AS Kaji Serangan Udara ke Afghanistan untuk Cegah Kebangkitan Al Qaeda
AS harus berkongsi dengan Rusia untuk melaksanakan rencananya menumpas kebangkitan kembali Al Qaeda di Afghanistan melalui serangan-serangan udara. Washington tak mempunyai pangkalan udara mitra di sekitar Afghanistan.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Amerika Serikat berencana tetap akan menumpas kelompok-kelompok teroris, seperti Al Qaeda dan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Afghanistan, meski telah menarik seluruh tentaranya dari negara itu. Untuk melaksanakan rencana tersebut, AS mempertimbangkan kerja sama dengan Rusia.
Kepala Staf Gabungan AS Jenderal Mark Milley mengaku telah berbicara dengan Kepala Staf Rusia Jenderal Valery Gerasimov. Milley mengungkap hal itu dalam rapat dengar pendapat selama dua hari sejak Selasa (28/9/2021) di Senat AS.
Menurut Milley, Presiden AS Joe Biden dan Presiden Rusia Vladimir Putin terlebih dahulu membahas masalah terorisme di Afghanistan.
AS menilai, masalah terorisme di Afghanistan belum selesai. Sampai sekarang, Taliban masih masuk dalam daftar kelompok teroris versi AS ataupun sejumlah negara. Demikian pula sejumlah kelompok lain, seperti Al Qaeda dan NIIS. Di Afghanistan, NIIS mempunyai cabang bernama NIIS Khurasan (NIIS-K).
”Memang Taliban tidak menyerang pasukan AS, yang merupakan salah satu syarat (dalam Kesepakatan Doha), tetapi mereka gagal memenuhi semua syarat lain dalam Kesepakatan Doha. Hal yang paling penting bagi keamanan nasional AS, Taliban tidak pernah mengecam Al Qaeda atau memutus hubungan,” kata Milley.
Dalam Kesepakatan Doha yang ditandatangani AS-Taliban pada Februari 2020 disebutkan bahwa AS setuju menarik seluruh tentaranya. Sementara Taliban setuju memutus hubungan dengan semua kelompok teror, termasuk Al Qaeda. Terhadap sejumlah kelompok lain, Taliban memang menyatakan memutus hubungan. Walakin, Taliban tidak pernah menyatakan itu soal Al Qaeda.
Atas alasan itu, Washington sudah berkali-kali membahas opsi serangan udara setelah menarik seluruh pasukan dari Kabul. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin mengatakan, serangan udara jarak jauh memang sulit. Walakin, hal itu mungkin dilakukan.
AS akan memanfaatkan semua sumber intelijen untuk mendukung serangan-serangan itu. ”Intelijen tidak hanya dikumpulkan di darat,” kata Austin.
Menggandeng Rusia
Sejumlah pejabat AS mengakui, hampir 90 persen perangkat pengumpulan informasi intelijen AS di Afghanistan tidak berfungsi lagi setelah seluruh pasukan ditarik pada 31 Agustus 2021. AS juga tidak mempunyai mitra di darat seperti yang dimilikinya di Irak dan Suriah.
Karena itu, AS menjajaki sejumlah opsi untuk melancarkan serangan udara ke Afghanistan. Salah satu opsi yang dijajaki adalah serangan udara AS ke Afghanistan dilancarkan dari pangkalan-pangkalan Rusia di sekitar Afghanistan.
Penjajakan tersebut menunjukkan pragmatisme. Pada dekade 1980-an, AS membantu milisi Afghanistan melawan tentara Uni Soviet. Rusia, yang menjadi ahli waris utama Uni Soviet, bersama China masa kini dianggap penantang utama AS. Fakta itu tidak menghentikan AS dari mengajak Rusia bersama menyerbu Afghanistan dengan alasan menumpas teror.
AS harus berkongsi dengan Rusia karena tidak mempunyai pangkalan udara di sekitar Afghanistan. Pangkalan terdekat tempat AS menyiagakan pesawat nirawaknya berada di Uni Emirat Arab yang berjarak lebih dari 1.500 kilometer.
Sementara jika diberangkatkan dari kapal induk yang buang sauh di pesisir Pakistan, pesawat nirawak harus terbang 700 kilometer untuk mencapai perbatasan Afghanistan-Pakistan. Pesawat itu masih harus terbang beberapa ratus kilometer lagi untuk menuju basis-basis kelompok teroris yang diduga berada di sejumlah daerah Afghanistan.
Tantangan
Namun, para polikus di parlemen AS khawatir dengan serangan udara yang akan dipilih Pentagon. Militer AS terbukti salah menyasar dalam serangan udara pada 29 Agustus 2021. Sejumlah warga sipil, termasuk anak-anak, tewas dalam serangan oleh pesawat nirawak AS di Afghanistan.
Awalnya, Pentagon mengklaim serangan itu menyasar NIIS. Sejumlah pejabat sipil dan militer AS juga menduga ada bahan peledak di mobil yang disasar. Karena itu, ada ledakan besar di lokasi. Belakangan, Pentagon mengakui kesalahan dalam serangan itu.
Senator Republikan dari Iowa, Joni Ernst, khawatir bila kesalahan serupa akan terulang. Di negara lain, AS bisa melakukan serangan udara jarak jauh karena mempunyai mitra di darat. Selain itu, ada pilihan memberangkatkan pesawat nirawak dari kapal induk yang berlabuh tidak jauh dari lokasi serangan.
”Afghanistan jauh dari laut dan kita tidak mempunyai orang di darat. Sangat tidak dipercaya bahwa penarikan (pasukan) dari Afghanistan membuat kita harus berkongsi dan berunding dengan Rusia,” katanya.
Sementara pengajar pada Akademi Perang Laut AS, James Holmes, mengatakan, serangan udara dari pangkalan jauh dimungkinkan jika target bisa dijangkau dari darat atau laut. Masalahnya, pesawat AS harus terbang di atas Iran atau memutar ke Laut Arab, lalu melewati Pakistan. ”Setelah itu, harus terbang lagi lebih dari 1.000 kilometer menuju Kabul,” kata mantan perwira AS itu.
Anggota DPR AS dari Republikan, Mike Waltz, juga khawatir dengan fakta pesawat AS harus terbang di atas Iran atau Pakistan. Dalam perjalanan berangkat, lebih dari separuh bahan bakar pesawat akan habis. Karena itu, pesawat akan membutuhkan pengisian ulang agar bisa pulang.
Pilihannya adalah pesawat mendarat di pangkalan sekitar Afghanistan. Jika tidak, pesawat kehabisan bahan bakar lalu jatuh.
Andy Kim, anggota DPR dari Demokrat, bertanya kepada Menhan Austin, apakah penerbangan di atas wilayah Afghanistan legal. ”Ya,” jawab Austin, yang berjanji akan memberikan penjelasan lebih detail dalam pertemuan tertutup.
Taliban pekan ini menuduh AS telah melanggar hukum internasional dengan menerbangkan pesawat-pesawat nirawak di teritorial Afghanistan. Mereka memperingatkan ”bakal ada konsekuensi negatif” jika AS terus menerbangkan pesawat-pesawat nirawaknya. (AFP/REUTERS)