Setelah 7 Bulan, Biden dan Xi Akhirnya Bertemu di Sambungan Telepon
Setelah berbulan-bulan tak saling bicara, Presiden AS Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akhirnya berdialog melalui telepon. Tak ada kesepakatan di forum itu tapi keduanya berharap kompetisi tak berujung konflik.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
WASHINGTON, KAMIS — Setelah tujuh bulan tak berkomunikasi langsung, Presiden Amerika Serikat Joe Biden dan Presiden China Xi Jinping akhirnya berkomunikasi dan berdiskusi melalui telepon selama 90 menit, Kamis (9/9/2021). Keduanya membicarakan beragam isu strategis, mulai dari ekonomi, perubahan iklim, hingga pandemi Covid-19.
Dialog di antara keduanya ini seperti dialog pembuka saja. Tidak ada keputusan atau kesepakatan yang dibuat. Tidak ada pula rencana mengadakan pertemuan tingkat tinggi sebagai tindak lanjut.
Biden dan Xi ingin memastikan agar persaingan ketat di antara kedua negara adidaya itu tak berujung konflik. Untuk itu, keduanya sepakat untuk sering berkomunikasi melalui tim-tim di tingkat operasional.
Hubungan Amerika Serikat dan China mencapai titik terendah dalam beberapa dekade terakhir. Keduanya saling tuding dan saling lempar sanksi. Sejak menjadi Presiden AS, Januari lalu, Biden baru dua kali berbicara dengan Xi. Komunikasi pertama pada Februari lalu. Saat itu, keduanya juga membicarakan isu perubahan iklim, hak asasi manusia (HAM), dan transparansi asal-usul Covid-19.
Pada dialog kali ini, Xi menyinggung berbagai kebijakan AS terhadap China yang selama ini membuat posisi China sulit. Menjalin hubungan kembali antara AS dan China, bagi Xi, penting bagi masa depan dunia.
”Konfrontasi di antara kedua negara dengan perekonomian yang kuat ini bisa menjadi bencana bagi kedua negara dan dunia. China dan AS harus bisa mengelola hubungan dengan baik,” sebut stasiun tv China, CCTV, mengutip pernyataan Xi.
Xi juga menekankan kedua pihak sebaiknya melanjutkan dialog bilateral mengenai perubahan iklim, pencegahan epidemi, dan pemulihan ekonomi global dengan menghormati segala perbedaan yang ada. Dalam pertemuan itu, Biden juga menekankan perhatian dan kepentingan AS terkait isu perdamaian, stabilitas, dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik dan dunia.
Hubungan AS-China memburuk selama beberapa tahun terakhir akibat perang dagang yang diinisasi Presiden Donald Trump. AS juga selalu mengkritik isu pelanggaran HAM di China. Persaingan untuk menjadi yang terbaik di industri teknologi, perselisihan mengenai asal-usul Covid-19, dan isu keamanan siber menambah ketegangan hubungan.
Gedung Putih menjelaskan, dialog kedua pemimpin melalui telepon dilakukan karena melihat kebuntuan diplomatik kedua negara bisa berisiko tinggi. Persaingan ketat boleh saja, tetapi diupayakan dijaga supaya tak berubah menjadi konflik.
Setelah dialog melalui telepon ini, kedua belah pihak berharap bisa membuat semacam panduan agar hubungan keduanya bisa dikelola dengan lebih bertanggung-jawab.
Selama ini sebenarnya AS-China sudah mencoba menjalin hubungan kerja sama yang erat. Namun, hubungan di tingkat bawah berjalan kurang harmonis. Misalnya adalah ketegangan yang terjadi pada Maret lalu ketika Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dan penasihat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan, bertemu dengan sejumlah pejabat China, termasuk Kepala Urusan Luar Negeri Partai Komunis China Yang Jiechi, di Anchorage, Alaska.
Pada pertemuan itu, Yang menuding AS adalah negara yang justru gagal menangani persoalan HAM di dalam negerinya sendiri. Ini dilontarkan menanggapi tudingan AS terhadap pelanggaran HAM di China.
Sejak awal, Biden ingin membendung pertumbuhan dominasi China dengan menekan dan menyerang China di sejumlah isu. Di antaranya adalah pelanggaran HAM, persoalan praktik dagang, dan perilaku militer China yang kian agresif. Tekanan ini diperkuat AS dengan cara menggandeng negara-negara sekutunya. (REUTERS/AP)