Qatar Ikut Desak Taliban Wujudkan Pemerintahan Inklusif
Desakan agar Taliban mewujudkan pemerintahan inklusif di Afghanistan terus menguat. Qatar, salah satu mitra terdekat Taliban, melontarkan seruan serupa. Tanpa pemerintahan inklusif, Afghanistan sulit keluar dari krisis.
Oleh
Kris Mada
·4 menit baca
KABUL, SENIN — Meski menjadi salah satu teman terdekat, Qatar tetap mendesak Taliban agar membentuk pemerintahan inklusif di Afghanistan. Pemerintahan yang hanya melibatkan satu pihak tidak akan membantu pemulihan Afghanistan.
Desakan disampaikan Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani dalam lawatan ke Kabul sejak Minggu (12/9/2021). Sebelum ke Afghanistan, Sheikh Mohammed berbicara antara lain dengan Menlu Iran Hossein Amirabdollahian dan Menlu Rusia Sergey Lavrov.
Di Kabul, Sheikh Mohammed bertemu dengan Penjabat Perdana Menteri Afghanistan Mohammad Hassan dan mantan Presiden Afghanistan Hamid Karzai. ”Pertemuan itu membahas cara mendorong perdamaian dan perkembangan terbaru di Afghanistan. Juga terkait pengoperasian Bandara Kabul serta menjamin kebebasan bergerak. Menteri Luar Negeri (Qatar) mendesak pejabat Taliban berhubungan dengan semua pihak dalam rekonsiliasi nasional,” demikian pernyataan Kemenlu Qatar.
Sebelumnya, desakan agar Taliban membentuk pemerintahan inklusif juga telah disampaikan oleh sejumlah pihak. ”Pengalaman menunjukkan bahwa pemerintahan yang tidak inklusif tidak berguna untuk stabilitas, perdamaian, dan kemajuan Afghanistan,” kata Amirabdollahian, pekan lalu, sebagaimana dikutip sejumlah media Iran dan Qatar.
Sekretaris Dewan Tertinggi Keamanan Nasional Iran Mayor Jenderal Ali Shamkhani mengaku khawatir pada pengabaian atas kebutuhan pembentukan pemerintahan inklusif di Afghanistan. Ia juga prihatin dengan intervensi asing dan penggunaan senjata dibandingkan dialog lintas suku dan kelompok di Afghanistan.
Sejak Taliban mengumumkan susunan kabinet pekan lalu, desakan agar Taliban membentuk pemerintahan inklusif semakin kencang. Kabinet baru, yang diklaim hanya sementara, dipandang menyimpan banyak masalah.
Pertama, sebagian anggota kabinet masuk dalam daftar buruan sejumlah negara. Kedua, keseluruhan mereka berasal dari Taliban meski kelompok itu bolak-balik menyatakan akan membentuk pemerintahan yang melibatkan semua pihak. Ketiga, anggota kabinet hanya diisi pria meski Taliban berkali-kali berjanji melibatkan perempuan dalam pemerintahan.
Kabinet pemerintahan Taliban diumumkan setelah Direktur Badan Intelijen Keamanan Pakistan (ISI) Letnan Jenderal Faiz Hameed bertandang ke Kabul pada awal September 2021. Selepas lawatan Hameed, dilaporkan ada serangan udara ke Panjshir yang tengah dikepung milisi Taliban. Padahal, Taliban diketahui tidak mempunyai angkatan udara.
Di media sosial, beredar rekaman percakapan yang menyebut Islamabad mendesak pemerintahan Afghanistan yang hanya diisi orang Taliban. Pakistan membantah ikut campur urusan dalam negeri Afghanistan.
Menlu Pakistan Mahmood Qureshi mengatakan, komunitas internasional perlu mengakui kenyataan di Afghanistan saat ini. ”Ada kesadaran bahwa komunikasi dan dialog dibutuhkan untuk pemahaman lebih baik. Ada keinginan berhubungan, bukan menggesa pengakuan,” ujarnya.
Taliban berbohong
Menlu Perancis Jean-Yves Le Drian menyebut, Taliban menunjukkan kebohongan lewat susunan kabinetnya. Paris memastikan tidak akan mengakui pemerintahan Taliban.
Paris mendesak Taliban mengizinkan siapa pun untuk meninggalkan Afghanistan tanpa dihambat, mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan, menghormati hak asasi manusia (HAM), serta memutus hubungan dengan Al Qaeda. Semua itu dinilai tidak dilakukan Taliban. ”Mereka jelas berbohong,” kata Le Drien.
Ia menegaskan, Perancis tetap mengakui Afghanistan sebagai negara. ”Kami mengharapkan tindakan dari Taliban. Mereka butuh terobosan ekonomi. Mereka butuh pengakuan internasional,” ujarnya.
Sementara para menlu dari Meksiko, Indonesia, Korea Selatan, Turki, dan Australia menekankan pentingnya penghormatan pada hak perempuan di Afghanistan. Hak kelompok minoritas juga harus dihormati. Semua pihak di Afghanistan juga diminta menyediakan akses bantuan kemanusiaan yang akan dikirim Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) dan lembaga-lembaga lain.
”Kami mendorong penguatan upaya penyediaan bantuan kemanusiaan untuk Afghanistan, serta semua pihak mengizinkan akses yang aman, segera, dan tidak terhalang bagi badan-badan PBB untuk menyediakan bantuan,” demikian pernyataan mereka.
Masalah kemanusiaan di Afghanistan menjadi perhatian banyak pihak. Iran termasuk pihak yang paling besar memberi perhatian dalam tersebut. Negara itu kini menampung hampir 4 juta pengungsi dari Afghanistan. Perkembangan terbaru di Afghanistan dikhawatirkan memicu gelombang baru pengungsian.
Rusia dan sejumlah tetangga Afghanistan di Asia Tengah juga mempunyai keprihatinan serupa. ”Ada puluhan ribu orang meninggalkan tanah air mereka demi mencari kehidupan yang damai. Kini, warga Afghanistan menjadi salah kelompok pengungsi terbesar di Eropa. Gelombang baru pengungsian juga sedang terjadi di Rusia dan sejumlah negara Asia Tengah,” kata Wakil Ketua Dewan Keamanan Rusia Dmitry Medvedev.
Menlu Rusia Sergey Lavrov mengatakan, perlu upaya bersama untuk mengurus masalah pengungsi Afghanistan. Banyak negara akan terimbas oleh perkembangan itu. (AFP/REUTERS)