Korut Uji Coba Rudal Balistik Pertama dari Kereta Api
Rudal yang ditembakkan itu terbang sejauh 800 kilometer dan secara akurat mengenai sasaran di laut. Senjata tersebut ditembakkan dari kereta api yang melaju di wilayah pegunungan tengah Korut.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
SEOUL, KAMIS — Korea Utara, Kamis (16/9/2021) pagi, mengklaim berhasil menembakkan rudal balistik jarak pendek untuk pertama kalinya dari kereta api. Tindakan yang disebut sebagai upaya meningkatan ”kekuatan penggertak” itu diumumkan sehari setelah Korea Utara dan Korea Selatan saling menguji coba rudal balistik yang sama dan empat hari setelah Korut menguji rudal jelajah jarak jauh.
Media resmi Pyongyang, Kantor Berita Pusat Korea (KCNA), mengatakan, penembakan rudal balistik dari kereta api itu berasal dari latihan ”resimen rudal yang diangkut kereta api”. Senjata tersebut diangkut melintasi rel kereta api di wilayah pegunungan tengah Korut. Rudal yang ditembakkan itu terbang sejauh 800 kilometer dan secara akurat mengenai sasaran di laut.
KCNA menunjukkan apa yang tampaknya seperti dua rudal berbeda sedang melesat dari peluncur di kereta api. Kepulan asap dan pijaran bola api besar terlihat di darat di sepanjang rel yang dikelilingi hutan lebat ketika dua rudal tersebut melesat ke udara.
Peluncuran roket dengan kereta api sebagai landasan untuk pertama kalinya menggarisbawahi kembali betapa Korut terus berusaha membuat kemajuan dalam memobilisasi persenjataannya.
Peningkatan uji coba rudal negara tersebut memantik kembali ketegangan di semenanjung dan kawasan di tengah kebuntuan berkepanjangan dalam perundingan pembicaraan denuklirisasi Korut.
”Pak Jong Chon, anggota Presidium Biro Politik dan Sekretaris Komite Pusat Partai Buruh Korea, memandu uji tembak resimen rudal yang diangkut kereta api itu,” sebut KCNA.
Pemimpin tertinggi Korut, Kim Jong Un, tidak disebutkan menghadiri acara peluncuran rudal dari kereta api tersebut. Beberapa pejabat dari departemen terkait, perwira Tentara Rakyat Korea, dan peneliti ilmu pertahanan nasional ikut menyaksikan.
Militer Korea Selatan dan Jepang mengatakan bahwa dua rudal balistik jarak pendek yang ditembakkan Korut itu terbang sejauh 800 kilometer. Rudal kemudian mendarat di laut di dalam Zona Ekonomi Eksklusif Jepang, yang terletak di luar perairan teritorialnya. Terakhir kali rudal Korut mendarat di dalam zona yang sama pada Oktober 2019.
Pak Jong Chon, pejabat senior Korut yang dipandang berpengaruh dalam pengembangan rudal negara itu, mengatakan bahwa uji coba rudal jarak pendek dari kereta api itu berhasil dilakukan. Hal itu sejalan dengan ”desain dan niat strategis dan taktis” Partai Buruh yang berkuasa di Korut.
Saat kongres Partai Buruh atau Partai Pekerja yang jarang terjadi, Januari lalu, Kim bersumpah untuk meningkatkan penangkal nuklirnya demi menghadapi sanksi dan tekanan Amerika. Kim mengeluarkan daftar senjata yang ingin ditingkatkan kemampuannya, seperti rudal balistik antarbenua jarak jauh, kapal selam bertenaga nuklir, satelit mata-mata, dan senjata nuklir taktis.
Peluncuran rudal dari kereta api dilakukan empat hari setelah Korea Utara menguji coba rudal jelajah jarak jauh baru selama dua hari yang berakhir pada Minggu (5/9/2021). Pyongyang mengatakan, rudal-rudal itu ditembakkan untuk mencapai target sejauh 1.500 kilometer, jarak yang membuat semua instalasi militer Jepang, Korsel, dan AS di kawasan dapat dijangkau.
Menurut Pyongyang, rudal-rudal jelajah jarak jauh yang diuji coba terbaru pada akhir pekan lalu itu sedang dikembangkan untuk memiliki kemampuan nuklir. Kemarin, Korut dan Korsel juga saling menembakkan rudal balistik di tengah kebuntuan perundingan di Semenanjung Korea.
Korsel dilaporkan telah menembakkan rudal balistik dari kapal selam atau submarine-launched ballistic missile (SLBM), disaksikan langsung oleh Presiden Moon Jae-in. Bagi Seoul, ini uji rudal SLBM pertama. Moon dan pejabat teras lainnya menyaksikan rudal itu terbang dari kapal selam dan mencapai target yang ditentukan.
Kim Yo Jong, saudari paling berpengaruh dari Kim Jong Un, mengkritik Moon dan mengancam akan ”menghancurkan total” hubungan bilateral atas komentarnya saat mengawasi uji coba rudal.
Korsel, yang tidak memiliki senjata nuklir, telah mempercepat upaya untuk membangun senjata konvensionalnya, termasuk mengembangkan rudal yang lebih kuat. Moon, saat mengamati tes pada Rabu kemarin, mengatakan, kapasitas rudal konvensional Korsel yang berkembang akan berfungsi sebagai ”pencegahan yang pasti” terhadap provokasi Korut.
Kim tersinggung dengan Moon yang menggambarkan demonstrasi senjata Korut sebagai provokasi. Dia memberikan peringatan akan konsekuensi yang mengerikan dalam hubungan kedua Korea itu jika Moon melanjutkan apa yang dia gambarkan sebagai fitnah terhadap Korut.
Menurut Kim, Korut sedang mengembangkan kemampuan militernya untuk pertahanan diri tanpa menargetkan negara tertentu. Korut sering menuduh Korsel munafik karena memperkenalkan senjata modern sambil menyerukan pembicaraan untuk meredakan ketegangan antarkeduanya.
Kim Dong-yub, profesor di Universitas Studi Korea Utara di Seoul, mengatakan, foto-foto Korut menunjukkan bahwa rudal yang ditembakkan oleh Korut dari kereta api itu adalah senjata jarak pendek berbahan bakar padat. Senjata sejenis pertama kali diuji oleh Korut dari peluncur truk pada 2019.
Korut mencoba untuk memperluas sistem peluncuran rudal berkemampuan nuklir guna meningkatkan kemampuan bertahan mereka. Kim mempertanyakan apakah rudal dari kereta api itu berarti akan meningkatkan kemampuan militer Korut jika jaringan kereta api menjadi sasaran empuk selama krisis.
Dewan Keamanan PBB menjadwalkan pertemuan darurat mengenai peluncuran rudal Korut pada Rabu sore waktu New York atau Kamis pagi WIB, atas permintaan Perancis dan Estonia. Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menyatakan keprihatinannya atas peluncuran rudal Korut.
Dujarric menegaskan kembali bahwa ”keterlibatan diplomatik tetap menjadi satu-satunya jalan menuju perdamaian yang berkelanjutan dan denuklirisasi penuh yang dapat diverifikasi di Semenanjung Korea”.
Para ahli mengatakan, Korea Utara sedang membangun sistem senjatanya untuk memberikan tekanan kepada AS. Harapannya, Korut mendapatkan keringanan dari sanksi ekonomi yang sedang berjalan untuk memaksa Korut meninggalkan program nuklirnya.
Pembicaraan yang dipimpin AS tentang denuklirisasi Semenanjung Korea telah terhenti selama lebih dari dua tahun, yakni sejak 2019. Hal itu terjadi karena Washington menginginkan Pyongyang segera menghentikan program nuklir, diikuti pencabutan atau pengurangan sanksi. Pyongyang menginginkan sebaliknya. (AP/AFP/REUTERS)