Aktualitas Seruan Solidaritas Bung Karno yang Diteruskan oleh Penggantinya Saat Pandemi
Pada 30 September 1960, Presiden pertama RI, Soekarno berpidato di muka Sidang Umum PBB. Judul pidatonya, To Build a World a New. Solidaritas Membangun Dunia Baru ini diteruskan lagi oleh Presiden Jokowi saat pandemi.
Pada 30 September 1960, tepat 61 tahun silam, Presiden pertama Republik Indonesia Soekarno berpidato di muka Sidang Umum ke-15 Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB. To Build a World a New, ’Membangun Dunia Kembali’, demikian tema pidato yang disampaikan ”singa podium” dari Indonesia ini depan majelis umum organisasi dunia tersebut.
Kesempatan berbicara di depan para kepala negara dan kepala pemerintah itu pun dimanfaatkan Bung Karno untuk menyerukan semangat anti-imperialisme dan antikolonialisme serta mengenalkan Pancasila ke penjuru dunia. Pidato Bung Karno tersebut relevan di kala persoalan imperialisme dan kolonialisme masih bercokol menjadi permasalahan dunia.
”Sesuatu” itu kami namakan ”Panca Sila”. Ya, ”Panca Sila” atau Lima Sendi Negara kami. Lima Sendi itu tidaklah langsung berpangkal pada Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence. Memang, gagasan-gagasan dan cita-cita itu, mungkin sudah ada sejak berabad-abad telah terkandung dalam bangsa kami. Dan memang tidak mengherankan bahwa faham-faham mengenai kekuatan yang besar dan kejantanan itu telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa, sebelum imperialisme menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional. Jadi berbicara tentang Panca Sila dihadapan Tuan-tuan, saya mengemukakan intisari dari peradaban kami selama dua ribu tahun." (Terjemahan Pidato Presiden Soekarno di Sidang Umum PBB tahun 1960, Departemen Penerangan RI).
Tak lupa, seruan solidaritas pun tersampaikan dalam baris-baris pidato Bung Karno. Keikutsertaan dan kerja sama semua negara akan menentukan nasib dunia. Demikian, antara lain, semangat yang digemakan Bung Karno di podium Sidang Umum PBB tersebut.
”Saya sungguh-sungguh merasa sangat terharu melepaskan pandangan saya atas Majelis ini. Di sinilah buktinya akan kebenaran perjuangan yang berjalan bergenerasi. Di sinilah buktinya bahwa pengorbanan dan penderitaan telah mencapai tujuannya. Di sinilah buktinya bahwa keadilan mulai berlaku, dan bahwa beberapa kejahatan besar sudah dapat disingkirkan. Selanjutnya, sambil melepaskan pandangan saya kepada Majelis ini, hati saya diliputi dengan suatu kegirangan yang besar dan hebat. Dengan jelas tampak di mata saya menyingsingnya suatu hari yang baru, dan bahwa matahari kemerdekaan dan emansipasi, matahari yang sudah lama kita impikan, sudah terbit di Asia dan Afrika” (Terjemahan Pidato Presiden Soekarno di Sidang Umum PBB tahun 1960, Departemen Penerangan RI tahun 1960).
Kemasyuran pidato Bung Karno di Sidang Umum PBB pada 1960 juga diperingati oleh partai yang dipimpin putrinya, PDI-P di Semarang, Jawa Tengah. Megawati Soekarnoputri bersama putrinya, Puan Maharani, didampingi Menteri Pertahanan Prabowo Soebianto meresmikan Patung Bung Karno di Polder Stasiun Tawang, Semarang.
Baca Juga: Pertama Kali Pimpin G-20, RI Usung Semangat Solidaritas demi Pulih Bersama dari Covid-19
Kini, sekitar enam dekade berselang, pada Kamis (23/9/2021) lalu, Presiden Joko Widodo pun menyampaikan pidato di tempat yang sama, pada Sidang Majelis Umum ke-76 PBB. Seruan solidaritas pun mewarnai pidato yang disampaikan di tengah berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat dunia mulai pandemi Covid-19, pemulihan ekonomi, ketahanan planet, konflik, terorisme, hingga perang ini.
”Yang Mulia Presiden Majelis Umum PBB, Yang Mulia Sekretaris Jenderal PBB, Yang Mulia para pemimpin negara anggota PBB. Hasil Sidang Majelis Umum PBB ini ditunggu oleh masyarakat dunia untuk menjawab kegelisahan utama dunia.”
”Yang Mulia Presiden Majelis Umum PBB, Yang Mulia Sekretaris Jenderal PBB, Yang Mulia para pemimpin negara anggota PBB. Hasil Sidang Majelis Umum PBB ini ditunggu oleh masyarakat dunia untuk menjawab kegelisahan utama dunia,” kata Presiden Jokowi mengawali pidatonya yang disampaikan secara daring dari Istana Kepresidenan Bogor dan ditayangkan di layar besar ruang majelis.
Kita tahu bahwa no one is safe until everyone is. Kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani Covid-19, termasuk vaksinasi, sangat timpang. Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi.
Sejurus kemudian Presiden Jokowi merinci kegelisahan utama dunia dimaksud, yakni menyangkut kapan masyarakat akan terbebas dari pandemi, kapan perekonomian akan segera pulih dan tumbuh inklusif, bagaimana menjamin ketahanan planet ke depan, serta kapan dunia akan terbebas dari konflik, terorisme, dan perang. Banyak hal mesti dilakukan bersama-sama melihat perkembangan dunia sampai sekarang ini.
”Pertama, kita harus memberikan harapan bahwa pandemi Covid-19 akan bisa tertangani dengan cepat, adil, dan merata. Kita tahu bahwa no one is safe until everyone is. Kemampuan dan kecepatan antarnegara dalam menangani Covid-19, termasuk vaksinasi, sangat timpang. Politisasi dan diskriminasi terhadap vaksin masih terjadi,” kata Presiden Jokowi.
Inilah pidato kedua Presiden Jokowi secara daring di Sidang Umum PBB selama pandemi Covid-19 melanda dunia. Pidato pertama sebelumnya dilakukan Presiden Jokowi pada September 2020. Sejak kepemimpinannya pada 20 Oktober 2014, Presiden Jokowi selalu mewakili kehadiran kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla. Karena itu, sejak Sidang Umum PBB di New York, AS, pada 2015, hingga 2019, Wapres Kalla yang selalu berpidato di podium PBB.
Selain Presiden Jokowi, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun melakukan hal yang sama di akhir pemerintahannya 2014. Ia berpidato di tempat yang sama saat Presiden Soekarno berpidato mengguncang PBB. Demikian pula Presiden Megawati Soekarnoputri dan Presiden Abdurrahman Wahid saat tahun 2002 dan 2003. Presiden BJ Habibie tak sempat menghadiri Sidang Umum PBB saat menjabat karena singkatnya masa kepemimpinan Habibie, yaitu satu tahun lima bulan sejak 21 Mei 1998. Presiden Soeharto yang mengambil alih kepemimpinan Presiden Sorkarno juga pernah hadir pada Sidang Umum PBB pada 1992.
Solidaritas global
Selama ini, Indonesia selalu mendorong solidaritas dan kerja sama global. Hal itu menjadi yang paling utama dalam mengatasi pandemi Covid-19 secara keseluruhan. Kenyataannya, memang tak ada satu negara pun yang mampu menjadi kebal sendiri sementara negara-negara lain masih bergulat dengan pandemi Covid-19.
Penekanan supaya solidaritas dan kerja sama global dalam menangani pandemi serta kesetaraan akses pada vaksin ini berulang kali disampaikan Presiden Jokowi dan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di berbagai kesempatan. Akses vaksin yang setara untuk semua negara menjadi penting.
Terkait kesenjangan vaksin tersebut, ketika menyambut kedatangan vaksin Covid-19 tahap 78, Jumat (24/9/2021) pekan lalu, Menlu Retno mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres saat pembukaan High Level Week Sidang Majelis Umum PBB.
Terdapat kelebihan vaksin di sebagian negara sementara sebagian negara lainnya tidak memiliki vaksin.
”Sekjen PBB menyampaikan ’a surplus in some countries. Empty shelves in others.’ Terdapat kelebihan vaksin di sebagian negara sementara sebagian negara lainnya tidak memiliki vaksin,” kata Menlu Retno di sela kesibukan mengikuti rangkaian Sidang Umum ke-76 PBB dari New York, Amerika Serikat.
Menlu Retno pun mengutip pernyataan Antonio Guterres yang mengibaratkan kita (dunia) lulus tes dalam sains, tetapi mendapat nilai F dalam etika. ”Ini pernyataan tajam yang disampaikan Sekjen PBB untuk mengungkapkan kegelisahannya terkait kesenjangan akses terhadap vaksin,” katanya.
Kesenjangan akses vaksin menjadi perhatian dunia saat ini. Presiden Jokowi pun mengangkat keprihatinan ini di depan sidang Majelis Umum PBB. ”Presiden mengatakan pemulihan ekonomi hanya dapat dilakukan jika kita dapat mengatasi pandemi secara bersama. Dan, pandemi hanya dapat diatasi jika kita dapat mempersempit ketimpangan akses terhadap vaksin,” ujar Menlu Retno.
> Baca juga: Ketimpangan Vaksin Covid-19 di Dalam dan Luar Negeri
Pesan sama juga disampaikan Presiden Jokowi dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Global Summit to End Covid-19 Pandemic pada 22 September 2021. Dalam KTT yang diinisiasi Presiden Amerika Serikat Joe Biden tersebut Presiden Jokowi mengatakan bahwa ketimpangan vaksin antarnegara harus diatasi melalui Fasilitas Covax dan kerja sama dose-sharing.
Akses yang merata terhadap vaksin juga harus ditingkatkan. Politisasi dan nasionalisme vaksin harus diakhiri. Solidaritas dan kerja sama, menurut Presiden Jokowi, merupakan kunci bagi dunia agar keluar dari pandemi dan pulih bersama.
KTT Global Summit to End Covid-19 Pandemic bertujuan menggalang dukungan dan melakukan rencana aksi nyata guna mewujudkan ketersediaan tambahan 7 miliar dosis vaksin pada akhir 2021 dan 7 miliar dosis berikutnya pada pertengahan 2022.
Menyelamatkan semua
Pernyataan bahwa tiada satu orang pun aman sampai semua aman, seperti disampaikan Presiden Jokowi dan Menlu Retno di berbagai kesempatan, adalah valid ketika didudukkan pada konteks situasi pandemi Covid-19. Hal ini karena, faktanya, ketika ada satu orang saja membawa virus Covid-19, yang bersangkutan berpotensi menulari orang lainnya. Dan ketika penularan ini tak terkendali, lonjakan kasus pun berpeluang terjadi.
Alhasil, ajakan kepada setiap orang agar patuh menjalankan protokol kesehatan mesti terus disuarakan demi mengamankan semua. Apalagi, peluang untuk lalai atau abai selalu terbuka. Perjuangan melawan musuh tak terlihat seperti virus memang kerap menjadikan lena.
Kompas, Kamis (30/9/2021), misalnya, mengabarkan bahwa antusiasme warga menyaksikan PON Papua 2021 tidak diimbangi kedisiplinan penerapan protokol kesehatan oleh panitia. Di beberapa arena, pelanggaran prokes oleh penonton dan atlet terjadi.
Pada era Perang Dunia Kedua silam, Perdana Menteri Inggris Winston Churchill memberikan penghormatan terhadap kiprah pengabdian sejumlah pilot yang berjuang dalam pertempuran udara. Hal ini tidak lepas dari keandalan para pilot tersebut yang bertaruh nyawa di udara dan amat menentukan keselamatan warga Inggris di darat.
Kiprah segelintir pilot dalam menghadapi musuh dari luar tersebut telah menyelamatkan begitu banyak warga. Keluarlah kemudian kutipan pidato Churchill dengan baris kalimat yang intinya menyatakan: tidak pernah terjadi dalam medan konflik manusia, sedemikian banyak orang berutang budi kepada sedemikian sedikit orang.
> Baca Juga: Protokol Kesehatan Jauh dari Optimal
Saat ini, di tengah medan perjuangan melawan virus Covid-19, setiap orang pun diajak ikut menjaga keselamatan banyak orang. Karakteristik virus Covid-19 sebagian telah terungkap, yakni menular lewat droplets. Pengenaan masker, rajin mencuci tangan, menjaga jarak, menjauhi kerumunan, dan selektif saat melakukan mobilitas pun menjadi keniscayaan.
Kedisiplinan setiap orang untuk menerapkan protokol kesehatan tersebut mutlak dibutuhkan demi keselamatan semua orang. Semua orang mesti menjaga diri agar jangan sampai tertulari atau menulari virus korona agar negeri ini dan dunia segera terbebas dari cekaman Covid-19.