Berang dengan Laporan Situasi Kemanusiaan, Etiopia Usir Perwakilan PBB
Laporan badan kemanusiaan PBB menyebut situasi kemanusiaan di Tigray, Etiopia, makin genting. Perempuan hamil, ibu menyusui, serta balita kelaparan, sementara akses bantuan kemanusiaan dihalangi oleh militer Etiopia.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
ADDIS ABABA, JUMAT – Laporan Kantor Urusan Kemanusiaan Perserikatan Bangsa-Bangsa yang dirilis pada Kamis (30/9/2021) menggambarkan situasi kemanusiaan yang makin genting di Tigray, Etiopia, setelah hampir 11 bulan terakhir dilanda konflik. Laporan itu menyebutkan 79 persen perempuan hamil dan ibu menyusui mengalami malnutrisi akut. Tingkat kekurangan gizi pada anak balita juga melebihi ambang batas darurat global.
Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat pada Kantor untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) Martin Griffits menyatakan, krisis kemanusiaan di Tigray sebagai noda pada hati nurani. Terlebih ketika anak-anak dan warga daerah konflik itu meninggal karena kelaparan disebabkan tindakan yang disebut PBB sebagai blokade total. ”Hanya 10 persen dari pasokan kemanusiaan yang dibutuhkan bisa mencapai Tigray,” katanya.
Pernyataan itu adalah salah satu kritik paling tajam sejauh ini terhadap krisis kelaparan terburuk di dunia dalam satu dekade. Sekitar 400.000 orang menghadapi kelaparan. Kenangan kelaparan tahun 1980-an di Etiopia, yang menewaskan sekitar 1 juta orang dan menghasilkan gambar yang mengejutkan dunia, masih sangat jelas di benak Griffits. ”Kami sangat berharap (ini) tidak terjadi,” ujarnya.
Laporan itu menyebutkan, sekitar 12.000 perempuan yang tengah mengandung dan menyusui, yang dipantau selama periode pelaporan, didiagnosis mengalami malnutrisi akut. Tingkat kekurangan gizi balita di Tigray sebesar 18 persen, melampaui tingkat kekurangan gizi balita moderat, yaitu sekitar 15 persen.
Adapun kasus anak-anak dengan gizi buruk telah mencapai 2,4 persen. Angka tersebut, menurut laporan itu, juga berada di atas level mengkhawatirkan, yaitu sebesar 2 persen.
Laporan itu membuat berang Pemerintah Etiopia. Pemerintahan Perdana Menteri Abiy Ahmed memutuskan mengusir tujuh pejabat PPB dengan tuduhan ikut campur dalam urusan dalam negeri.
Perwakilan PBB yang diusir di antaranya lima orang dari Badan Kemanusiaan PBB, termasuk Wakil Koordinator Grant Leaity; satu orang dari kantor HAM PBB; dan satu perwakilan Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Anak-anak (Unicef), yaitu Adle Khodr. Mereka diberi waktu 3 x 24 jam untuk keluar dari Etiopia.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Etiopia, Dina Mufti, tidak menanggapi permintaan konfirmasi soal dugaan campur tangan yang dilontarkan pemerintah terhadap staf PBB di negara itu.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres terkejut atas keputusan Pemerintah Etiopia. Sejumlah diplomat mengatakan, Dewan Keamanan PBB akan mengadakan pertemuan darurat, Jumat (1/10/2021), untuk membahas masalah itu dan situasi terbaru di Tigray.
Bantuan terhenti
Pengusiran adalah pilihan tindakan paling dramatis yang dilakukan Pemerintah Etiopia. Langkah itu juga dinilai membatasi akses bantuan kemanusiaan ke Tigray. PBB menjadi semakin blak-blakan karena aliran pasokan medis, makanan, dan bahan bakar hampir terhenti meski pada November 2020 PM Ahmed menyatakan bahwa operasi militer di daerah itu telah berakhir.
Ahmed, peraih Hadiah Nobel Perdamaian 2019, mengirim militer ke Tigray setelah sejak April 2020 Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) melakukan kekerasan yang brutal terhadap warga sipil dan para pejabat pemerintah setempat. Jutaan warga mengungsi akibat konflik ini.
Sejak konflik dimulai, para sukarelawan telah mengingatkan kemungkinan terjadinya ”malapetaka” bila pemerintah tidak memberikan akses penyaluran bantuan kemanusiaan. Pada Juli, PBB kembali mengingatkan bahwa 400.000 orang di wilayah itu telah melewati ambang kelaparan.
Laporan situasi PBB menyebutkan, selama sepekan terakhir, 79 truk telah mencapai Tigray dari Afar. Sejak Juli baru 606 truk yang mencapai Tigray atau 11 persen dari kebutuhan.
Pejabat Pemerintah Etiopia menyalahkan TPLF karena dinilai menjadi penghalang pengiriman bantuan kemanusiaan. Namun, juru bicara Departemen Luar Negeri AS mengatakan, akses bantuan kemanusiaan ditolak oleh Pemerintah Etiopia dan hal ini mengindikasikan adanya pengepungan.
Pada September PBB telah membunyikan alarm soal banyaknya truk pengangkut bantuan kemanusiaan yang belum kembali dari Tigray. TPLF mengatakan, hal itu terjadi karena ada ”gangguan” terhadap para pengemudi yang memasuki wilayah konflik itu dari Afar, satu-satunya rute yang masih layak untuk dilewati.
Pengusiran perwakilan PBB terjadi ketika lembaga itu mengkritik meluasnya konflik ke wilayah Amhara dan Afar, yang mengakibatkan ratusan ribu warga di kedua wilayah itu mengungsi.
Tidak hanya bantuan kemanusiaan PBB yang kesulitan akses untuk masuk ke Tigray, Pemerintah Etiopia juga menangguhkan operasi dua kelompok bantuan internasional, yaitu Dokter Tanpa Batas dan Komite Pengungsi Norwegia. Pemerintah Etiopia menuduh mereka menyebarkan informasi yang salah tentang situasi di daerah konflik.
Sikap ketakutan yang berlebihan terhadap para pekerja kemanusiaan terlihat saat militer melarang mereka membawa barang-barang seperti pembuka kaleng, multivitamin dan obat-obatan, bahkan kebutuhan pribadi. Sarana pendokumentasian krisis, seperti hard drive dan flashdisk, juga dilarang.
Griffits, kepada Associated Press, mengatakan, dia digeledah aparat keamanan Etiopia. Semua isi tasnya diperiksa dan dia ditanyai mengapa membawa earphone.
Selama berbulan-bulan, para pekerja kemanusiaan semakin ragu untuk berbicara secara terbuka tentang blokade Pemerintah Etiopia atas Tigray karena takut kehilangan akses ke wilayah tersebut. Akan tetapi, kekurangan bahan bakar dan persediaan lainnya membuat banyak orang tidak memiliki sarana untuk membantu.
Reaksi AS
Pemerintah Amerika Serikat mengecam tindakan pengusiran perwakilan PBB di Etiopia. Juru bicara Gedung Putih, Jen Psaki, sepakat dengan pernyataan Griffits soal situasi di Tigray. Psaki mengatakan, krisis kemanusiaan di Tigray adalah noda pada hati nurani kolektif kita, sebuah hal yang harus segera diakhiri.
”Merampas hak warga negara untuk mendapatkan sarana dasar bertahan hidup tidak dapat diterima,” katanya. Dia memperingatkan, Washington dapat menjatuhkan sanksi keuangan kepada siapa pun yang menghalangi bantuan kemanusiaan kepada rakyat Etiopia.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, dalam pernyataan yang dikeluarkan Deplu AS, menyatakan, pengusiran perwakilan PBB adalah tindakan yang tidak produktif. Tindakan itu tidak sejalan dengan upaya internasional untuk menjaga keselamatan warga sipil dan mengirimkan bantuan kemanusiaan bagi warga yang sangat membutuhkan.
Psaki menyatakan, Pemerintah AS tengah menilai situasi di lapangan sebelum mengambil tindakan, termasuk mengupayakan gencatan senjata. (AFP/AP)