Aliansi Militer AS-Inggris-Australia Bisa Merusak Kawasan Bebas Senjata Nuklir Asia Tenggara
Amerika Serikat, Australia, dan Inggris membentuk pakta keamanan di Indo-Pasifik. Ini akan menimbulkan ketegangan kawasan karena melibatkan nuklir dan berposisi berhadap-hadapan dengan China.
Oleh
kris mada
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Perdana Menteri Australia Scott Morrison, dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengumumkan pembentukan pakta keamanan pada Kamis (16/9/2021) dini hari WIB. Pakta keamanan atau aliansi militer itu disebut Aukus.
Salah satu programnya adalah membantu Australia dalam pengadaan hingga delapan kapal selam bertenaga nuklir. Canberra menetapkan masa konsultasi hingga 18 bulan untuk pengadaan kapal-kapal itu. ”Kami akan tetap mematuhi semua kewajiban soal pembatasan (senjata) nuklir,” kata Morrison.
Ada pula pengadaan rudal Tomahawk buatan AS. Aukus juga akan meningkatkan kerja sama intelijen dan teknologi pertahanan di antara Canberra-London-Washington.
Sejumlah media Australia menyebut, Aukus telah dibahas di sela-sela pertemuan G-7 di Inggris beberapa bulan lalu. Meski punya perjanjian keamanan dengan Kanada dan Selandia Baru, AS-Australia-Inggris memilih tidak melibatkan dua mitranya tersebut dalam aliansi militer terbaru untuk kawasan Indo-Pasifik.
Menurut Biden, Aukus merupakan cara baru untuk menghubungkan sekutu AS di kawasan. Pakta itu juga memperkuat kemampuan berkolaborasi sekaligus menunjukkan tidak adanya perbedaan kepentingan di antara mitra AS di Atlantik dan Pasifik.
Sementara Johnson mengatakan, kerja sama itu akan membawa manfaat ekonomi bagi London. Ada banyak tenaga kerja dilibatkan dalam proyek terkait Aukus.
Oleh sejumlah pengamat domestik, Aukus dinilai akan menimbulkan ketegangan di kawasan, terutama karena dilibatkannya unsur tenaga nuklir. Selain itu, pakta ini akan meningkatkan rivalitas dengan China. Ini kontraproduktif untuk kepentingan negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Peneliti Senior Pusat Asia dan Globalisasi Sekolah Kebijakan Publik Lee Kuan Yew, Evan Laksmana, mengatakan, Aukus semakin mengikat negara di luar Asia Tenggara ke dalam kawasan. ”Aukus bisa membuat ketegangan kawasan memburuk,” kata Evan, di Jakarta, Kamis.
Meski belum ada bukti kuat, menurut Evan, Aukus bisa meningkatkan peluang salah perhitungan dalam situasi konflik atau ketegangan sehingga bisa mengarah pada penggunaan kekuatan militer. Dalam kondisi itu, Indonesia akan terdampak. Sebab, kapal selam nuklir dan aneka aset militer Australia pasti akan melewati Indonesia untuk bergabung dengan sekutunya yang terlibat konflik di utara Indonesia.
Sayangnya, Evan melanjutkan, Indonesia dan Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) tidak bisa berbuat banyak. Kerangka hukum dan kekuatan militer ASEAN tidak disiapkan untuk menghadapi keadaan ini. Traktat Bangkok sebagai salah satu instrumen ASEAN hanya melarang penggunaan senjata nuklir di kawasan. Australia menyatakan tidak akan menggunakan senjata nuklir.
Pengajar pada Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Arie Afriansyah, menyebut, Indonesia perlu menegaskan posisinya soal kapal selam bertenaga nuklir yang akan dibeli Australia. Indonesia terikat dengan Traktat Bangkok yang melarang penggunaan senjata nuklir di kawasan.
Indonesia terikat dengan Traktat Bangkok yang melarang penggunaan senjata nuklir di kawasan.
Soal kapal selam bertenaga nuklir yang akan dibeli Australia tersebut, Perdana Menteri (PM) Selandia Baru Jacinda Ardern menegaskan, kapal itu dilarang melintasi perairan Selandia Baru. ”Posisi Selandia Baru terkait larangan kapal bertenaga nuklir tidak berubah,” ujarnya.
Jacinda juga mengatakan, Wellington tidak diajak dan tidak berharap diajak terlibat dalam Aukus. Meski demikian, kerja sama keamanan dengan para pihak di Aukus akan terus berlanjut melalui forum lain. Bersama Kanada, Selandia Baru terlibat di Koalisi Panca Netra yang juga diikuti trio Aukus.
Direktur Kajian Keamanan pada Lowy Institute, Australia, Sam Roggeveen menyebut bahwa Aukus jelas diarahkan ke China. ”Sejauh ini, AS hanya berbagi teknologi (kapal selam bertenaga nuklir) dengan Inggris. Dengan fakta Australia dilibatkan, AS bersiap mengambil langkah baru untuk menghadapi tantangan China,” katanya.
Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Zhao Lijian, mengatakan, pembelian kapal selam itu akan memicu perlombaan senjata di kawasan. Ia juga menilai Aukus berusaha melemahkan kedamaian dan kestabilan kawasan. ”Komunitas internasional, termasuk negara tetangga, punya alasan untuk mempertanyakan komitmen (Australia) pada pembatasan nuklir,” ujarnya.
Mantan PM Australia Paul Keating juga mengkritik Aukus. Ia menyebut kesepakatan itu sebagai bukti baru tergerusnya kedaulatan Australia. Canberra akan semakin bergantung pada Washington.
”Jika AS dengan semua kekuatannya tidak bisa mengalahkan Taliban yang mengandalkan AK-47 di atas truk, apa peluangnya dalam perang terbuka melawan China, yang tidak hanya negara terbesar, tetapi juga mengendalikan dan memiliki wilayah terluas di Asia,” tulisnya di Sydney Morning Herald.
Ia mengingatkan bahwa China adalah kekuatan daratan, sementara AS lautan. AS perlu membentangkan pos pasukan di seluruh Indo-Pasifik untuk masuk ke Asia Timur.
Aukus juga memicu kemarahan sekutu AS di Eropa. Perancis paling terpukul oleh aliansi baru itu. Sebab, Aukus membuat Paris kehilangan kesepakatan 27 miliar dollar AS yang ditandatangani dengan Canberra pada 2016. Lewat kesepakatan itu, Perancis akan memasok kapal selam kepada Australia. Morrison mengatakan, keadaan sekarang berbeda dibandingkan dengan 2016. Oleh karena itu, Australia membutuhkan langkah berbeda pula.
Menteri Luar Perancis Jean-Yves Le Drian dan Menteri Pertahanan Perancis Florence Parly mengungkapkan kemarahan Paris terhadap Aukus. ”Keputusan ini bertolak belakang dengan kesepakatan dan semangat kerja sama di antara Perancis dan Australia, berdasarkan saling percaya terkait pembangunan industri dan teknologi pertahanan amat tinggi di Australia,” kata mereka.
Mereka amat menyesalkan pilihan AS yang memicu penyingkiran sekutu dan mitra Eropa, seperti Perancis dari kerja sama dengan Australia. Padahal, Paris merasa sebarisan dengan anggota Aukus dalam menghadapi tantangan di Indo-Pasifik. Mereka menyebut, Aukus semakin menegaskan pentingnya otonomi Eropa. ”Tidak ada lagi cara lebih jelas untuk mempertahankan kepentingan kita,” ujarnya.
Sejak beberapa waktu lalu, Perancis mendorong Eropa membuat tentara sendiri yang terpisah dari Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). Tentara Eropa dinilai diperlukan di tengah tantangan dan perkembangan terbaru.
Sementara Ketua Komisi Eropa Ursula von der Leyen mengatakan, tentara Eropa semakin dibutuhkan dengan perkembangan di Afghanistan. Uni Eropa beralasan, keputusan AS menarik tentara dari Afghanistan membuat mitranya tidak punya pilihan lain. Sebab, AS menempatkan tentara paling banyak di sana. (AFP/AP/REUTERS)