Rusia Gandeng China dan AS Bahas Janji Pemerintah Taliban di Afghanistan
Taliban baru-baru ini menunjukkan mereka mungkin kembali ke kebijakan yang lebih represif, terutama terhadap perempuan dan anak perempuan. Ini dianggap mengingkari janji mereka atas pemerintahan baru di Afghanistan.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
NEW YORK, SABTU — Empat negara, yakni Amerika Serikat, Rusia, China, dan Pakistan, bekerja sama memastikan Taliban sebagai penguasa baru di Afghanistan menepati janji-janji pemerintahan mereka. Dua janji utama yang menjadi perhatian serius keempat negara itu adalah pembentukan pemerintahan yang benar-benar representatif dan pencegahan penyebaran ekstremisme di Afghanistan.
Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov, Sabtu (25/9/2021), mengungkapkan, Rusia, AS, China, dan Pakistan terus melakukan kontak. Dia mengatakan, perwakilan dari Rusia, China, dan Pakistan baru-baru ini melakukan perjalanan ke Qatar dan dilanjutkan ke ibu kota Afghanistan, Kabul. Mereka menggelar sejumlah pertemuan dengan perwakilan kelompok Taliban.
Pertemuan juga digelar dengan mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai dan Abdullah Abdullah yang mengepalai dewan negosiasi pemerintah yang digulingkan Taliban.
Lavrov mengatakan, pemerintahan sementara Afghanistan yang diumumkan oleh Taliban tidak mencerminkan ”wajah seluruh komunitas di Afghanistan”. Keseluruhan itu mengacu dan dilihat dari sejumlah sisi, di antaranya kekuatan etnis-agama serta politik. ”Karena hal-hal itulah, kami terlibat dalam kontak (dengan AS, China dan Pakistan). Kontak itu sedang berlangsung,” kata Lavrov.
Sebelumnya, setelah menduduki Kabul dan mengambil alih pemerintahan Afghanistan, Taliban menjanjikan pemerintahan yang inklusif. Bentuknya adalah sebuah pemerintahan Islam yang lebih moderat dibandingkan saat mereka terakhir memerintah negara itu pada 1996-2001.
Taliban juga berjanji akan menghormati hak-hak perempuan. Di sisi lain, sejumlah pihak juga mengharapkan Afghanistan turut memerangi terorisme dan tidak lagi menjadi sarang ekstremisme.
”Yang paling penting adalah untuk memastikan bahwa janji-janji yang telah mereka nyatakan secara terbuka ditepati,” kata Lavrov. ”Bagi kami, itu adalah prioritas utama,” kata Lavrov menambahkan.
Namun, langkah-langkah Taliban baru-baru ini menunjukkan bahwa mereka mungkin kembali ke kebijakan yang lebih represif, terutama terhadap perempuan dan anak perempuan.
Kritik
Pada konferensi pers dan dalam pidato di Majelis Umum PBB, Lavrov mengkritik Pemerintah AS di masa Presiden Joe Biden. Salah satu kritik yang mengemuka adalah penarikan pasukan internasional yang tergesa-gesa dari Afghanistan.
Dia mengatakan, penarikan AS dan NATO dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, termasuk keberadaan banyak senjata yang tersisa di Afghanistan. Penting sifatnya agar negara-negara dapat memastikan senjata-senjata itu tidak digunakan untuk tujuan yang merugikan pihak lain di Afghanistan.
Dia mengatakan, penarikan AS dan NATO dilakukan tanpa mempertimbangkan konsekuensinya, termasuk keberadaan banyak senjata yang tersisa di Afghanistan. Penting sifatnya agar negara-negara dapat memastikan senjata-senjata itu tidak digunakan untuk tujuan yang merugikan pihak lain di Afghanistan.
Kepergian AS dan NATO dari Afghanistan dilihat oleh China sebagai terealisasinya harapan lama Beijing, yakni berkurangnya pengaruh saingan geopolitik di ”halaman belakang” China. Meski demikian, ada pula kekhawatiran bahwa penarikan itu dapat membawa risiko ketidakstabilan di ”halaman belakang” China, yakni di Asia Tengah. Risiko itu mungkin saja meluas ke perbatasan Afghanistan-China dan wilayah barat laut Xinjiang yang berpenduduk mayoritas Muslim.
Di sisi lain, kehadiran Taliban tentu saja dapat menghadirkan peluang politik dan ekonomi bagi China, termasuk mengeksplorasi kekayaan mineral Afghanistan.
Beijing mengatakan siap membantu membangun kembali Afghanistan. Stabilitas tentu diperlukan untuk menuai sebagian besar manfaat ekonomi itu. Meskipun demikian, dalam jangka pendek, penarikan pasukan AS dan sekutunya dari Afghanistan menghadirkan ketidakstabilan yang harus diatasi.
Seperti banyak negara lain, China khawatir tentang risiko terorisme yang mungkin bisa tumbuh di Afghanistan. Beijing telah berulang kali mengatakan kepada Taliban bahwa negara itu ”tidak boleh” menjadi tempat berkembang biaknya gerilyawan yang berpotensi melakukan serangan di Xinjiang.
Beijing telah berulang kali mengatakan kepada Taliban bahwa negara itu ”tidak boleh” menjadi tempat berkembang biaknya gerilyawan.
China ingin memastikan tindakan yang dilakukan oleh Osama bin Laden yang menjadikan Afghanistan sebagai basis persiapan serangan 11 September 2001 atas menara kembar World Trade Center tidak terulang atas aset dan kepentingan Beijing.
Seperti diwartakan, keinginan pemerintahan Taliban di Afghanistan untuk ambil bagian dalam sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa telah memberikan tekanan tersendiri bagi organisasi multilateral itu dan sejumlah anggotanya. Saat ini, keinginan Taliban, yang kini memerintah di Afghanistan, untuk mendapat akses di forum PBB terkendala oleh belum adanya pengakuan Komite Kredensial terhadap mereka.
Taliban membekukan mandat Duta Besar Afghanistan di PBB Ghulam Isaczai, yang ditunjuk pemerintahan lama di bawah Presiden Ashraf Ghani yang sudah digulingkan. Mereka juga berupaya mendapatkan giliran untuk berpidato di hadapan para pemimpin dunia. Situasi itu menimbulkan dilema karena memberikan lampu hijau bisa diartikan sebagai pengakuan politik terhadap pemerintahan Taliban dan ”merestui” penggulingan pemerintahan Ashraf Ghani yang sah karena terpilih melalui pemilihan umum.
Pakistan sendiri sejak awal mendesak masyarakat internasional untuk mengadopsi tiga pendekatan atas Afghanistan setelah pengambilalihan Taliban. Pendekatan itu adalah memberikan bantuan dengan cepat kepada 14 juta warga Afghanistan yang menghadapi krisis kelaparan, mempromosikan pemerintahan yang inklusif, dan bekerja dengan Taliban untuk menyerang semua kelompok teroris di Afghanistan.
Duta Besar Pakistan untuk PBB Munir Akram pada awal September lalu mengatakan, Pakistan telah melakukan kontak dengan negara-negara regional dan komunitas global yang lebih luas untuk bekerja sama dalam upaya berjalannya tiga prioritas itu. (AP/AFP/REUTERS)