Perlawanan terhadap HIV, TBC, dan Malaria Terganggu karena Covid-19
Penanganan terhadap HIV, tuberkulosis, dan malaria sama pentingnya dengan perlawanan terhadap pandemi Covid-19. Tes dan layanan terhadap penyakit-penyakit itu menurun akibat pandemi.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
Akibat pandemi Covid-19, segala upaya dunia melawan HIV, tuberkulosis (TBC), dan malaria sepanjang tahun 2020 berantakan. Tes HIV dan layanan pencegahan HIV lainnya juga melambat. Jika dibandingkan dengan 2019, jumlah orang yang bisa dijangkau untuk mendapatkan fasilitas pencegahan dan pengobatan HIV di tahun lalu turun 11 persen. Sementara tes HIV turun 22 persen. Ini menghambat upaya pengobatan baru di banyak negara.
Global Fund dalam laporannya, Rabu (8/9/2021), menyebutkan hal ini belum pernah terjadi sebelumnya. ”Dampak Covid-19 pada perlawanan terhadap HIV, TBC, dan malaria, serta komunitas yang kami sokong amat menyedihkan. Untuk pertama kalinya dalam sejarah Global Fund, hasil program kunci mengalami kemunduran,” kata Direktur Eksekutif Global Fund Peter Sands.
Dia menambahkan, meski tes dan layanan menurun di tengah pandemi, jumlah orang yang mendapatkan terapi antiretroviral untuk HIV naik 8,8 persen atau 21,9 juta pada 2020.
Dampak Covid-19 pada perlawanan terhadap TBC juga serupa. Jumlah orang yang menjalani pengobatan TBC turun 19 persen dan pengobatan bagi penderita TBC yang parah sampai 37 persen. Global Fund memperkirakan sekitar 4,7 juta orang menjalani pengobatan untuk TBC pada 2020. Jumlah ini berkurang 1 juta orang dibandingkan tahun sebelumnya.
Upaya memerangi malaria juga mengalami penurunan, meski tidak separah penurunan dalam penanganan HIV dan TBC. Kegiatan pencegahan malaria tetap stabil dibandingkan tahun 2019. Menurut Global Fund ini berkat adaptasi, ketekunan, dan inovasi tenaga medis. Jumlah kelambu antinyamuk yang dibagikan naik 17 persen atau diberikan kepada 188 juta orang dan penyemprotan antinyamuk naik 3 persen.
Pada tahun 2020, Global Fund menyalurkan 4,2 miliar dollar AS untuk memerangi HIV, TBC, dan malaria serta menyetujui tambahan dana 980 juta dollar AS untuk Covid-19. Sejak didirikan tahun 2002, Global Fund telah membantu 44 juta jiwa dan menekan angka kematian akibat AIDS, TBC, dan malaria hingga 46 persen.
Faktor risiko
Penanganan terhadap HIV sama pentingnya dengan perlawanan terhadap pandemi Covid-19. Apalagi ketika Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan HIV menjadi faktor risiko yang signifikan untuk infeksi Covid-19 yang parah. WHO mencatat adanya peningkatan kematian orang dengan HIV yang positif Covid-19 dan peningkatan jumlah orang dengan HIV yang Covid-19 parah hingga dirawat di rumah sakit. Di seluruh dunia kini terdapat sekitar 37 juta orang dengan HIV dan sekitar 45 juta orang tewas akibat HIV sejak awal pandemi AIDS.
Tim peneliti di WHO menganalisis data 15.500 orang dengan HIV yang dirawat di rumah sakit karena Covid-19. Usia rata-rata pasien 45,5 tahun dan lebih dari sepertiga dari mereka mengalami Covid-19 parah. Dari jumlah itu, 92 persen sudah menerima pengobatan anti-retroviral sebelum dirawat di rumah sakit.
”HIV tampaknya menjadi faktor risiko independen yang signifikan untuk penyakit parah atau kritis saat masuk rumah sakit dan kematian di rumah sakit,” sebut WHO dalam laporan yang dipresentasikan di Konferensi Internasional ke-11 Masyarakat AIDS tentang Sains HIV (IAS).
Presiden IAS Adeeba Kamarulzaman menjelaskan studi itu menunjukkan pentingnya memprioritaskan orang dengan HIV dalam program nasional vaksinasi Covid-19. Komunitas internasional didorong untuk segera memasok stok vaksin ke negara-negara yang prevalensi HIV-nya tinggi seperti di Afrika. ”Di seluruh Afrika, baru sekitar 3 persen penduduk yang sudah divaksinasi satu dosis dan 1,5 persen orang sudah disuntik vaksin lengkap,” ujarnya.
Program UNAIDS mengingatkan upaya penanganan HIV terganggu gara-gara pandemi. Di sebagian wilayah Afrika Selatan, tes HIV turun hingga 50 persen saat kebijakan pembatasan wilayah April 2020 dan sekitar 28.000 tenaga kesehatan dipindahtugaskan untuk menangani Covid-19. ”Kita gagal belajar dari pengalaman HIV. Banyak orang dengan HIV yang tidak mendapatkan obat dan tewas karena akses tidak adil pada obat,” kata Direktur Eksekutif UNAIDS Winnie Byanyima. (AFP)