Di Afghanistan, masih tertinggal banyak atlet putri yang terancam keselamatannya serta kaum perempuan yang hak berolahraga dan aktualisasi dirinya dirampas.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
ISLAMABAD, RABU — Pakistan menjadi negara yang menampung tim sepak bola putri Afghanistan. Mereka berhasil menyeberang melalui jalur darat di perbatasan Torkham. Tim sepak bola putri ini termasuk yang beruntung karena bisa keluar dari rezim Taliban. Di Afghanistan, masih tertinggal banyak atlet putri yang terancam keselamatannya serta kaum perempuan yang hak berolahraga dan aktualisasi dirinya dirampas.
”Selamat datang untuk tim sepak bola putri Afghanistan. Semoga di Pakistan mereka bisa terus berkarya dan berprestasi,” kata Menteri Informasi Pakistan Fawad Chaudhry ketika memberi pengumuman bahwa tim tersebut tiba dengan selamat, Rabu (15/9/2021).
Ketakutan perempuan Afghanistan ketika kelompok bersenjata Taliban merebut pemerintahan pada 15 Agustus lalu terwakili oleh unggahan mantan kapten tim sepak bola putri Afghanistan, Khalida Popal. Dalam unggahannya di media sosial, Popal yang kini berada di Denmark mengimbau rekan-rekannya agar segera menghapus akun media sosial dan membakar seragam olahraga mereka. Jangan sampai Taliban mengetahui bahwa mereka adalah perempuan berprestasi karena risikonya bisa kehilangan nyawa.
Pekan lalu, Wakil Ketua Komisi Budaya Taliban Ahmadullah Wasiq mengatakan kepada media Australia, SBS News, bahwa perempuan dilarang mempraktikkan olahraga. Semua tim putri akan dibubarkan. Menurut organisasi ini, olahraga dan perempuan tidak sesuai dengan budaya serta visi Emirat Islam Afghanistan. Apalagi, pertandingan olahraga selalu diliput media sehingga nanti perempuan akan terlihat mukanya. Sebaliknya, kaum laki-laki bebas memilih dari 400 jenis olahraga yang dipraktikkan di negara itu.
Sejauh ini belum ada penjelasan lebih lanjut apabila pendidikan jasmani akan tetap dilangsungkan di sekolah. Taliban mengatakan, perempuan boleh menempuh pendidikan hingga tingkat pascasarjana dengan syarat lokasi belajar dipisah antara laki-laki dan perempuan. Dosen laki-laki bisa mengajar mahasiswi secara daring dan peserta kuliah wajib memakai burkak ataupun cadar.
”Semoga olahraga di sekolah dan di kampus masih diperbolehkan, walaupun di ruang tertutup dan tidak ada pertandingan. Saya senang berolahraga karena di bidang ini saya bisa berekspresi,” kata seorang siswi yang menolak disebutkan namanya.
Keputusan Taliban itu menuai kritik keras dunia internasional. Beredar kabar bahwa Dewan Kriket Australia berniat memboikot tim putra Afghanistan. Menurut rencana, Australia dan Afghanistan akan bertanding kriket di kota Hobart, Negara Bagian Tasmania, pada November. Tim kriket putra Afghanistan masuk ke dalam sepuluh besar tim terbaik dunia. Mereka juga dijadwalkan mengikuti Piala Dunia Kriket pada 17 Oktober hingga 14 November di Uni Emirat Arab dan Oman.
”Tolong jangan boikot tim putra Afghanistan. Mereka juga korban dari situasi. Saat ini, tim putra mewakili Afghanistan untuk hal yang positif di tengah segala ketidakpastian,” kata Ketua Dewan Kriket Putri Afghanistan periode 2014-2020 Tuba Sangar. Ia kini mengungsi di Kanada.
Menurut Sangar, atlet-atlet kriket putri masih terus berusaha keluar dari Afghanistan. Mereka tengah mengumpulkan bantuan dari berbagai pihak, termasuk Dewan Kriket Internasional, agar bisa mengungsi. Setelah itu, akan dibahas rencana apakah anggota tim akan bermain secara profesional ke sejumlah tim di dunia atau tim putri Afghanistan akan tetap mewakili negara itu, tetapi berbasis di negara lain.
Media khusus gerakan dan kebijakan Olimpiade, Around the Rings, menerbitkan wawancara dengan Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Thomas Bach. Organisasi ini terus berusaha mengungsikan para atlet dari negara tersebut, terutama atlet putri.
Pada saat yang sama, Bach mengatakan tetap akan bekerja sama dengan Komisi Nasional Olimpiade Afghanistan, walaupun lembaga itu kini di bawah Taliban. Prinsip Olimpiade ialah olahraga merupakan hak bagi semua orang, terlepas jenis kelamin, suku bangsa, agama, dan status sosial ekonomi. Meskipun Taliban tidak adil kepada perempuan, IOC tidak bisa memberi sanksi dengan memboikot atlet putra.
”Kami sedang mencari jalan keluar bagaimana atlet yang memilih mengungsi bisa difasilitasi agar tetap berprestasi dan atlet yang memilih bertahan di Afghanistan karena alasan apa pun juga tetap bisa berkiprah,” kata Bach. (AFP/REUTERS)