Dengan Aturan Baru, Taliban Izinkan Perempuan Belajar hingga Pascasarjana
Taliban, penguasa baru Afghanistan, berjanji tidak akan kembali pada pemerintahan mereka, dua dekade lalu, yang melarang perempuan mengenyam pendidikan tiinggi.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
KABUL, MINGGU — Kelompok Taliban, penguasa baru Afghanistan, berjanji tidak akan kembali pada pemerintahan mereka, dua dekade lalu, yang melarang perempuan mengenyam pendidikan tinggi. Kelompok itu juga menyatakan, perempuan Afghanistan dapat meneruskan pendidikan hingga strata pasca-sarjana.
Walau demikian, seperti disampaikan Menteri Pendidikan Tinggi Taliban, Abdul Baqi Haqqani, pada konferensi pers di Kabul, Minggu (12/9/2021), ruangan kuliah akan dipisahkan berdasarkan jender. Para mahasiswi pun diwajibkan untuk mengenakan busana abaya dan nikab atau cadar, yang menutupi sebagian besar wajah, setiap hari di kampus.
Pengumuman tersebut disampaikan tak lama setelah Taliban membentuk pemerintahan baru dengan semua anggota kabinetnya adalah laki-laki. Pada Sabtu (11/9/2021), Taliban mengibarkan bendera di istana presiden untuk menandai dimulainya secara resmi pemerintahan baru.
Pengibaran bendera Taliban itu dilakukan pada hari yang sama saat Amerika Serikat memperingati 20 tahun serangan teroris Al Qaeda ke tanah Amerika. Pada 11 September 2001, teroris Al Qaeda membajak beberapa pesawat dengan dua di antaranya menabrak dua menara kembar World Trade Center (WTC) di New York.
Serangan tersebut menewaskan total 2.977 orang. Tak lama setelah itu, AS dan sekutu Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) menginvasi Afghanistan untuk menumbangkan kekuasaan Taliban. Invasi berlangsung hingga 30 Agustus lalu, tengah malam, yang ditandai penarikan penuh pasukan AS.
Dunia telah mengamati dengan cermat untuk melihat sejauh mana Taliban mungkin bertindak berbeda dari rezim pertama mereka (1996-2001). Selama pemerintahan jilid I itu, anak perempuan dan perempuan tidak mendapat pendidikan dan dikucilkan dari kehidupan publik.
Taliban juga melarang perempuan bekerja. Jika bepergian keluar rumah, perempuan harus ditemani oleh mahram atau suami dan pria anggota keluarganya. Taliban mengklaim, kini mereka berubah, termasuk dalam sikap terhadap perempuan.
Walau demikian, perempuan juga tidak sepenuhnya dapat menikmati kebebasan. Mereka masih dilarang berolahraga. Taliban juga masih telah menggunakan kekerasan dalam beberapa hari terakhir terhadap perempuan pengunjuk rasa yang menuntut persamaan hak atau emansipasi.
Pendidikan perempuan
Haqqani, yang juga salah satu anggota dari klan paling berpengaruh dalam kelompok Taliban, mengatakan bahwa kelompoknya tidak akan memutar kembali ke waktu 20 tahun yang lalu. ”Kami akan mulai membangun apa yang ada hari ini,” katanya.
Walau demikian, para mahasiswi akan menghadapi sejumlah pembatasan, termasuk aturan wajib berbusana yang menutupi seluruh tubuh dan sebagian besar wajah mereka. Haqqani mengatakan, jilbab akan menjadi busana wajib, tetapi dia tidak menentukan secara rinci, apakah ketentuan busana itu mewajibkan para mahasiswi menutup seluruh tubuhnya hingga wajah tidak kelihatan.
Menurut Haqqani, segregasi gender juga akan ditegakkan. ”Kami tidak akan mengizinkan anak laki-laki dan perempuan untuk belajar bersama,” katanya. ”Kami tidak akan mengizinkan pendidikan gabungan (laki-laki dan perempuan).”
Haqqani mengatakan, mata pelajaran yang diajarkan juga akan ditinjau. Meski tidak merinci, dia mengatakan, ingin agar lulusan universitas Afghanistan dapat bersaing dengan lulusan universitas di kawasan dan di seluruh dunia.
Kebijakan pendidikan tinggi yang baru Taliban itu menandakan perubahan dari praktik yang diterima sebelum perebutan kekuasaan. Perempuan berkuliah di universitas yang sama, pria dan perempuan belajar berdampingan, dan mahasiswi tidak harus mematuhi aturan berpakaian. Namun, sebagian besar mahasiswi tetap memilih untuk mengenakan jilbab.
Di sekolah dasar, anak laki-laki dan perempuan diajarkan secara terpisah, bahkan sebelum Taliban berkuasa. Di sekolah menengah, anak perempuan harus mengenakan tunik sampai ke lutut dan jilbab putih. Celana jeans, riasan wajah, dan perhiasan dilarang.
Taliban, yang menganut penerapan hukum syariah secara ketat, melarang musik dan seni selama masa kekuasaan mereka sebelumnya pada tahun 1996-2001). Kali ini televisi tetap ada dan saluran berita masih menampilkan perempuan presenter. Namun, pesan Taliban tidak menentu.
Dalam sebuah wawancara di TOLO News, Afghanistan, juru bicara Taliban Syed Zekrullah Hashmi mengatakan bahwa perempuan harus melahirkan dan membesarkan anak-anak. Walau Taliban tidak mengesampingkan partisipasi perempuan dalam pemerintahan, Hashmi mengatakan, ”Perempuan tidak perlu berada di dalam kabinet”.
Taliban merebut kekuasaan pada 15 Agustus dari pemerintah Afghanistan yang didukung Barat. Awalnya Taliban menjanjikan pemerintahan yang inklusif dan amnesti untuk mantan lawan mereka. Namun, banyak warga Afghanistan sangat takut pada Taliban karena rekam jejaknya yang buruk.
Aparat polisi Taliban telah memukuli wartawan Afghanistan dan membubarkan aksi protes perempuan dengan kekerasan. Mereka juga membentuk pemerintahan yang seluruhnya laki-laki, padahal awalnya menjanjikan akan mengundang perwakilan yang lebih beragam dan luas.
Perempuan di bandara Kabul
Sementara itu, kurang dari sebulan setelah Taliban merebut Kabul, perempuan bernama Rabia Jamal membuat keputusan sulit. Dia membuat keputusan berani untuk melawan kelompok Taliban dengan kembali bekerja di bandara, tempat dia sebelumnya bekerja. Ibu tiga anak berusia 35 tahun ini membutuhkan uang.
”Saya butuh uang untuk menghidupi keluarga saya,” kata Rabia, mengenakan setelan jas biru laut dan mengenakan make-up. ”Saya merasakan ketegangan di rumah.... Saya merasa sangat tidak enak,” katanya kepada AFP. ”Sekarang saya merasa lebih baik.”
Dari lebih dari 80 perempuan yang bekerja di bandara sebelum Kabul jatuh ke tangan Taliban pada 15 Agustus, hanya 12 yang kembali bekerja seperti sedia kala. Namun, mereka adalah bagian dari sedikit perempuan di Kabul yang diizinkan kembali bekerja. Taliban telah memberi tahu sebagian besar perempuan lainnya untuk tidak kembali bekerja sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Enam perempuan pekerja bandara berdiri di pintu masuk utama pada Sabtu (11/9/2021). Mereka bisa mengobrol dan tertawa sambil menunggu untuk memindai dan mencari perempuan calon penumpang yang sedang mengambil penerbangan domestik.
Kakak Rabia, Qudsiya Jamal (49), mengatakan bahwa pengambilalihan oleh Taliban telah ”mengejutkannya”. ”Saya sangat takut,” kata ibu lima anak yang menjadi penopang utama kehidupan ekonomi keluarganya.
”Keluarga saya takut pada saya. Mereka mengatakan kepada saya untuk tidak bekerja lagi, tetapi saya senang sekarang, bisa santai. Sejauh ini tidak ada masalah.”
Alison Davidian, perwakilan UN Women di Afghanistan, memperingatkan bahwa Taliban telah mengabaikan janji mereka untuk menghormati hak-hak perempuan Afghanistan. UN Woman adalah entitas Perserikaan Bangsa‑Bangsa untuk Kesetaraan Jender dan Pemberdayaan Perempuan. (AP/AFP)