Mencari Pengganti Merkel
Kanselir Angela Merkel akan mengakhiri 16 tahun kepemimpinannya di Jerman. Penggantinya ditentukan lewat pemilu pada akhir pekan ini. Getaran hasil pemilu akan bergaung tak hanya di Eropa, tetapi juga hingga China.
Salah satu pemilu terumit di dunia akan digelar di Jerman pada akhir pekan, 26 September ini. Pemilu itu tidak hanya menentukan masa depan Jerman. Masa depan Eropa hingga China pun ikut ditentukan lewat pemilu itu.
Penyelenggara pemilu Jerman, Bundeswahlleiter, mencatat setidaknya 60,4 juta dari 83 juta penduduk Jerman mempunyai hak suara di pemilu ini. Para pemilih itu pada tahap awal akan memilih 598 anggota parlemen atau Bundestag.
Kerumitan pertama pemilu Jerman, seperti dipaparkan Bild dan Deutsche Welle serta kantor berita Deutsche Presse-Agentur (DPA), dimulai dari bilik suara. Pemilih di 299 daerah pemilihan menerima surat suara berisi dua tabel. Tabel kiri berisi politisi yang bertarung di dapil, sementara tabel kanan berisi nama partai berikut seluruh politisi yang dicalonkan partai di pemilu. Pemilih bisa memberi suara untuk calon dari partai A di tabel kiri dan memilih partai B atau C dan seterusnya di tabel kanan.
Baca Juga: Jelang Pemilu, Jerman Ikut ”Menantang” China
Kondisi itu membuat Bundeswahlleiter harus memastikan peraih suara terbanyak di tabel A menjadi anggota Bundestag. Masalahnya, Bundeswahlleiter juga harus memastikan partai di Bundestag melewati ambang batas terendah. Ambangnya adalah 5 persen dari keseluruhan suara sah.
Untuk mencari jalan tengah atas kondisi itu, jumlah kursi di Bundestag bisa membengkak. Pada pemilu 2013, ada tambahan 33 kursi dan pada pemilu 2017 malah ada tambahan 111 kursi. Pada pemilu 2021, jumlah tambahannya ditaksir bisa mencapai 71 kursi.
Jumlah kursi di parlemen akan menentukan partai mana yang dapat mencalonkan kanselir. Pada pemilu 2021, Jerman harus berganti kanselir karena Angela Merkel, yang sudah 16 tahun berkuasa, tidak mau melanjutkan jabatannya.
Dari sejumlah nama, kini ada tiga orang yang berebut menjadi pengganti Merkel. Mereka adalah Armin Laschet dari Uni Demokratik Kristen (CDU), Olaf Scholz dari Partai Sosialis Demokrat (SPD), dan Annalena Baerbock dari Partai Hijau. Hanya tiga partai itu yang terus menerus berada di daftar teratas berbagai jajak pendapat.
Dalam jajak pendapat pada pertengahan September lalu, SPD berada di posisi teratas dengan 26 persen. CDU dan Partai Hijau secara berurutan 21 persen dan 16 persen. Penurunan peluang keterpilihan CDU terjadi selepas Laschet terpilih sebagai ketua partai itu pada Januari 2021. Dari 36 persen pada September 2020, kini elektabilitas CDU terpangkas hampir separuh.
Jika tren itu bertahan, SPD berpeluang menjadi peraih suara terbanyak di Bundestag. Namun, SPD tidak bisa sendirian membentuk pemerintahan. Demikian pula CDU/CSU dan Partai Hijau.
Berdasarkan sejumlah jajak pendapat, SPD diperkirakan hanya akan meraih 208 kursi di Bundestag. Adapun CDU/CSU dan Partai Hijau ditaksir meraih secara berurutan 178 dan 141 kursi. Padahal, partai atau gabungan partai harus mempunyai sekurangnya 300 kursi di Bundestag untuk bisa mengusung kanselir. Karena itu, partai-partai harus berkoalisi, seperti dilakukan CDU/CSU dan SPD untuk membentuk pemerintahan 2017-2021.
Jika kembali berkoalisi untuk pemerintahan 2021-2024, berdasarkan taksiran, mereka akan mempunyai 373 kursi. Bedanya, kali ini kanselir bukan dari CDU/CSU. Jika berhasil membangun koalisi, kader SPD akan menduduki kursi kanselir keempat kalinya sejak 1949 setelah Willy Brandt, Helmut Schmidt, dan Gerhard Schroeder.
China dan Eropa
Jerman di bawah Schmidt membuat terobosan yang tidak terbayangkan dilakukan oleh pemimpin Barat, yakni mengunjungi China. Schmidt menemui Mao Zedong di Beijing. Ia juga menemui Deng Xiaoping yang menggantikan Mao. Pengganti Schmidt, Helmut Kohl dari CDU, malah mendorong investasi besar-besaran dari Jerman ke China.
Para pengganti Schmidt dan Kohl juga terus-menerus menjaga hubungan dengan China. Jerman mendorong konsep wandel durch handel, mengubah melalui perdagangan. Berlin percaya perubahan di Beijing tidak bisa dipaksakan melalui perangkat selain perdagangan.
Sembari berdagang, Berlin bisa mendorong Beijing berubah ke arah yang lebih baik menurut standar Jerman dan negara Eropa lainnya. Di masa kepemimpinan Jerman, Uni Eropa menandatangani perjanjian dagang dengan China (CAI), Desember 2020. China menjadi mitra dagang terbesar Jerman sejak 2005, tahun saat Merkel mulai menjadi kanselir.
Baca Juga: Partai Persatuan Kristen Demokratik Sepakati Pengganti Angela Merkel
Konsep itu kerap kali mengundang kritik. Sebab, China dipandang tidak berubah. Sebaliknya, Beijing disebut malah berusaha mengubah tatanan internasional dengan memanfaatkan kekuatan ekonomi dan militernya.
Tidak hanya dari luar Jerman, kritik juga berdatangan dari Jerman. Karena itu, tiga bakal calon utama pengganti Merkel tidak pernah secara tegas menyebut kebijakan Jerman atas China jika mereka terpilih menjadi kanselir.
Baerbock tidak mau mengambil risiko partainya kehilangan dukungan karena tidak mau menekan Beijing soal perubahan iklim. Secara agregat, kini China menjadi penghasil utama gas rumah kaca yang memicu perubahan iklim. Jajak pendapat yang menunjukkan Partai Hijau berpeluang meraih 141 kursi Bundestag menunjukkan isu perubahan iklim semakin diperhatikan pemilih Jerman.
Harapan agar Berlin lebih tegas terhadap Beijing juga ditunjukkan dunia usaha dan kelompok pekerja yang cenderung memilih CDU/CSU dan SPD. Hampir seluruh pemilih Jerman berharap Berlin lebih tegas kepada Beijing.
Bukan hanya dengan China, hubungan Jerman dengan Eropa pun bisa terdampak. Dalam sejumlah jajak pendapat, hampir 40 persen warga Jerman menyatakan tidak masalah jika nasionalisme kembali naik di negara mereka. Mereka juga merasa tidak masalah jika Jerman lebih otonom dari UE.
Akan ada banyak kesulitan bagi Uni Eropa tanpa Jerman yang berkomitmen penuh pada organisasi kawasan itu. Lembaga kajian Eropa, ECFR, menyebut bahwa kepemimpinan Jerman di UE akan melemah tanpa Merkel. Pemerintah Jerman hasil pemilu 2021 butuh strategi lebih dari yang dilakukan Merkel jika Berlin ingin mempertahankan kepemimpinan di Uni Eropa,
Kepemimpinan Berlin di UE memang tercatat panjang. Berbagai penyatuan UE didorong oleh Berlin. Jerman didengar UE antara lain karena berstatus sebagai anggota dengan produk domestik bruto (PDB) dan militer terbesar.
Jerman bukan hanya memimpin, melainkan juga menyatukan Eropa dengan pihak-pihak di luar Eropa. Tidak hanya China, Jerman juga berusaha terus menjembatani Eropa Barat dengan Amerika Serikat, Rusia, dan Asia.
Schmidt hingga Merkel melakukan peran itu. Belum diketahui apakah Laschet, Scholz, atau Baerbock akan melanjutkan peran itu. (AFP/REUTERS)