Indonesia dan China Ingin Jadi Pemain Besar di Dunia
Indonesia merupakan mitra strategis dan komprehensif yang penting bagi China. Apabila ditambah dengan 30 tahun hubungan China dengan ASEAN, ini adalah kerja sama terbesar dan paling dinamis di Asia Pasifik.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Indonesia dan China sudah memiliki hubungan diplomatik selama 70 tahun. Indonesia termasuk salah satu negara yang paling awal memiliki persahabatan dengan China ketika terbentuk. Oleh sebab itu, memasuki tujuh dasawarsa usia serta relasi kedua negara, Indonesia dan China sama-sama berambisi menjadi kekuatan global yang diperhitungkan.
”Kedua negara telah membuktikan kerja keras dan keuletan. Bahkan, pandemi Covid-19 ini semakin mempererat hubungan Indonesia dengan China dan menunjukkan kepada dunia bahwa kita tangguh mengarungi tantangan,” kata Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan ketika memberi sambutan dalam perayaan ulang tahun ke-72 Republik Rakyat China secara daring di Jakarta, Selasa (28/9/2021).
Turut hadir secara virtual Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly, para duta besar negara sahabat, dan jajaran TNI. Acara diadakan oleh Kedutaan Besar China untuk Indonesia dan Misi China untuk Aliansi Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN).
Luhut mengatakan, Indonesia terinspirasi dari China terkait pengentasan masyarakat dari kemiskinan. Sejumlah metode yang ingin diterapkan di Indonesia untuk mengikuti langkah tersebut ialah dengan menggenjot pembangunan infrastruktur dan investasi. Pada tahun 2014, Presiden Joko Widodo mengumumkan rencana menjadikan Indonesia sebagai poros maritim global. Rencana ini sejalan dengan Inisiatif Sabuk dan Rel (BRI) yang dilakukan oleh China untuk membangun infrastruktur di negara-negara berkembang.
Proyek yang paling terlihat saat ini adalah pembangunan kereta api cepat Jakarta-Bandung yang akan diresmikan pada November 2022. Jalur ini juga terintegrasi dengan moda transportasi lain dan pembangunan kawasan sekitar untuk meningkatkan perekonomian.
Selain itu, juga ada kerja sama antarprovinsi di Indonesia dan China, yaitu Kepulauan Riau, tepatnya Bintan, dengan Provinsi Fujian. Sektor yang dikembangkan antara lain budi daya perikanan dan penyulingan air laut. Terdapat pula kerja sama penurunan emisi karbon sesuai dengan Kesepakatan Paris 2015 untuk mengejar dekarbonisasi global.
”Deforestasi Indonesia turun hingga 75 persen. Di Kalimantan Utara juga akan dibuat taman industri hijau dengan kerja sama China demi tahun 2060 Indonesia bisa nihil karbon,” papar Luhut. Visi Indonesia ini akan makin terlihat ketika menjadi ketua kelompok 20 negara dengan perekonomian terbesar dunia atau G-20 pada tahun 2022.
Duta Besar China untuk Indonesia Xiao Qian dalam sambutannya mengatakan, Indonesia merupakan mitra strategis dan komprehensif yang penting. Indonesia negara yang cepat turun tangan membantu China mengatasi wabah Covid-19, yang pada tahun 2019 masih dikenal dengan istilah ”pneumonia Wuhan”, dengan mengirim berbagai peralatan kesehatan dan obat-obatan.
Indonesia menjadi salah satu tujuan utama ekspor vaksin China. Sejauh ini, Sinovac dan Sinopharm telah mengirim 215 juta dosis vaksin, baik setengah jadi maupun siap pakai ke Indonesia. ”Ini setara dengan 20 persen ekspor vaksin China secara global,” kata Xiao yang akan menyelesaikan penugasannya di Indonesia per 19 Oktober 2021.
Terdapat pula lima perusahaan farmasi China yang bekerja sama dengan perusahaan Indonesia, termasuk Bio Farma, untuk mengembangkan pembuatan vaksin di dalam negeri. Tujuannya agar Indonesia tidak hanya bisa memproduksi, tetapi juga memiliki kapasitas di sektor bioteknologi dan inovasi alat kesehatan agar bisa menjadi pusat setidaknya di kawasan.
Xiao menjabarkan, Mekanisme Dialog Level Tinggi China-Indonesia membawa hubungan bilateral ke taraf yang lebih dinamis. Apabila ditambah dengan 30 tahun hubungan China dengan ASEAN, ini adalah kerja sama terbesar dan paling dinamis di Asia Pasifik. Fokus pendekatan ada pada sektor perdagangan, budaya, relasi perorangan, kesehatan global, dan kesejahteraan.
Meskipun secara umum relasi Indonesia-China menikmati perkembangan yang positif, sejumlah pengamat mengatakan agar Indonesia jangan terbawa euforia dan tetap mawas diri. Salah satu alasannya ialah bayang-bayang krisis ekonomi akibat jatuhnya bisnis properti Evergrande di China. Perusahaan raksasa ini gagal membayar uang yang jatuh tempo dengan nilai sebesar 305 miliar dollar AS.
”Ini akan membuat gejolak keuangan global, termasuk Indonesia. Ada risiko pertumbuhan ekonomi kita akan melambat,” kata Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri (Kompas, 27/9/2021).
Selain itu, juga ada persoalan Laut China Selatan yang mengakibatkan sengketa dengan para anggota ASEAN, yaitu Filipina, Brunei Darussalam, dan Vietnam. Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Hikmahanto Juwana mengatakan, ketegasan Indonesia harus ditunjukkan mengenai penyelesaian sengketa ini.
Apalagi, China terang-terangan menolak keputusan arbitrase internasional tahun 2015 dan bersikeras menerapkan perbatasan maritim versi mereka. Menurut Hikmahanto, kedekatan hubungan Indonesia-China tidak bisa mengaburkan kedaulatan geopolitik Indonesia (Kompas, 23/2021).