Kampanye Global untuk Pasok 2 Miliar Dosis Vaksin di Negara Miskin
Dari 5,76 miliar dosis vaksin Covid-19 di seluruh dunia, hanya 0,3 persen yang masuk ke negara-negara berpenghasilan rendah. Sebanyak 79 persen pasokan vaksin Covid-19 dipasok ke negara-negara kaya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
LONDON, RABU — Amnesty International menyerukan agar sedikitnya 2 miliar dosis vaksin Covid-19 dipasok ke negara-negara miskin di dunia sampai akhir tahun guna mendorong keadilan vaksinasi di tengah pandemi Covid-19. Lembaga itu menyayangkan sikap enam produsen utama vaksin Covid-19 yang dinilai justru menolak berpartisipasi dalam inisiatif meningkatkan pasokan vaksin global.
Seruan Amnesty International dirilis pada Rabu (22/9/2021) menjelang konferensi tingkat tinggi tentang Covid-19 global yang dipimpin Presiden AS Joe Biden. ”Hari ini menandai 100 hari menuju akhir tahun. Kami menyerukan kepada negara bagian dan perusahaan farmasi untuk mengubah arah secara drastis dan melakukan semua yang diperlukan untuk mengirimkan 2 miliar vaksin ke negara-negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah mulai sekarang,” kata Agnes Callamard, Sekretaris Jenderal (Sekjen) Amnesty International. ”Tidak seorang pun harus menghabiskan satu tahun lagi menderita dan hidup dalam ketakutan.”
Amnesty International sekaligus meluncurkan kampanye global untuk meminta pertanggungjawaban negara dan farmasi besar dalam hal keadilan vaksinasi. Kampanye global itu bertajuk ”Hitung Mundur 100 Hari: 2 Miliar Vaksin Covid-19 Sekarang!”. Kampanye ini turut didukung Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Komisaris Tinggi Hak Asasi Manusia PBB.
Kelompok pendukung penegakan hak asasi manusia itu menuntut agar target vaksinasi 40 persen yang ditetapkan WHO pada populasi negara berpendapatan rendah dan menengah ke bawah pada akhir tahun ini dapat terpenuhi. Amnesty International mendesak negara-negara kaya yang memiliki pasokan dosis vaksin Covid-19 berlebih untuk mendistribusikannya ke negara yang membutuhkan. Kelompok itu juga mendorong perusahaan pengembang vaksin untuk memastikan bahwa setidaknya 50 persen dosis yang diproduksi dapat masuk ke negara-negara miskin.
Kurang dari 1 persen warga di negara-negara berpendapatan rendah telah divaksinasi lengkap, dibandingkan 55 persen cakupan vaksin di negara-negara kaya. Dari 5,76 miliar dosis vaksin Covid-19 yang diberikan di seluruh dunia, hanya 0,3 persen yang masuk ke negara-negara berpenghasilan rendah. Sebanyak 79 persen pasokan vaksin Covid-19 dipasok ke negara-negara berpenghasilan menengah ke atas dan tinggi. Terlepas dari seruan untuk memprioritaskan kolaborasi dengan fasilitas Covax, sejumlah perusahaan dinilai terus menambah pasokan vaksin untuk negara-negara yang diketahui menimbun vaksin.
Berbekal miliaran dollar AS uang pembayar pajak dan keahlian dari lembaga penelitian, perusahaan-perusahaan farmasi telah memainkan peran penting dalam mengembangkan vaksin yang menyelamatkan jiwa. Mereka didorong mengambil tindakan lebih besar sehingga proses vaksinasi dapat lebih cepat mencakup mayoritas warga dunia. ”Agar pemberian vaksin adil dan cepat, pengembang vaksin harus memprioritaskan pengiriman ke negara-negara yang paling membutuhkan, menangguhkan hak kekayaan intelektual, berbagi pengetahuan dan teknologi, serta melatih produsen yang memenuhi syarat untuk meningkatkan produksi vaksin Covid-19,” kata Callamard.
Presiden Biden bakal mengumumkan komitmen baru untuk memerangi pandemi Covid-19. Termasuk di dalamnya upaya memvaksinasi secara penuh 70 persen populasi dunia sebagai target yang dicapai bulan ini. ”Vaksin Covid-19 harus tersedia dan dapat diakses oleh semua orang. Terserah kepada pemerintah dan perusahaan farmasi untuk mewujudkannya. Kami membutuhkan para pemimpin seperti Presiden Biden untuk menyediakan miliaran dosis vaksin ini dan mendistribusikannya. Jika tidak, ini hanyalah isyarat kosong dan nyawa akan terus hilang,” tambah Callamard.
Kondisi ketidakadilan vaksinasi Covid-19 secara global dan masih minimnya solidaritas global disampaikan Sekjen PBB Antonio Guterres dalam sidang ke-76 Majelis Umum di New York, Selasa (21/9/2021). Menurut Guterres, di satu sisi, kita melihat vaksin Covid-19 dikembangkan dalam waktu singkat, menunjukkan kemenangan sains dan kecerdasan manusia. Ironisnya, di sisi lain, kita melihat kemenangan itu rusak oleh kurangnya kemauan politik, egoisme, dan ketidakpercayaan. ”Kita lulus ujian sains. Namun, kita mendapatkan nilai F dalam soal etika,” kritik Guterres.
Amnesty International menyatakan enam perusahaan pengembang vaksin Covid-19 justru telah memicu krisis HAM. AstraZeneca, BioNTech, Johnson & Johnson, Moderna, Novavax, dan Pfizer menolak berpartisipasi dalam inisiatif untuk meningkatkan pasokan vaksin global. Mereka juga menolak melepaskan hak kekayaan intelektual dan berbagi teknologi vaksin. Padahal, perusahaan seperti BioNTech, Moderna, dan Pfizer secara gabungan bakal menghasilkan 130 miliar dollar AS dari produksi vaksin Covid-19 pada akhir tahun 2022. (AFP/REUTERS)