jika ada perempuan Qatar yang menikah dengan laki-laki dari bangsa lain, anak-anaknya tidak akan memperoleh status kewarganegaraan Qatar. Dalam pandangan Dafa, hal ini memengaruhi kesejahteraan anak, terutama subsidi pemerintah yang melimpah terhadap anak-anak warga asli Qatar.
Untuk bisa memenangi kursi di Dewan Syura, Dafa bertarung dengan dua kandidat perempuan lainnya dan tujuh kandidat laki-laki di Distrik ke-17. Dia memandang, kontestasi antara laki dan perempuan lebih pada kontestasi kompetensi dan kualitas diri daripada kontestasi jender. (REUTERS)