Adang China, AS-Inggris Bantu Kapal Selam Bertenaga Nuklir untuk Australia
Amerika Serikat dan Inggris menyepakati bantuan kepemilikan kapal selam bertenaga nuklir untuk Australia, yang akan membantu mereka menjaga keamanan kawasan Indo-Pasifik. Rivalitas dengan China semakin menguat.
Oleh
Mahdi Muhammad
·5 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Pemerintah Amerika Serikat, Inggris, dan Australia, Rabu (15/9/2021), mengumumkan kerja sama lebih luas berupa kemitraan keamanan untuk kawasan Indo-Pasifik. Bentuknya bantuan kepemilikan kapal selam bertenaga nuklir bagi Australia. Keberadaan kapal selam bertenaga nuklir akan menambah kekuatan armada kapal selam Angkatan Laut Australia yang semuanya bertenaga diesel, khususnya untuk mengadang pengaruh China di Indo-Pasifik yang terus tumbuh.
Dalam pengumuman oleh Presiden AS Joe Biden, Perdana Menteri Australia Scott Morrison, dan PM Inggris Boris Johnson secara virtual dari tiga tempat terpisah, mereka menekankan Australia tidak akan menggelar kekuatan nuklir, tetapi menggunakan teknologi nuklir untuk mendukung sistem propulsi kapal selam itu. Tujuannya, untuk mengatasi ancaman di masa depan.
Biden mengatakan, ketiga pemimpin menyadari pentingnya memastikan perdamaian dan stabilitas di kawasan Indo-Pasifik dalam jangka panjang. ”Kita harus bisa menghadapi lingkungan strategis saat ini di kawasan dan bagaimana lingkungan itu berevolusi. Sebab, masa depan negara kita masing-masing dan seluruh dunia bergantung pada Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka, yang bertahan dan berkembang selama dekade mendatang,” katanya.
Morrison mengatakan, mereka berencana membangun kapal selam itu di Adelaide, Negara Bagian Australia Selatan. Dia juga mencoba meyakinkan bahwa Pemerintah Australia akan terus memenuhi semua kewajiban nonproliferasi nuklir.
Johnson menyebut kerja sama dan akuisisi teknologi nuklir kapal selam itu sebagai keputusan penting bagi Australia. Dia juga menyatakan, keputusan itu akan membuat dunia lebih aman.
Beberapa pejabat Pemerintah AS mengatakan, sistem propulsi yang didukung teknologi nuklir memungkinkan Royal Navy (Angkatan Laut Kerajaan) Australia mengoperasikan kapal selam ini lebih lama dan lebih tenang. Dengan teknologi ini, diyakini kapal selam tersebut bisa mencegah naiknya suhu konflik di seluruh kawasan Indo-Pasifik.
Para pejabat juga mengatakan, kemitraan yang disebut AUKUS itu juga akan melibatkan kerja sama di berbagai bidang, termasuk kecerdasan buatan dan teknologi kuantum.
Pemutusan kontrak
Saat ini, Royal Navy Australia memiliki enam kapal selam kelas Collins buatan Swedia yang digerakkan tenaga diesel, yaitu HMAS Collins, HMAS Dechaineux, HMAS Farncomb, HMAS Rankin, HMAS Sheean, dan HMAS Waller. Menurut rencana, Royal Navy tidak akan memperpanjang penggunaan HMAS Collins yang telah berusia 30 tahun.
Kemitraan tiga negara itu, menurut juru bicara Morrison, mengakhiri kesepakatan yang telah dicapai dengan produsen kapal selam Perancis, Naval Group, senilai 40 miliar dollar AS untuk membangun armada kapal selam baru, yang terdiri dari 12 kapal selam diesel.
Kesepakatan itu dinilai sebagai kesepakatan pertahanan paling menguntungkan di dunia. Namun, dalam perjalanannya, terjadi masalah dan penundaan pengerjaan proyek karena Canberra mensyaratkan penggunaan sebagian besar manufaktur dan komponen lokal Australia.
Dikutip dari laman ABCNews, ketidaksepahaman yang muncul antara kedua pihak membuat Pemerintah Australia melirik kapal selam Type 214 yang diproduksi perusahaan Jerman, TKMS. Kapal selam bertenaga diesel itu telah digunakan beberapa negara, di antaranya Korea Selatan, Portugal, dan Yunani.
Pakta kemitraan ini dinilai akan memberikan keuntungan bagi industri pertahanan AS. Beberapa perusahaan yang diperkirakan menangguk untung dari kemitraan itu di antaranya General Dynamics Corp dan Huntington Ingalls Industrie Inc. General Dynamics diketahui melakukan banyak pekerjaan desain kapal selam AS. Namun, untuk teknologi penting, seperti elektronik dan pembangkit listrik tenaga nuklir, dikerjakan oleh pihak lain, yaitu BWX Technologies Inc.
Biden mengatakan, mereka akan meluncurkan periode konsultasi selama 18 bulan mendatang untuk menentukan elemen program, mulai dari tenaga kerja, persyaratan pelatihan, hingga jadwal produksi serta memastikan kepatuhan penuh dengan komitmen nonproliferasi. Periode 18 bulan mendatang, dalam pandangan Inggris, juga akan membahas perincian tentang apa yang harus dilakukan setiap negara dan perusahaan yang terlibat di dalam kemitraan ini.
Keputusan Australia ini mengecewakan Pemerintah Perancis. Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Perancis menyesalkan keputusan Australia untuk menggunakan kapal selam AS dan Inggris dibandingkan dengan membelinya dari perusahaan Perancis.
”Ini adalah keputusan yang bertentangan dengan surat dan semangat kerja sama yang berlaku antara Perancis dan Australia,” kata Kementerian Luar Negeri Perancis dalam sebuah pernyataan.
”Memilih Amerika, yang mengarah pada terhentinya hubungan sebagai sekutu dan mitra Eropa yang sudah terjalin sangat lama di tengah tantangan di kawasan Indo-Pasifik, memperlihatkan sebuah inkonsistensi. Perancis tidak bisa tidak mencatat hal ini dan menyesalinya,” demikian pernyataan Kemenlu Perancis.
Para pejabat AS tidak memberikan kerangka waktu kapan Australia akan mengerahkan kapal selam bertenaga nuklir atau berapa banyak yang akan dibangun. Mereka mengatakan, karena Australia tidak memiliki infrastruktur nuklir, itu akan membutuhkan upaya berkelanjutan selama bertahun-tahun.
Sikap China
Washington dan sekutu-sekutunya tengah mencari cara untuk melawan kekuatan dan pengaruh China yang terus membesar, khususnya pembangunan kekuatan militer, tekanan terhadap Taiwan, serta peningkatan potensi konflik di Laut China Selatan.
Dalam pernyataan, baik Biden, Morrison, maupun Johnson tidak menyebut China sebagai alasan utama kemitraan itu. Bahkan, pejabat senior pemerintahan Biden yang memberi pengarahan kepada wartawan sebelum pengumuman mengatakan, langkah itu tidak ditujukan untuk melawan Beijing.
Namun, kemitraan itu segera menimbulkan reaksi dari Pemerintah China. Dalam pernyataannya, Kedutaan China di Washington mengatakan, negara-negara tidak boleh membangun blok eksklusif yang menargetkan atau merugikan pihak ketiga.
”Secara khusus, mereka harus melepaskan mentalitas Perang Dingin dan prasangka ideologis mereka,” katanya.
James Clapper, mantan direktur intelijen nasional AS, mengatakan kepada CNN, keputusan Australia adalah langkah berani Australia mengingat ketergantungan ekonominya pada China. ”Jelas China akan melihat ini provokatif,” ujarnya.
Senator Partai Republik Ben Sasse mengatakan, perjanjian itu mengirim pesan kekuatan yang jelas kepada Ketua Xi. ”Saya akan selalu memuji langkah konkret untuk melawan Beijing. Ini adalah satunya,” katanya.
Pengarahan resmi Pemerintah AS sebelum pengumuman menyatakan, Biden tidak menyebutkan rencana itu dalam istilah tertentu ketika berbicara dengan pemimpin China Xi Jinping via telepon, Kamis pekan lalu. Namun, dalam perbincangan itu Biden menggarisbawahi tekad untuk memainkan peran kuat di Indo-Pasifik.
Langkah itu diambil sebagai bagian dari ”konstelasi langkah yang lebih besar” di kawasan, termasuk kemitraan bilateral yang lebih kuat dengan sekutu jangka panjang, yakni Jepang, Korea Selatan, Thailand, dan Filipina. Begitu pula keterlibatan yang lebih kuat dengan mitra baru, seperti India, Filipina, dan Vietnam.
Pengumuman itu muncul sebelum Biden menjadi tuan rumah pertemuan langsung pertama para pemimpin kelompok negara Quad; Australia, India, Jepang, dan Amerika Serikat; yang dilihat Washington sebagai sarana utama untuk melawan Cina. (AFP/REUTERS)