Diplomasi Indonesia Bergantung pada Citra Indonesia
Pelaksanaan diplomasi ekonomi sudah berkembang tidak hanya meningkatkan sektor perdagangan, investasi, dan pariwisata, tetapi juga meluas hingga bisa berkontribusi memperkuat kedaulatan Indonesia.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
LUKAS - BIRO PERS SEKRETARIAT PRESIDEN
Presiden Joko Widodo menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi Informal Kerja Sama Ekonomi Asia Pasifik secara virtual dari Istana Negara, Jakarta, Jumat (16/7/2021).
JAKARTA, KOMPAS — Pelaksanaan diplomasi ekonomi sudah berkembang tidak hanya untuk meningkatkan sektor perdagangan, investasi, dan pariwisata, tetapi meluas hingga bisa berkontribusi memperkuat kedaulatan Indonesia. Hanya saja, diplomasi ekonomi baru akan berhasil jika potensi Indonesia juga menjanjikan dari sisi peluang bisnis, daya saing, dan indeks korupsi. Kesiapan dalam negeri ini yang akan mendukung diplomasi ekonomi yang dimotori oleh para ”agen promosi dan penjualan” di luar negeri, seperti diplomat.
Hal ini mengemuka dalam webinar Peluncuran dan Bedah Buku Penerbit Buku Kompas berjudul ”Diplomasi Ekonomi untuk Meningkatkan Daya Saing Bangsa” karya Prof Dr AB Susanto yang diadakan oleh The Jakarta Consulting Group dan UPN Veteran Jakarta, Jumat (17/9/2021). Ikut hadir para penanggap buku ini antara lain Makarim Wibisono (Duta Besar RI untuk PBB tahun 2004-2007), Darmansjah Djumala (Dubes RI untuk Austria dan PBB), Albert Matundong (Dubes RI untuk Portugal tahun 2005-2007), Tantowi Yahya (Dubes RI untuk Selandia Baru, Samoa, dan Kerajaan Tonga), dan Shanti Darmastuti (pakar diplomasi ekonomi di UPN Veteran Jakarta).
Makarim Wibisono mengingatkan, citra atau reputasi sebuah negara menjadi faktor penentu dalam pembelian barang atau jasa. Oleh karena itu, Indonesia harus menciptakan citra yang konstruktif. Apalagi, mengingat Indonesia tengah menghadapi banyak persoalan, antara lain kinerja ekspor yang mundur karena terkendala masalah krisis keuangan dunia, daya saing yang kurang, dan menurunnya harga komoditas internasional. Investasi juga belum memadai dan tekanan beban utang luar negeri pun berat. Belum lagi urusan persaingan usaha dengan Vietnam, Thailand, dan China yang kian sengit.
Meski memiliki banyak masalah, tetap ada peluang dalam percaturan ekonomi global dan Indonesia bisa menawarkan diri menjadi alternatif tempat investasi dunia. Hanya saja, kata Makarim, perlu ada perbaikan infrastruktur, pemberian insentif, menaikkan jaminan keamanan, dan penegakan aturan hukum serta penyelesaian sengketa investasi. ”Perlu koordinasi nasional yang lebih kuat dan langsung karena hubungan kekuasaan tidak lagi ditentukan kekuatan militer, tetapi ekonomi,” ujarnya.
Krisis ekonomi dunia dan keuangan global akibat pandemi Covid-19 menimbulkan tekanan berat pada perekonomian nasional. Peran diplomasi ekonomi penting dan ini sudah disadari sehingga menjadi prioritas dalam politik luar negeri Indonesia. Kebijakan dan strategi ekonomi yang terpadu dan terencana menentukan arah pelaksanaan dan efektivitas diplomasi ekonomi Indonesia.
”Di sini peran penting agen-agen promosi di luar negeri, seperti diplomat dan pusat promosi perdagangan, untuk mempertemukan penjual dan pembeli, membuat pameran perdagangan, dan e-commerce,” kata Makarim.
Untuk mempromosikan Indonesia, sebaiknya mengidentifikasi perusahaan-perusahaan yang menjadi target terlebih dahulu. Dan, ini dimulai dari perusahaan yang masuk dalam prioritas investasi dalam negeri. ”Kita harus tahu prioritas dalam negeri apa saja. Jangan berlebihan saat berpromosi atau memberi janji-janji yang tidak realistis yang tidak sesuai dengan kondisi dalam negeri,” kata Makarim.
KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA
Pariwisata Bali menyepi akibat dampak pandemi Covid-19, kawasan Kuta, Kabupaten Badung, menjadi lengang. Suasana di Jalan Poppies II, Kuta, Kamis (17/6/2021), masih lengang karena sepi tamu.
Tantowi Yahya juga mengingatkan, pendekatan politik, sosial, dan budaya bisa berkontribusi besar pada keberhasilan diplomasi ekonomi. Untuk itu, pemahaman mengenai aspek geopolitik dan geostrategis memegang peranan penting. ”Diplomasi ekonomi dihadapkan pada situasi multidimensional dan faktor ekonomi tak bisa dilepaskan dari aspek hubungan internasional lainnya,” ujarnya.
Shanti Darmastuti menambahkan, diplomasi ekonomi dalam kerja sama ekonomi dirancang untuk meningkatkan akses pasar, investasi, teknologi, dan daya saing tenaga kerja terampil yang dibutuhkan untuk pembangunan nasional. Selama ini diplomasi ekonomi menghadapi banyak tantangan, antara lain koordinasi dan konsolidasi di dalam negeri, proses negosiasi dalam kerja sama ekonomi, dan proses pemantauan serta evaluasi diplomasi ekonomi.
”Demi keberhasilan diplomasi ekonomi, perlu pemetaan potensi ekonomi negara tujuan dan melibatkan para pemangku kepentingan domestik, baik lembaga kementerian, sektor swasta, asosiasi, lembaga kajian, akademisi, maupun LSM,” ujarnya.