Pasar Bergairah karena Sinyal Positif dari The Fed
Keputusan Fed mengurangi pembelian obligasi Washington berarti mengurangi pasokan dollar AS. Padahal, Desember selalu menjadi periode kenaikan permintaan dollar AS di pasar.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
NEW YORK, KAMIS — Bursa bergairah setelah Gubernur Bank Sentral Amerika Serikat Jerome Powell mengumumkan rencana kenaikan suku bunga acuan. Indeks Dow Jones hingga Hang Seng naik 1 persen setelah pengumuman yang akan diikuti kelangkaan dollar AS di pasar global itu.
Powell mengatakan, perbaikan perekonomian AS dipandang bagus. ”Sepanjang pemulihan sesuai jalur, pemangkasan bertahap pada pertengahan tahun depan dimungkinkan,” ujarnya pada Rabu (22/9/2021) siang waktu Washington atau Kamis dini hari WIB.
Sementara itu, Komite Pasar Bebas Federal (FOMC), lembaga sejenis dewan gubernur bank sentral di sejumlah negara lain, mengindikasikan dukungan kenaikan suku bunga acuan. Dari 18 anggota FOMC, enam anggota sudah mendukung peluang kenaikan suku bunga acuan.
FOMC juga mengindikasikan pengurangan pembelian surat utang yang diterbitkan Washington. Selama pandemi Covid-19, Fed menyerap rata-rata 120 miliar dollar AS surat utang yang diterbitkan Pemerintah AS. Hasil penjualan surat utang dipakai untuk membiayai aneka program penanggulangan pandemi. Karena keadaan dinilai semakin membaik, Fed akan memangkas jumlah penyerapan obligasi.
Pasar bergairah selepas pengumuman itu. Indek industri Dow Jones (DJI) naik 330 poin. Sementara indeks S&P dan Nasdaq Composite naik hampir 1 persen. Adapun kupon obligasi Departemen Keuangan AS untuk tenor 10 tahun turun ke 1,7 basis poin. Obligasi dengan tenor lebih panjang juga berkurang.
Di Eropa, indeks FTSE London dan DAX Jerman malah naik masing-masing 1,47 persen dan 1,03 persen. Di Asia, hanya indeks Nikkei225 yang merah. Sementara Hang Seng, Shanghai Composite, hingga ASX menghijau. Hang Seng paling melonjak dengan 1,7 persen.
Evergrande
Powell memang mengingatkan sejumlah potensi bahaya lain. Salah satunya kegagalan raksasa properti China, Evergrande, membayar pokok dan bunga utangnya. Meski tidak ada angka pasti, Evergrande ditaksir punya utang paling tidak 310 miliar dollar AS. Jumlah itu membuat Evergrande menjadi perusahaan dengan utang terbanyak di bumi. Dari seluruh utang itu, 83,5 miliar dollar AS akan jatuh tempo. Manajemen Evergrande telah bolak-balik mengisyaratkan tidak mampu membayarnya kecuali dapat utang baru.
Sejumlah analis menyebut kekhawatiran atas Evergrande menjadi salah satu beban pasar. Kekhawatiran lain, sebagaimana disampaikan analis LPL Financial, Lawrence Gillum, strategi jangka menengah dan panjang Fed belum jelas. Padahal, kebijakannya jelas mengarah ke pemangkasan pembelian obligasi dan penaikan suku bunga acuan. ”Kami terus menganggap pemangkasan akan diumumkan pada November dan dilakukan pada Desember,” ujarnya.
Ia juga mengingatkan bahwa ada perpecahan di FOMC soal kenaikan suku bunga acuan. Selain itu, FOMC masih gelisah dengan peluang jabatan Powell. Masa jabatan Powell akan berakhir pada Februari 2022, tetapi belum jelas apakah Powell akan terus menjadi Gubernur Fed atau tidak.
Hal yang jelas, keputusan Fed mengurangi pembelian obligasi Washington berarti mengurangi pasokan dollar AS. Padahal, Desember selalu menjadi periode kenaikan permintaan dollar AS di pasar. Hal itu bisa memicu kurs dollar AS melonjak di sejumlah negara. Apalagi, sampai sekarang 60 persen transaksi global dilakukan dalam dollar AS.
Dampaknya bisa lebih berat bagi sejumlah negara lain. AS terakhir kali melakukan kebijakan yang disebut tapering itu selepas krisis 2008. Dampaknya, dollar AS langka di pasar dan secara umum likuiditas mengering. Perekonomian banyak negara tertekan oleh fenomena yang disebut taper tantrum itu. Kini, AS mengindikasikan akan kembali melakukan tapering saat banyak negara sedang berusaha memulihkan diri dari dampak pandemi. (AFP/REUTERS/RAZ)