AS menyatakan tetap terbuka menangani masalah nuklir Korut lewat jalur diplomasi. Namun, Washington hingga sejauh ini tidak menunjukkan kesediaan untuk melonggarkan sanksi terhadap Korut.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
TOKYO, SELASA — Negosiator terkemuka nuklir Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan menggelar pembicaraan di Tokyo, Jepang, Selasa (14/9/2021). Mereka merespons uji coba rudal jelajah jarak jauh Korea Utara yang oleh para ahli disebut senjata dengan kemampuan nuklir.
Pertemuan utusan nuklir tiga negara itu diadakan sehari setelah media Korea Utara (Korut) melaporkan Pyongyang berhasil menguji coba rudal jelajah jarak jauh yang terbang sejauh 1.500 kilometer ke sasaran di perairan internasional. Menurut para ahli, jarak tersebut mampu melampaui Korea Selatan (Korsel) dan Jepang.
Ketiga negara itu telah membahas cara untuk memecahkan kebuntuan perundingan dengan Korut mengenai senjata nuklir dan program rudal balistiknya. Terkait dengan program nuklirnya itu, Korut sudah lama dijatuhi sanksi internasional yang dipelopori Amerika Serikat (AS).
Meski masih di bawah sanksi, Korut menguji rudal jelajah jarak jauhnya, Sabtu dan Minggu lalu. Media-media Pemerintah Korut, Senin (13/9/2021), melaporkan, Pyongyang berhasil menguji coba ”senjata strategis yang sangat penting” di sebuah lokasi yang dirahasiakan.
Pengamat memperkirakan rudal-rudal jelajah jarak jauh Korut adalah senjata pertama Korut pada jenis itu dengan kemampuan nuklir. Kantor berita resmi negara itu, KCNA, sebelumnya mengatakan, rudal mencapai target di perairan internasional. Namun, para pakar menyebutkan, uji coba rudal Korut tersebut mengganggu negara-negara tetangga di kawasan.
”Perkembangan terbaru di DPRK adalah pengingat akan pentingnya komunikasi dan kerja sama yang erat dari ketiga negara,” kata Sung Kim, Utusan Khusus AS untuk Korea Utara, dalam sambutan pembukaannya, menyebut Republik Rakyat Demokratik Korea (DPRK), nama resmi Korut.
Dalam pertemuan dengan dua mitranya, Takehiro Funakoshi dari Jepang dan Noh Kyu-duk dari Korsel, Kim mengatakan, Washington tetap terbuka menangani masalah nuklir Korut lewat jalur diplomasi. Mereka sepakat bahwa ”dialog dan diplomasi sangat mendesak untuk menyelesaikan denuklirisasi lengkap di semenanjung Korea”, kata pernyataan Kemenlu Korsel.
Meski tidak didefinisikan dengan jelas, denuklirisasi telah menjadi tujuan sejak Presiden ke-45 AS Donald Trump dan Presiden Korsel Moon Jae-in bertemu Pemimpin Korut Kim Jong-Un pada 2018. Namun, Korsel dan AS juga membahas cara untuk melibatkan Pyongyang, termasuk kemungkinan proyek kemanusiaan bersama di Korut, seperti disampaikan Kemenlu Korsel, tanpa merinci.
Pemerintahan Presiden AS Joe Biden mengatakan, Washington tetap siap untuk terlibat dengan Pyongyang meski uji coba rudal jelajah jarak jauh tersebut sangat disesalkan. Namun, Washington hingga sejauh ini tidak menunjukkan kesediaan untuk melonggarkan sanksi terhadap Korut.
Sementara itu, Korut mengatakan tidak melihat adanya tanda-tanda perubahan kebijakan dari AS. Bahkan, Pyonguang menyebut isu-isu seperti sanksi serta latihan militer bersama yang kerap dilakukan AS dan Korsel sebagai persiapan untuk menyerang.
Laporan media resmi Korut menyebutkan, semua rudal yang diuji—tanpa menyebut jumlahnya—merupakan ”senjata strategis yang sangat penting”. Pengujian dua hari pada akhir pekan lalu dinilai berhasil dan memberi Korut ”alat pencegahan lain yang efektif” terhadap ”pasukan musuh”.
Pyongyang mengatakan, mereka mempertahankan program senjata nuklirnya agar mampu menangkis jika AS menginvasi atau menyerang mereka. Memang Pyongyang tidak dilarang mengembangkan rudal jelajah, yang sebelumnya juga telah diuji.
Park Won-gon, profesor Studi Korut di perguruan tinggi riset, Ewha Womans University, Seoul, mengatakan bahwa rudal-rudal yang diuji coba Korut kali ini dapat menimbulkan ancaman yang cukup besar, terutama terhadap negara-negara tetangga dekatnya. ”Sangat mungkin akan ada lebih banyak pengujian untuk pengembangan berbagai sistem senjatanya,” ujar Park.
Setiap pendekatan bersama AS, Korsel, dan Jepang untuk menghadapi Korut juga perlu mempertimbangkan China, pendukung utama negara itu. Menlu China Wang Yi dijadwalkan mengunjungi Seoul pekan ini dan mengadakan pertemuan dengan Menlu Korsel.
Kepala Sekretaris Kabinet Jepang Katsunobu Kato, Senin, mengatakan, rudal Korut dengan jangkauan hingga 1.500 km akan menimbulkan ancaman serius bagi perdamaian dan keselamatan Jepang serta wilayah sekitarnya. ”Kami sangat prihatin,” kata Kato sambil menyebutkan upaya Jepang untuk memperkuat kemampuan pertahanan misilnya. (REUTERS/AFP/AP)