Pacquiao, Sang Penantang
Manny Pacquiao tumbuh dan besar di lingkungan yang keras di General Santos dan Manila sebelum menjadi petinju legendaris dunia. Kini, usai meninggalkan ring tinju, Pacquiao mencari tantangan baru: Presiden Filipina.
Hanya berselang sekitar satu bulan setelah kekalahannya dari Yordenis Ugas, petinju Kuba, pada perebutan gelar kelas Welter versi badan tinju dunia WBA, Manny Pacquiao mengumumkan kesediaannya maju sebagai calon presiden Filipina pada pemilihan presiden tahun 2022. Dia berjanji mengatasi kemiskinan dan korupsi di negara bekas jajahan Spanyol itu.
”Saya merasakan apa yang Anda semua rasakan. Saya tahu penderitaan yang Anda alami dan saya tahu Anda semua sudah lelah,” kata Pacquiao seusai menerima pencalonan PDP-Laban, partai yang juga menjadi tempat bernaung Presiden Filipina Rodrigo Duterte.
Setelah dua periode menjadi anggota kongres dan satu periode menjadi senator, Pacquiao merasa siap melangkah lebih jauh. ”Sekarang waktunya. Kami siap menghadapi tantangan berikutnya,” ujarnya.
Masa kecil
Petinju legendaris ini lahir tahun 1978, anak keempat pasangan Rosalio Pacquiao dan Dionisia Dapidran dari enam bersaudara. Lahir dengan nama lengkap Emmanuel Dapidran Pacquiao Sr, dia sempat menyelesaikan sekolah dasar tidak lama setelah kedua orangtuanya berpisah.
Pada usia 14 tahun, dia terpaksa meninggalkan tempat kelahirannya di General Santos, kota terbesar di Mindanao, karena sang ibu tidak mampu membiayai hidupnya dan kelima saudaranya.
Manila menjadi kota tujuan Pacquiao untuk mencari kehidupan yang lebih baik. Namun, ibu kota juga tidak ramah bagi Pacquiao muda. Tubuhnya kurus kering karena asupan gizi yang tidak memadai.
Sebagai anak jalanan, dia berusaha untuk tetap hidup dengan berbagai cara, mulai dari bekerja sebagai kuli bangunan, berjualan donat, hingga menyusup ke kapal feri di Manila untuk mendapatkan makanan.
Baca juga : Pacquiao Tidak Tertarik dengan Julukan Legenda
Jika dia mendapat upah yang lumayan, hatinya terbelah antara membagi dengan sang ibu dan kelima saudaranya di General Santos atau disimpan sendiri untuk kebutuhan hidupnya. Beruntung, pada usia 12 tahun, dia mengenal olahraga tinju dari sang paman, Sarjo Mejia. Pengetahuannya tentang tinju kemudian membawanya menjadi petinju amatir.
Dikutip dari laman ESPN, jelang salah satu pertarungan legendarisnya menghadapi Floyd Mayweather pada 2015, Pacquiao berjulukan ”Pacman” bercerita, pertarungan amatir dan pertarungan kelas pasar membuka jalannya ke pertarungan tinju profesional. Pada saat itu, kalah atau menang, Pacman tetap mendapatkan uang.
Jika menang, Pacquiao bisa mengantongi 100 peso atau 1,5 dollar AS. Kalaupun kalah, Pacquiao tetap bisa mengantongi 50 peso.
”Saya dapat membeli 1 kilogram beras hanya dengan 4 peso. Jadi, 100 peso itu besar,” ujarnya.
Bertarung di atas ring tinju membuatnya ketagihan. Sang ibu dan saudara perempuannya, Liza, sampai membuatkan sepasang sarung tangan yang terbuat dari bahan celana untuk Pacquiao.
Dorongan dari orang-orang terdekat membuat Pacquiao bersemangat dan tidak terkalahkan dalam 11 laga pertamanya. Namun, masalah alkohol dan judi membuat dia terlena dan kalah dalam beberapa pertandingan berikut. Dia kemudian berjanji mengurangi kedua hal yang mengganggu kariernya tersebut.
Beberapa dekade kemudian, dia menjadi sosok petinju legendaris. Bagi sebagian besar rakyat Filipina, dia adalah pahlawan. Kedermawanan sosialnya, yang berasal dari pengalaman hidupnya sendiri, menjadi salah satu hal yang membuat Pacquiao disanjung jutaan warga Filipina.
Baca juga : Manny Pacquiao Mencari Peluang Terakhir
Meski begitu, Pacquiao masih mengingat masa kecilnya yang penuh perjuangan. Dia tidak melupakan rasa sakit yang menggerogoti perutnya karena lapar yang mendera. Sang ibu hanya bisa menawarkan pada enam anaknya sebotol air hangat untuk ditempelkan di perutnya sebagai pengganti makan sebelum tidur.
Dunia politik
Banyak penggemar dan rakyat Filipina melihat sosok Pacman, pemegang gelar juara dunia pada delapan divisi, sebagai bukti nyata bahwa kesuksesan mungkin bagi siapa saja yang bekerja keras, tidak peduli asal mereka.
Namun, dunia politik mungkin berbeda. Meski Pacquiao mulai berkecimpung di dunia politik sejak lebih dari satu dekade lalu, rekam jejaknya selama berkecimpung di dunia yang baru dan penuh intrik tidak begitu menawan. Berbeda dengan ring tinju.
Baca juga : Kalah dari Ugas, Pacquiao Kembali Hadapi Duterte
Banyak pengkritik menilai Pacquiao kurang cerdas dalam berpolitik. Bahkan, semasa menjalani posisi sebagai senator, keberadaannya di senat juga tidak terlalu menonjol. Hal itu menimbulkan banyak pertanyaan tentang kemampuannya menjalankan tugas sebagai pemimpin negara bila terpilih nanti, memimpin lebih dari 110 juta penduduk.
”Bisakah dia benar-benar memerintah? Dia mengatakan akan mengelilingi dirinya dengan orang-orang yang berpengetahuan, tetapi pada akhirnya, masih presiden yang memutuskan,” kata analis politik, Earl Parreño.
Untuk memenangi pemilihan Mei 2022, Parreño mengatakan, Pacquiao harus menunjukkan bagaimana ia dapat mengarahkan negara dan ekonominya yang sedang berjuang keluar dari pandemi terburuk di Asia. ”Masalahnya, bagaimana memerintah setelah menang,” tambahnya.
Kemampuan Pacman memimpin negara nanti juga dipertanyakan warga. ”Dia belum siap dan masih banyak yang pantas berada di sana lebih lama, memiliki lebih banyak pengalaman,” kata sopir taksi, Edwin Loza (65). Dia menilai, jika Pacquiao memenangi pemilihan presiden tahun depan, banyak masalah akan menghadangnya.
Baca juga : Tuduhan Korupsi Santer, Duterte-Pacquiao Makin Berseteru
Ketidakhadiran Pacquiao di senat membuat komitmennya terhadap pelayanan publik dipertanyakan. ”Kita semua tahu dan kenal Pacquiao. Meski dia orang yang sangat baik dan hatinya berada di tempat yang tepat, sebagai senator dia tidak tampil baik,” kata Victor Andres Manhit, Direktur Pelaksana Lembaga Analisis Kebijakan Stratbase ADRi.
Itu mungkin sebagian menjelaskan mengapa dia tertinggal dalam jajak pendapat tentang kandidat presiden yang disukai. Dia berada di urutan kelima dalam survei 7-16 Juni oleh Pulse Asia dengan dukungan hanya 8 persen dari 2.400 responden.
Mendukung Duterte
Tak hanya soal kinerja sebagai senator yang dipertanyakan, dukungan Pacquiao terhadap kebijakan Duterte yang menyatakan perang terhadap para pengedar narkoba juga dikritik banyak pihak. Kebijakan itu berujung pada unlawfull killing penyelidikan oleh Pengadilan Kriminal Internasional.
Akan tetapi, Pacquiao bergeming. ”Bagi mereka yang bertanya apa kualifikasi saya, apakah Anda pernah mengalami kelaparan? Pernahkah Anda mengalami tidak punya apa-apa untuk dimakan, meminjam uang dari tetangga, atau menunggu sisa makanan di warung makan? Manny Pacquiao yang ada di depan Anda dibentuk oleh kemiskinan,” katanya.
Baca juga : Duterte Berbalik Arah, Merapat ke AS
Reaksi terhadap keinginannya untuk maju beragam. ”Serius, Manny? Anda adalah inspirasi dalam tinju, tetapi saya tidak bisa berkompromi untuk membiarkan Anda menjalankan negara saya,” kata seorang pengguna Twitter.
Perselisihan publik antara Pacquiao dan Duterte atas penanganan terakhir dari sengketa Laut China Selatan dengan Beijing dan korupsi juga bisa mengikis dukungan untuk sang legenda tinju ini.
Pacquiao dalam sebuah wawancara dengan AFP baru-baru ini mengatakan bahwa dia akan melanjutkan tindakan keras itu (perang terhadap peredaran dan pengedar narkoba), tetapi dengan ”cara yang tepat” yang tidak menyalahgunakan ”hak-hak individu”.
Ditanya apakah dia akan melindungi presiden saat ini dari tuntutan pidana jika dia menjadi pemimpin, dia berkata, ”Kita semua terikat pada hukum.” (AFP/Reuters)