Produk domestrik bruto Jepang tumbuh 1,9 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Capaian itu mengalahkan perkiraan median para ekonom, yakni tercatat tumbuh positif 1,6 persen.
Oleh
BENNY D KOESTANTO
·4 menit baca
TOKYO, RABU — Ekonomi Jepang tumbuh lebih tinggi dari perkiraan semula pada periode April-Juni dengan dorongan belanja modal yang solid. Namun, langkah lanjut pertumbuhan negara dengan perekonomian terbesar ketiga di dunia itu masih rentan akibat lambannya vaksinasi Covid-19 dan pembatasan sosial menghambat aktivitas sektor swasta.
Data produk domestik bruto (PDB) yang direvisi oleh Pemerintah Jepang dan dirilis pada Rabu (8/9/2021) menunjukkan ekonomi negara itu tumbuh 1,9 persen secara tahunan pada triwulan II-2021. Capaian itu mengalahkan perkiraan median para ekonom, yakni tumbuh positif 1,6 persen, dan perkiraan awal mengalami ekspansi sebesar 1,3 persen. Revisi ke atas disebabkan pengeluaran bisnis yang lebih baik dari perkiraan semula.
Pemulihan ekonomi global yang cepat telah mendorong belanja modal dan produksi pabrik-pabrik. Kondisi itu tidak sekadar mengimbangi, bahkan dapat menutupi tekanan pada aktivitas sektor jasa yang lemah. Meski demikian, pemulihan ekonomi Jepang dinilai tetap rapuh karena vaksinasi Covid-19 yang lambat. Baru 48 persen penduduk Jepang yang mendapatkan vaksinasi lengkap.
”Pemulihan Jepang tertinggal di belakang negara maju lainnya. Dengan demikian, pemulihan ekonomi sepenuhnya perlu menunggu setidaknya sampai awal tahun depan,” kata Takeshi Minami, kepala ekonom di Norinchukin Research Institute. Harapan ditumpukan pada pemerintahan baru sepeninggal Perdana Menteri Yoshihide Suga. Akhir pekan lalu, Suga menyatakan tidak akan ikut dalam pemilihan umum Partai Demokrat Liberal (LDP) dan otomatis mundur dari jabatan perdana menteri.
Di luar hal-hal terkait penanganan Covid-19 di Jepang, kondisi kurangnya ketersediaan cip global juga menjadi tantangan bagi ekonomi Jepang.
Di luar hal-hal terkait penanganan Covid-19 di Jepang, kurangnya ketersediaan cip global juga menjadi tantangan bagi ekonomi Jepang. Kondisi itu dapat menghambat produksi dan pengiriman mobil Jepang. Dari kawasan, tanda-tanda perlambatan yang terjadi pada ekonomi China juga dapat memberikan tekanan tersendiri bagi Jepang.
Tidak cukup
”Pertumbuhan 1,9 persen pada periode April-Juni tidak cukup untuk menutup penurunan hampir 4 persen yang terjadi pada Januari-Maret; (angka 1,9 persen) itu kurang dari setengahnya,” kata Yoshiki Shinke, kepala ekonom di Dai-ichi Life Research Institute. Shinke mengatakan, secara rata-rata pada paruh pertama tahun 2021 ini ekonomi Jepang dapat dikatakan stagnan.
Angka pertumbuhan PDB pada triwulan kedua Jepang diterjemahkan ke dalam situasi terjadinya ekspansi secara triwulanan. Besarnya 0,5 persen dengan melihat pada harga yang disesuaikan. Kondisi itu lebih baik dari proyeksi awal, yakni diperkirakan mencatat pertumbuhan 0,3 persen dan perkiraan median dengan kenaikan 0,4 persen.
Komponen belanja modal dari PDB Jepang tumbuh 2,3 persen pada periode April-Juni dibandingkan periode Januari-Maret. Capaian itu lebih besar dari perkiraan median untuk pertumbuhan 2,0 persen dan kenaikan awal 1,7 persen. Konsumsi swasta, yang menyumbang lebih dari setengah PDB Jepang, tumbuh 0,9 persen pada periode April-Juni dari tiga bulan sebelumnya.
Data itu naik sedikit dari perkiraan awal dengan kenaikan 0,8 persen. Adapun permintaan domestik menyumbang 0,8 poin persentase ke angka pertumbuhan yang direvisi pada triwulan II-2021. Sementara itu ekspor bersih, yakni nilai ekspor dikurangi impor, memangkas 0,3 poin persentase dari tingkat pertumbuhan pada triwulan sebelumnya.
Data terpisah pada Rabu menunjukkan survei oleh pengamat ekonomi. Disebutkan bahwa ukuran sentimen untuk sektor jasa di Jepang turun ke level terendah tujuh bulan pada Agustus dan pada laju tercepat sejak Februari 2020. Pemerintah juga menurunkan penilaian keseluruhan pengamat ekonomi, dengan mengatakan ”ada kelemahan dalam pemulihan karena efek Covid-19”.
Data PDB Jepang teraktual itu dirilis setelah data pengeluaran rumah tangga di negara itu sepanjang Juli lalu terlihat lebih lemah dari perkiraan. Kebangkitan kasus Covid-19 dinilai dapat mulai menghambat aktivitas konsumen lebih awal pada triwulan III-2021. Gelombang baru Covid-19 telah memaksa pemerintah memberlakukan keadaan darurat baru lewat pembatasan yang sekarang mencakup sekitar 80 persen dari populasi.
Pengeluaran rumah tangga di Jepang naik 0,7 persen secara tahunan pada Juli. Data itu adalah data terbaru setelah semula mencatat terjadinya penurunan 4,3 persen pada Juni. Namun, kenaikan moderat itu lebih lemah dari perkiraan pasar median untuk kenaikan 2,9 persen dalam jajak pendapat Reuters. Data itu sebagian juga mencerminkan terjadinya kontraksi tajam pada Juli 2020 karena konsumen menunda pengeluaran di tengah guncangan saat awal pandemi. (AFP/REUTERS)