Pengadilan di Daejon memerintahkan penjualan empat hak kekayaan intelektual milik Mitsubishi Industries. Hasil penjualan diharapkan bisa membayar ganti rugi kepada korban kerja paksa di Korsel.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
TOKYO, SELASA — Hubungan Jepang dengan Korea Selatan kembali menegang. Seperti sejak beberapa tahun lalu, pemicunya adalah keputusan pengadilan Korea Selatan menghukum perusahaan Jepang. Perusahaan-perusahaan itu diminta membayar ganti rugi kepada sejumlah warga Korea Selatan yang menjadi korban kerja paksa selama masa pendudukan Jepang di Semenanjung Korea.
Menteri Luar Negeri Jepang Toshimitsu Motegi mengatakan, Tokyo memprotes keputusan pengadilan Daejon yang memerintahkan penjualan aset Mitsubishi Heavy Industries. ”Sangat disesalkan, likuidasi bisa memicu situasi memburuk bagi Jepang dan Korea Selatan,” ujarnya, Selasa (28/9/2021), sebagaimana dikutip Kyodonews.
Dalam keputusan pada Senin, pengadilan di Daejon memerintahkan penjualan empat hak kekayaan intelektual milik Mitsubishi Industries. Hasil penjualan diharapkan bisa membayar ganti rugi hingga 352.000 dollar AS untuk dua warga Korsel. Mereka sebagian dari warga Korea yang dipaksa bekerja di perusahaan-perusahaan Jepang, termasuk Mitsubishi Heavy Industries, kala Jepang menduduki Semenanjung Korea menjelang dan semasa Perang Dunia II.
Kala bertemu Menlu Korsel Chung Eui-yong di New York, Amerika Serikat, pekan lalu, Motegi sudah membahas soal keputusan pengadilan Daejon. Ia menyampaikan kepada Chung bahwa penjualan aset Mitsubishi Heavy Industries harus dihindari.
Sementara juru bicara Kemenlu Korsel, Choi Yong-sam, mengatakan, Seoul terbuka pada pilihan penyelesaian yang beralasan dan realistis atas isu itu. Seoul mengajak Tokyo berdialog secara tulus untuk menyelesaikan masalah itu. ”Kami berharap Jepang mau berdialog dan menunjukkan ketulusan mencari solusi yang bisa diterima para korban,” kata Choi, sebagaimana dikutip Yonhap.
Ia menyebut Jepang berlebihan dan tidak berdasarkan fakta kala menuding keputusan pengadilan Korsel bertentangan dengan hukum internasional. ”Klaim sepihak,” katanya.
Sementara Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato mengatakan, Tokyo juga meminta Seoul mencari solusi yang bisa diterima Jepang. Tokyo akan terus memantau perkembangan masalah itu.
Sudah lama
Kasus sudah bergulir bertahun-tahun dan melewati berbagai rangkaian persidangan. Dalam keputusan pada November 2018, Mahkamah Agung Korsel memerintahkan Mitsubishi membayar ganti rugi kepada 23 orang dengan nilai masing-masing 80 juta won (sekitar 71.000 dollar AS atau Rp 1 miliar).
Selain itu, pengadilan pun memerintahkan Mitsubishi membayar masing-masing 150 juta won (sekitar Rp 1,9 miliar) kepada lima orang yang juga menggugat Mitsubishi atas dugaan kerja paksa selama Perang Dunia II. Adapun Nippon Steel diperintahkan membayar ganti rugi total 400 juta won kepada empat penggugat.
Kala itu, MA Korsel menegaskan bahwa hak-hak mantan pekerja untuk mendapat pampasan tidak bisa diakhiri dengan kesepakatan tahun 1965 yang menjadi landasan normalisasi hubungan diplomatik Korsel-Jepang. Keputusan itu sekaligus sebagai penolakan atas sikap yang diambil Pemerintah Jepang dan diputuskan pengadilan di Jepang.
Dalam putusan pada Oktober 2018, MA Korsel menyebut pendudukan Jepang atas Semenanjung Korea adalah sesuatu yang ilegal. ”Perjanjian (1965) itu tidak mencakup hak para korban kerja paksa untuk mendapat kompensasi bagi kejahatan terhadap kemanusiaan yang dilakukan perusahaan Jepang yang terkait langsung dengan pendudukan ilegal di Semenanjung Korea oleh Jepang,” demikian pernyataan MA Korsel kala itu.
Untuk semua gugatan ganti rugi terkait Perang Dunia II, Tokyo menolak melayani. Jepang beralasan, semua hal sudah diselesaikan lewat kesepakatan perdamaian pada 1965. Kala itu, Jepang sudah memberikan bantuan keuangan kepada Seoul.
Gara-gara rangkaian gugatan itu, hubungan Tokyo-Seoul memburuk. Tokyo membatasi sejumlah ekspor bahan baku yang sangat dibutuhkan industri elektronik Korsel. Seoul membalas dengan membatasi kerja sama keamanan dan pertukaran informasi intelijen. Informasi itu sangat dibutuhkan Amerika Serikat dan Jepang untuk memantau perkembangan Korea Utara dan China.
AS sudah bolak-balik mendamaikan kedua sekutu itu. Walakin, sampai sekarang upaya itu belum berhasil. (AFP/REUTERS)