Defisit Sopir Truk Pasca-Brexit, Inggris Krisis BBM
Sejak 12 September, Inggris Raya mengalami kelangkaan bahan bakar minyak. Sebagian stasiun pengisian kehabisan stok. Ini gara-gara kurangnya jumlah sopir sebagai buntut keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
LONDON, SELASA — Setengah dari 8.000 stasiun pengisian bahan bakar umum atau SPBU di Inggris kehabisan bensin. Pemerintah menyalahkan masyarakat yang memborong bensin akibat kepanikan massal. Akan tetapi, akar permasalahannya sebenarnya bukan di situ, melainkan karena kurangnya jumlah sopir truk tangki akibat Brexit atau keluarnya Inggris dari Uni Eropa.
Antrean panjang kendaraan bermotor terjadi di seantero Britania Raya, Senin (27/9/2021) waktu setempat. Warga tidak hanya mengisi kendaraan mereka, tetapi juga memborong bahan bakar minyak (BBM) untuk diisi ke jeriken-jeriken yang mereka bawa dari rumah.
”Saya butuh BBM untuk mobil saya. Tanpa mobil, saya tidak akan bisa pergi bekerja,” kata David Hart, salah seorang warga yang mengantre. Organisasi pekerja terbesar di Inggris, Unison, mengeluarkan pernyataan agar para pekerja di sektor esensial, seperti tenaga kesehatan, aparat penegak hukum, dan guru, diutamakan ketika hendak membeli BBM.
Menteri Perdagangan Inggris Kwasi Kwarteng berusaha menenangkan masyarakat. Menurut dia, stok BBM di depo-depo masih banyak dan keadaan akan kembali normal seperti sedia kala. Untuk sementara, SPBU yang masih memiliki stok BBM diminta melayani pembelian maksimal 30 poundsterling per pembeli. Kebijakan ini untuk menghindari pemborongan.
”Kami juga meminta bantuan tentara membuat SPBU darurat bagi masyarakat yang membutuhkan. Tentu dengan kuota terbatas untuk setiap pembelian,” tuturnya.
Dilansir dari harian The Scotsman, di Skotlandia, seluruh unit ambulans terpaksa tidak beroperasi, kecuali untuk panggilan yang benar-benar darurat. Di bandara Glasgow dan Edinburgh, sejumlah kendaraan operasional juga terpaksa menunggu di garasi guna menghemat BBM. Sekolah-sekolah juga menyiarkan kabar kepada wali murid bahwa ada kemungkinan pembelajaran jarak jauh kembali diterapkan karena guru-guru tidak bisa berangkat bekerja.
Perusahaan-perusahaan minyak, yaitu British Petroleum, Shell, dan ExxonMobil, mengeluarkan pernyataan bersama. Isinya ialah gudang-gudang mereka di Inggris maupun Eropa masih penuh. Kendala ada di distribusi yang membuat kelangkaan BBM terjadi sejak 12 September 2021.
Akibatnya, harga BBM naik dari 135,9 sen per liter pada Jumat (24/9/2021) menjadi 136,6 sen pada Minggu (26/9/2021). Ini adalah harga termahal sejak 2013. Harga minyak mentah Brent juga naik menjadi 58 poundsterling per barel, tertinggi sejak Oktober 2018. Ini kian memberatkan para pengemudi independen ataupun perusahaan pengiriman barang dan jasa.
Kelangkaan barang sejatinya tidak hanya terjadi pada BBM. Sejumlah barang lainnya juga menghilang dari toko-toko. Hal ini karena Inggris mengalami kekurangan pengemudi truk sehingga barang-barang konsumsi tidak bisa disalurkan secara merata.
Mayoritas pengemudi truk barang di Inggris berasal dari negara-negara di Eropa. Ketika Inggris mengumumkan keluar dari Uni Eropa atau Brexit di 31 Januari 2020, mayoritas pengemudi truk ini meninggalkan Inggris. Akibatnya, perusahaan-perusahaan angkutan kekurangan pengemudi.
Ekonom Jonathan Porters ketika berbicara kepada media Australia, ABC Radio National, menjelaskan, pekerjaan sebagai pengemudi di Eropa makin tidak diminati. Salah satu alasannya karena pajak yang tinggi sehingga banyak memotong gaji pengemudi truk. Terjadinya Brexit, kemudian disusul dengan pandemi Covid-19, membuat pengemudi truk semakin langka dan pendistribusian barang kian menurun.
Atas persoalan itu, Pemerintah Inggris mengeluarkan pengumuman akan menerapkan visa sementara. Para pengemudi truk dari Eropa bisa melamar untuk memperoleh visa tiga bulan. Harapannya, ini bisa mengisi kekurangan tenaga distribusi BBM maupun barang-barang konsumsi.
Sementara itu, Olaf Scholz, politisi sekaligus salah satu kandidat kanselir Jerman, mengatakan, persoalan itu adalah dampak yang telah diduga akibat Brexit. ”Jerman termasuk yang paling gencar melobi Inggris supaya tidak keluar dari Uni Eropa. Sekarang dampak yang sangat disayangkan terjadi dan merugikan masyarakat,” ujarnya. (AFP/DNE)