Keheningan dan Duka Warnai Peringatan 20 Tahun Tragedi 9/11 di AS
Presiden AS Joe Biden dan Ibu Negara Jill Biden dijadwalkan mengunjungi situs-situs bekas serangan 9/11. Biden telah merencanakan peringatan 9/11 kali ini menjadi hari yang sangat penting dalam masa kepresidenannya.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·3 menit baca
NEW YORK, SABTU — Sebanyak enam momen mengheningkan cipta mewarnai peringatan 20 tahun Serangan 11 September 2001 atau 9/11 di kota New York, Amerika Serikat, pada Sabtu (9/11/2021) ini. Sepanjang 4 jam mulai pukul 08.30 waktu setempat, nama para korban tewas dalam tragedi yang merenggut jumlah korban jiwa hampir 3.000 orang itu dibacakan satu per satu.
Serangan 11 September 2001 dilakukan oleh kelompok Al Qaeda. Serangan itu secara resmi menewaskan 2.977 jiwa. Serangan itu dilakukan dengan cara membajak tiga pesawat sipil. Dua pesawat pertama dengan sengaja ditabrakkan pada dua menara kembar World Trade Center (WTC) di New York dan Pentagon di Arlington, dekat Washington DC.
Adapun di Shanksville, Pennsylvania, gelombang ketiga pembajak menabrak sebuah lapangan setelah para penumpang pesawat yang dibajak saat itu melawan. Pesawat United 93 itu lalu jatuh sebelum mencapai target yang diinginkan. Gedung Capitol AS di Washington dikatakan sebagai target serangan saat itu.
Presiden AS Joe Biden dan Ibu Negara Jill Biden dijadwalkan mengunjungi di setiap tempat kejadian. Biden telah merencanakan peringatan 9/11 kali ini menjadi hari yang sangat penting dalam kepresidenannya yang berusia hampir delapan bulan. Gedung Putih dalam pernyataannya menyebut peringatan itu adalah sebagai bentuk penghormatan dan pengenangan atas warga yang menjadi korban dalam peristiwa itu.
Gedung Putih dalam pernyataannya menyebut peringatan itu adalah sebagai bentuk penghormatan dan pengenangan atas warga yang menjadi korban dalam peristiwa itu.
Seperti diwartakan, Biden telah memerintahkan Departemen Kehakiman untuk membuka dokumen penyidikan Biro Investigasi Federal (FBI) terkait serangan Al Qaeda itu. Perintah eksekutif yang diteken Biden sepekan lalu itu menyebutkan, deklasifikasi dan perilisan dokumen harus rampung dalam enam bulan. ”Ketika saya mencalonkan diri sebagai presiden, saya membuat komitmen untuk memastikan transparansi mengenai deklasifikasi dokumen terkait serangan teroris 11 September 2001 di Amerika,” kata Biden dalam sebuah pernyataan.
Keluarga para korban menilai, Pemerintah AS, dalam hal ini FBI, telah berbohong, sengaja merahasiakan dokumen, atau menghancurkan bukti soal keterlibatan pejabat Arab Saudi dalam membantu teroris Al Qaeda. Seruan sebenarnya sudah disampaikan para kerabat korban sejak beberapa waktu setelah serangan Al Qaeda tersebut. Riyadh sudah berulang kali membantah hal itu.
Monica Iken-Murphy, salah satu warga AS, mengatakan, peringatan 20 tahun serangan 9/11 akan membangkitkan memori bagi banyak warga AS. Ia kehilangan suaminya yang berusia 37 tahun kala itu, Michael Iken, di WTC. Ia mengaku, bagi warga yang ditinggalkan orang-orang terkasih dalam tragedi itu, rasa sakit itu masih terasa hingga kini. ”Saya merasa tragedi itu baru saja terjadi,” katanya kepada AFP.
Serangan itu memang telah mengubah banyak hal di dunia. Pendiri kelompok Al Qaeda, Osama bin Laden, telah diburu dan dibunuh AS. Sebuah gedung pencakar langit baru yang menjulang tinggi telah muncul di atas Manhattan, menggantikan Menara Kembar WTC. Kurang dari dua pekan yang lalu, tentara AS terakhir meninggalkan bandara Kabul. AS mengakhiri apa yang disebut forever war atau perang tanpa akhir. Mengakhiri perang di Afghanistan merupakan langkah besar AS pascaserangan 9/11 terjadi.
Namun, alih-alih memimpin momen persatuan, Biden justru dihadapkan pada kegeraman sejumlah pihak di AS terkait evakuasi dari Kabul yang berantakan. Sedikitnya 13 tentara AS terbunuh dalam proses evakuasi itu. Mereka terbunuh dalam sebuah serangan bom bunuh diri yang terjadi di tengah kerumunan di dekat bandara Kabul. Sejumlah pendapat menyatakan, hal-hal itu adalah bentuk kegagalan dan kekalahan yang lebih luas bagi AS di tengah keputusan untuk menarik diri dari Afghanistan.
Bagi para kerabat lainnya yang menjadi korban serangan 9/11, peringatan hari peristiwa itu merupakan upaya untuk menjaga kenangan atas orang yang mereka cintai tetap hidup. Mereka tidak ingin agar peristiwa kelam itu terjadi lagi. ”Ini seperti Pearl Harbor,” kata Frank Siller, yang salah satu saudaranya, bernama Stephen—seorang anggota tim pemadam kebakaran—tewas di WTC.
”Biarlah orang yang sudah meninggal dapat beristirahat dengan tenang. Namun, Amerika tidak pernah melupakan Pearl Harbor dan Serangan 9/11,” kata Siller.