Keempat kandidat mengusung topik peningkatan kesejahteraan rakyat meskipun dengan sudut pandang yang berbeda-beda. Taro Kono saat ini merupakan kandidat terpopuler.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
TOKYO, JUMAT — Pemilihan Ketua Umum Partai Demokrat Liberal atau LDP Jepang masih mengalami dinamika. Pada Jumat (17/9/2021), partai yang menguasai parlemen ini mengumumkan nama empat calon ketua. Selain menjadi ketua umum LDP, mereka juga memperebutkan kursi perdana menteri di ”Negara Matahari Terbit” ini.
Perubahan terjadi pada Kamis karena Seiko Noda (61) berhasil mengumpulkan tanda tangan 20 anggota LDP sehingga boleh mengikuti pemilihan ketua partai. Adapun Menteri Pertahanan 2007-2008 Shigeru Ishiba mengundurkan diri dari laga dan menyatakan dukungan kepada Taro Kono (58), Menteri Urusan Vaksinasi Covid-19.
Pemilihan ketua LDP kali ini menarik karena menghadirkan calon laki-laki dan perempuan secara seimbang, sama-sama dua orang. Selain Noda dan Kono, calon yang ikut mengadu untung ialah Fumio Kishida (64) dan Sanae Takaichi (60). Semuanya pernah menjabat sebagai menteri dalam periode yang berbeda selama masa pemerintahan Perdana Menteri Shinzo Abe.
Berdasarkan pengumuman dari LDP tersebut, per Jumat masa kampanye keempat kandidat resmi dimulai. Secara umum, mereka semua mengusung topik peningkatan kesejahteraan rakyat meskipun dengan sudut pandang yang berbeda-beda.
Pemilihan umum akan berlangsung pada 29 September. Sebanyak 766 anggota LDP akan memberikan suara. Mereka tidak hanya anggota partai yang sedang duduk di kursi Diet—istilah untuk parlemen Jepang, tetapi juga para pengurus partai di dewan pimpinan daerah.
Kono populer
Dilansir dari surat kabar Kyodo, Kono saat ini merupakan kandidat terpopuler. Selain Ishiba, ia juga didukung Perdana Menteri Jepang saat ini, Yoshihide Suga. Awalnya, publik mengira kepopuleran Kono akan memudar karena dikaitkan dengan Suga yang dinilai tidak mumpuni menangani pandemi Covid-19.
Beberapa contoh ketidakpuasan masyarakat terhadap Suga ialah lambannya proses vaksinasi Covid-19, mubazirnya jutaan dosis vaksin Moderna akibat tercemar logam, dan penyelenggaraan Olimpiade pada Juli-Agustus yang dituding mengakibatkan penambahan kasus Covid-19.
Ternyata, hasil kajian terhadap kader LDP menunjukkan Kono sangat populer, terutama di kalangan anggota berusia 40 tahun ke bawah. Kono lulus dari Universitas Georgetown di Amerika Serikat dan fasih berbahasa Inggris. Pembawaannya tidak sekaku politus Jepang pada umumnya.
Ia juga terkenal liberal, mendukung pengarusutamaan jender, bahkan tidak menolak konsep pernikahan sesama jenis. Senjata kampanye Kono ialah janji memutus birokrasi yang berbelit di Jepang, dimulai dari pengadaan layanan vaksinasi Covid-19.
Di kalangan anggota senior, Kishida lebih populer. Selama ini ia dikenal sebagai politikus yang kalem dan berbahasa halus. Visinya juga cenderung konservatif. Akan tetapi, ia mengusung kapitalisme untuk menyejahterakan penduduk.
”Selain rencana stimulus fiskal sebesar 30 triliun yen, kita juga harus membuat setiap rumah tangga mampu menghasilkan pendapatan lebih,” ujarnya, seperti dikutip harian Mainichi.
Di samping itu, Kishida juga menuai pujian di kalangan generasi tua LDP ketika mengatakan Jepang harus tegas kepada China agar tidak berbuat semaunya di perairan yang membatasi kedua negara. Ia mengusulkan menambah anggaran pertahanan agar lebih banyak kapal Jepang berpatroli.
Baca juga: Kishida Usulkan Kebijakan Keras terhadap China
Bertolak belakang
Dua calon perempuan memiliki kepribadian yang bertolak belakang walaupun dari satu partai dan sama-sama pernah menjabat di kabinet Shinzo Abe. Noda pernah menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Menteri Urusan Pos. Ia terkenal sebagai pegiat kesetaraan jender dan mendukung rancangan undang-undang berisi, antara lain, perempuan yang telah menikah boleh memilih tidak memakai marga suami.
”Saya berjanji untuk mengedepankan kemajemukan masyarakat Jepang. Jika terpilih, kabinet saya setengahnya akan berisi perempuan,” tutur Noda, yang juga menyasar komunitas minoritas etnis, jender, dan orientasi seksual untuk kampanyenya.
Sebaliknya, Takaichi terkenal sangat konservatif. Ia berpendapat perempuan wajib memakai marga suami. Ambisi Takaichi ialah membentuk militer lengkap Jepang, bukan hanya pasukan pertahanan. Ini berarti konstitusi Jepang harus diamendemen.
Pascakekalahan pada Perang Dunia II, pada tahun 1947 Jepang mengeluarkan konstitusi yang menyatakan negara itu tidak akan memiliki militer. Mereka hanya boleh memiliki pasukan pertahanan.
Takaichi juga seorang ultranasionalis dan sering beribadah di Kuil Yasukuni yang merupakan monumen Perang Dunia II. Akibatnya, ia tidak populer di Korea Selatan dan China yang mengalami kekejaman tentara Jepang semasa perang. (AP/Reuters)