Soal Konflik Israel-Palestina, Mesir Kembali Ingatkan Solusi Dua Negara
Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi mendorong upaya penyelesaian konflik Israel-Palestina dalam kerangka Solusi Dua Negara. Hal ini disampaikan saat bertemu dengan Perdana Menteri Israel Naftali Bennett di Kairo.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
KAIRO, SELASA — Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi kembali mendorong Solusi Dua Negara dengan garis perbatasan 1967 untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina. Perundingan Israel-Palestina juga perlu dijalankan lagi setelah terhenti sejak 2014.
Sisi menyampaikan itu kala menerima Perdana Menteri Israel Naftali Bennett, Senin (13/9/2021), di Kairo, Mesir. Sisi menekankan dukungan Mesir pada semua upaya perdamaian di Timur Tengah yang didasarkan pada Solusi Dua Negara dan resolusi internasional. Hal itu untuk memastikan kedamaian dan kesejahteraan kawasan.
Ia membahas pentingnya dukungan internasional pada upaya Mesir membangun ulang wilayah Palestina. Tidak kalah penting untuk memelihara gencatan senjata Israel-Palestina yang disepakati pada Mei 2021. Kesepakatan itu terwujud antara lain karena peran Kairo.
Pertemuan Sisi dan Bennett terjadi kala Israel-Palestina kembali saling serang. Dalam beberapa hari terakhir dilaporkan, beberapa roket diarahkan dari Gaza ke wilayah pendudukan Israel. Sebaliknya, di beberapa wilayah di Gaza jadi sasaran serangan udara Israel.
Dalam pertemuan di Kairo, Bennett tidak membahas soal Solusi Dua Negara atau perdamaian Israel-Palestina. Sebelum pertemuan itu, Bennett memang berkali-kali menyatakan tidak mau bertemu Presiden Palestina Mahmoud Abbas.
Bennett juga terus menolak membahas perundingan dengan Palestina.
Sikap hampir senada ditunjukkan Presiden Amerika Serikat Joe Biden. Berbeda dengan para pendahulunya, Biden sampai sekarang tidak kunjung menunjukkan rencananya untuk menyelesaikan masalah Israel-Palestina.
Bennett menyebut, muhibah ke Cairo sebagai wujud upaya Israel membuka diri kepada tetangganya. ”Israel terus membuka diri dan dasar pengakuan ini adalah perdamaian Israel-Mesir. Karena itu, kedua pihak perlu berusaha memperkuat hubungan ini dan hari ini kami lakukan,” ujarnya.
Dalam pertemuan itu, Bennett memilih menekankan pentingnya pelucutan Hamas. Salah satu caranya dengan memperketat penjagaan di pintu pelintasan yang menghubungkan Gaza dengan Mesir. Pintu pelintasan Rafah dinilai Israel kurang dijaga ketat. Penjagaan itu untuk memastikan tidak ada barang-barang yang bisa dipakai Hamas sebagai bahan pembuat senjata.
Bennett juga membahas soal pembebasan dua warga Israel yang ditahan Hamas, yakni Avera Mengistu dan Hisham al-Sayed. Mengistu merupakan warga Israel keturunan imigran Etiopia. Sementara Al Sayed merupakan warga Israel keturunan Arab. Mereka ditangkap Hamas kala memasuki Gaza dengan cara memanjat pagar yang dibangun Israel. Hamas menangkap Mengistu pada 2014 dan Al Sayed pada 2015.
Bennett juga meminta Hamas memulangkan sisa jenazah dua tentaranya yang tewas kala menyerbu Gaza pada 2014, Hadar Goldin dan Oron Shaul. Mereka bagian dari pasukan Israel yang menyerang Gaza dalam Operasi Perlindungan Pinggiran.
Dalam berbagai kesempatan, Tel Aviv meminta pemulangan dua warga dan sisa jenazah dua tentara tersebut sebagai bagian kesepakatan dengan Palestina. Kairo disebutkan berusaha membantu Tel Aviv mengurus pemulangan itu tanpa harus memicu perang baru di Gaza.
Selain soal Palestina, Sisi dan Bennett juga membahas sejumlah isu lain. Terkait isu bilateral, Sisi-Bennett membahas soal pengoperasian penuh pintu pelintasan Taba. Pintu ini menghubungkan Sinai di Mesir dengan Israel dan menjadi pintu pelintasan utama pelancong kedua negara. Selama pandemi Covid-19, pintu itu ditutup. Setelah pandemi terkendali, pintu itu dibuka secara terbatas. Sejak Senin, pintu itu dibuka penuh.
Maskapai Mesir, Egypt Air, juga direncanakan terbang beberapa kali per pekan dari Kairo ke Tel Aviv mulai Oktober. Jadwal pastinya akan dibahas lebih lanjut.
Sisi-Bennett juga membahas perkembangan di kawasan. Bennett menekankan pentingnya mencegah Iran memiliki senjata nuklir. Sementara Sisi memilih membahas perkembangan-perkembangan di Afrika.
Ia antara lain membahas soal proyek bendungan raksasa di Etiopia atau Grand Ethiopian Renaissance Dam (GERD). Sejumlah pihak khawatir, masalah itu bisa menjadi perang terbuka antara Mesir-Sudan dan Etiopia.
”Kami membahas GERD dan ada kesepahaman seiring upaya menyelesaikan isu ini melalui perundingan,” kata Sisi.
Mereka juga membahas soal Libya. Di sana, Mesir bersama sejumlah negara Arab menyokong Khalifa Haftar. Sementara Turki dan sejumlah negara lain menyokong pemerintahan di Tripoli. (AFP/REUTERS)