Swiss adalah investor terbesar kedua dari Benua Eropa dalam tahun berjalan setelah Belanda. Swiss pun menjadi bagian dari 10 negara dengan investasi langsung terbesar ke RI secara global.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
Peringatan 70 tahun hubungan bilateral Indonesia-Swiss pada tahun ini ditandai dengan sejumlah capaian signifikan. Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) Indonesia-Asosiasi Perdagangan Bebas Eropa (EFTA) telah tercapai pada Maret lalu dan mulai berlaku pada 1 November 2021. Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik atau Mutual Legal Assistance Treaty telah diratifikasi sekaligus mulai berlaku secara efektif sejak 14 September lalu. Proses perundingan Perjanjian Investasi Bilateral Indonesia-Swiss juga telah sampai tahap finalisasi.
Swiss adalah salah satu dari empat negara anggota EFTA. Tiga lainnya adalah Liechtenstein, Norwegia, dan Eslandia. Swiss investor terbesar kedua dari Benua Eropa dalam tahun berjalan setelah Belanda. Swiss pun menjadi bagian dari 10 negara dengan investasi langsung terbesar ke RI. Merujuk data Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), hingga 26 September 2021, nilai investasi Swiss di Indonesia senilai 496,5 juta dollar AS dengan total 252 proyek. Hingga kini terdapat 150 perusahaan Swiss di Indonesia dengan serapan tenaga kerja mencapai 50.000 orang.
”Ibarat membuka jalan, kesepakatan-kesepakatan perdagangan di tingkat global itu baru separuh jalan. Kita harus memastikan tujuan akhirnya tercapai, yakni menyejahterakan masyarakat, khususnya para eksportir dan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah,” kata Duta Besar RI untuk Swiss dan Liechtenstein Muliaman Hadad dalam perbincangan secara virtual dengan Kompas pada Jumat (17/9/2021).
Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-EFTA (IE-CEPA) tercapai setelah melalui perundingan yang berlangsung selama delapan tahun dengan 15 putaran. Proses tercapainya perjanjian itu cukup dramatis. Warga Swiss harus menggelar referendum atas usulan perjanjian pada awal Maret. Hasilnya sebanyak 51,6 persen masyarakat Swiss mendukung implementasi perjanjian IE-CEPA yang telah ditandatangani pada Desember 2018.
Hasilnya sebanyak 51,6 persen masyarakat Swiss mendukung implementasi perjanjian IE-CEPA yang telah ditandatangani pada Desember 2018.
Dalam pandangan Muliaman, yang pernah menjabat Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia dan Ketua Otoritas Jasa Keuangan, pekerjaan-pekerjaan rumah harus terus dikerjakan Indonesia. Kesepakatan perdagangan bebas harus dimanfaatkan untuk meningkatkan ekspor. Pengenalan dan presentasi atas keberadaan Indonesia yang stabil dan cerah masa depannya harus diperkuat.
Momentum sekaligus peluang yang beriringan dengan masa pemulihan ekonomi dari pandemi Covid-19 harus dapat dimanfaatkan secara optimal. Catatan Kedutaan Besar Indonesia untuk Swiss dan Liechtenstein menunjukkan, situasi pandemi global berdampak cukup signifikan terhadap perdagangan Indonesia-Swiss pada semester I tahun ini. Swiss diketahui melonggarkan kebijakan pembatasan kegiatan ekonomi dan sosial sejak 26 Juni 2021. Kementerian Koordinator Perekonomian Swiss (SECO) menyatakan, pelonggaran tersebut memicu pemulihan ekonomi yang lebih cepat.
Produk domestik bruto (PDB) Swiss tahun 2021 diperkirakan SECO akan meningkat 3,6 persen, naik dari proyeksi kenaikan 3 persen yang dirilis Maret lalu. Ekonomi Swiss diharapkan akan tumbuh positif setelah sempat tumbuh negatif 0,5 persen pada periode Januari-Maret 2021. Sepanjang tahun 2020 lalu ekonomi Swiss tercatat minus 2,9 persen.
Hasilnya positif bagi perdagangan Indonesia. Neraca perdagangan kita mencapai surplus terhadap Swiss di semester I senilai 715,34 juta dollar AS atau Rp 10,37 triliun. Terjadi peningkatan nilai ekspor Indonesia ke Swiss pada hampir semua komoditas ekspor utama, kecuali logam mulia dan perhiasan/permata. Muliaman optimistis pada triwulan III dan IV tahun ini neraca perdagangan akan meningkat karena relaksasi kegiatan masyarakat di Swiss akan mendorong peningkatan kegiatan perekonomian di negara itu.
Perjanjian Bantuan Hukum Timbal Balik yang telah diratifikasi juga patut diapresiasi dan dimanfaatkan oleh Indonesia. Muliaman menilai, perjanjian itu harus dilihat sebagai perwujudan dari sikap dan kemauan Pemerintah Swiss untuk terus berbenah di mata global. ”Swiss tidak mau dianggap sebagai negara tax heaven (suaka pajak). Hal itu dilakukan Swiss sejak krisis moneter 2008 lewat gerakan bersih-bersih, termasuk dalam kebijakan anti-money laundering (pencucian uang),” kata Muliaman.
Dengan dukungan mata uangnya yang kuat, Swiss mencoba untuk tetap berada di jajaran depan di sektor keuangan. Swiss, dikatakan Muliaman, juga terus membangun subsektor keuangan digital. Perdagangan mata uang kripto, misalnya, telah diatur. Negara itu juga terus memodernisasi perbankan digital. Hal-hal itu diselaraskan dengan agenda Kelompok Negara-negara 20 (G-20). Muliaman menilai, posisi Indonesia sebagai ketua dalam forum G-20 mulai Desember 2021 diharapkan dapat mengambil manfaat dari negara seperti Swiss.