FBI Buka Dokumen Serangan 9/11, Tidak Ada Bukti Keterlibatan Arab Saudi
Sejak serangan 9/11, tudingan terus diarahkan ke Riyadh dan Washington. Beberapa pihak di Washington dituduh menutupi keterlibatan Riyadh dan kesalahan pejabat AS. Dokumen FBI tak memperlihatkan bukti keterlibatan Saudi.
Oleh
KRIS MADA
·4 menit baca
WASHINGTON, MINGGU -- Amerika Serikat kembali membuka dokumen tentang peristiwa 11 September 2001 atau yang dikenal dengan 9/11. Seperti dokumen sebelumnya, dokumen kali ini tidak menunjukkan bukti keterlibatan Pemerintah Arab Saudi dalam peristiwa itu. Meski demikian, sejumlah pegawai Arab Saudi disebut terlibat dalam peristiwa 9/11.
Pada Sabtu (11/9/2021) malam waktu Washington atau Minggu dini hari WIB, Biro Investigasi Federal AS (FBI) mengungkap dokumen 16 halaman yang berasal dari pemeriksaan pada November 2015 dan berpusat di sejumlah orang. Dokumen disusun pada April 2016.
Dokumen April 2016 itu diumumkan atas perintah Presiden AS Joe Biden karena ada desakan dari keluarga korban dan pihak lain agar pemerintah mengungkap semua hasil pemeriksaan peristiwa 11 September 2001. Rabu pekan lalu, Kedutaan Besar Saudi di Washington menyatakan menyambut pengungkapan dokumen terkait peristiwa itu.
Dalam dokumen itu disebut lagi nama Fahad al-Thumairy dan Omar al-Bayoumi. Thumairy merupakan diplomat pada Konsulat Arab Saudi di Los Angeles, sementara Bayoumi dilaporkan sering mengunjungi konsulat itu.
Namun, tidak ada nama petinggi Saudi dalam dokumen. FBI juga tidak menunjukkan bukti bahwa pegawai Pemerintah Arab Saudi yang berhubungan dengan pelaku mengetahui rencana serangan.
Meski demikian, perwakilan keluarga korban peristiwa 11 September 2001 berkeras dokumen April 2016 menunjukkan keterlibatan Riyadh dalam peristiwa yang menewaskan hampir 3.000 orang itu. ”Dokumen ini, bersama berbagai bukti lain, menunjukkan Al Qaeda beroperasi di AS dengan dukungan Arab Saudi,” ujar Jim Kreindler, pengacara keluarga korban.
Dokumen April 2016 menyebut ada telepon antara pegawai Pemerintah Saudi dan sejumlah pelaku serangan. Mereka juga bertemu beberapa kali dengan Nawaf al-Hazmi dan Khalid al-Midhar. Di berbagai dokumen sebelumnya, Hazmi dan Midhar ikut membajak pesawat United Airline nomor 77 yang jatuh di dekat kantor Departemen Pertahanan AS atau gedung Pentagon di Virginia, pukul 09.37 waktu setempat.
Pesawat itu jatuh hampir 1 jam setelah American Airlines bernomor penerbangan 11 yang dibajak Mohammed Atta dan lima orang lain menabrak menara utara WTC di Manhattan, New York.
Dalam dokumen April 2016 juga disebutkan bahwa Thumairy merupakan diplomat pada Konsulat Arab Saudi di Los Angeles. Bayoumi dilaporkan sering mengunjungi konsulat itu. Kepada FBI, sejumlah pegawai pada konsulat Arab Saudi di Los Angeles menyebut Bayoumi amat dihormati dan mempunyai status lebih tinggi dari siapa pun di konsulat.
Sampai Agustus 2001, Bayoumi disebut sebagai mahasiswa program manajemen bisnis. Walakin, sejumlah pihak menyebut Bayoumi jarang ke kelas. Ia malah lebih sering hadir di konsulat dan tempat lain. Ia juga diketahui menerima kiriman bulanan dari perusahaan yang menjadi kontraktor Kementerian Pertahanan Arab Saudi.
Dalam laporan sebelum versi April 2016 dikeluarkan, terungkap bahwa kiriman untuk Bayoumi meningkat sejak Februari 2000. Pada bulan itu, ia pertama kali bertemu Midhar dan Hazmi yang datang dari Kuala Lumpur, Malaysia.
Pada Januari 2000, sebagaimana tercantum pada laporan Komisi 9/11, Midhar berada di Kuala Lumpur. Diduga, ia menghadiri pertemuan simpul Al Qaeda di sana. Sejumlah agen FBI sudah mendapat laporan soal pertemuan itu sejak awal 2001. Walakin, mereka belum bisa mengidentifikasi Midhar. Bahkan, Midhar bisa menerima visa untuk kembali masuk AS pada Juli 2001.
Laporan April 2016 tidak membahas lebih lanjut peran Khalid Sheikh Mohammed. Warga Pakistan itu ditangkap di Pakistan pada Maret 2003, lalu ditahan di Guantanamo. Dalam pemeriksaan, ia mengaku menjadi dalang serangan 11 September dan Bom Bali 2002.
Sikap Riyadh
Menteri Luar Negeri Arab Saudi Faisal bin Farhan mengatakan, negaranya menyambut keputusan AS untuk mengungkap dokumen penyelidikan serangan itu. "Dokumen itu jelas mengungkap tidak ada keterkaitan (Arab Saudi)," ujarnya.
Pada Rabu pekan lalu, Kedutaan Besar Arab Saudi di Washington DC menyatakan menyambut pengungkapan dokumen terkait peristiwa itu. “Sejak hari mengerikan 20 tahun lalu, pemimpin Arab Saudi terus meminta pengungkapan semua hal terkait hasil penyelidikan AS pada serangan tersebut," demikian pernyataan itu.
"Kerajaan terus mendorong transparansi terkait tragedi 11 September 2001. Tuduhan apa pun bahwa Arab Saudi terlibat dalam serangan 11 September dapat disebut palsu.”
“Seperti dibuktikan pemerintah AS di bawah (kepemimpinan) empat presiden, Kerajaan Arab Saudi teguh mengecam kejahatan tidak terperi kepada AS, sekutu, dan mitranya. Arab Saudi sangat tahu kejahatan Al Qaeda melalui ideologi dan tindakannya,” demikian dalam pernyataan tersebut.
Sejak serangan 11 September, tudingan terus diarahkan ke Riyadh dan Washington. Sejumlah mantan agen FBI menduga, beberapa pihak di Washington berusaha menutupi jejak keterlibatan Riyadh dan kesalahan para pejabat AS menjelang serangan.
Dalam laporan The New York Times disebut, Midhar sebenarnya sudah mulai masuk daftar pengawasan FBI sejak Januari 2001. Sementara pada Juli 2001, sejumlah agen FBI telah membuat rekomendasi soal penyelidikan jaringan teror di AS. Dalam rekomendasi itu, antara lain, tercantum anjuran memeriksa siswa sekolah-sekolah pilot di AS. Sebab, ada informasi sejumlah milisi kelompok teror sedang belajar di sejumlah sekolah pilot di AS. Namun, rekomendasi itu tidak pernah ditindaklanjuti.
Adapun tuduhan ke Riyadh, antara lain, diarahkan karena 15 dari 19 pembajak diketahui berkebangsaan Arab Saudi. Alasan lain, sebagaimana dalam laporan Komisi 9/11 yang disiarkan pada 2004, ada sejumlah yayasan di Arab Saudi yang diketahui mendanai kelompok teror.
Sampai Serangan 11 September, pendanaan kelompok teror memang bukan menjadi fokus penyelidikan AS dan sekutunya. Setelah peristiwa itu, Washington mulai menyelidikan pendanaan teror.
Salah satu obyek penyelidikan adalah Yayasan Islam Al Haramain (HIF). Yayasan itu didirikan di Riyadh pada 1988 dan mempunyai cabang di sedikitnya 50 negara, seperti Pakistan dan Afghanistan. Sejumlah menteri dan pejabat pemerintah Arab Saudi disebut menjadi pengurus HIF. Sebagian cabang HIF di luar negeri diketahui dikelola oleh pegawai pemerintah Arab Saudi.
Pada 2002, Riyadh menyebut ada penyalahgunaan kewenangan di sejumlah cabang di luar negeri. Istilah itu digunakan untuk menggambarkan cabang HIF diduga kuat mengalirkan dana untuk kelompok teror di luar negeri. (AFP/REUTERS)