Seiring era ekonomi hijau, Jepang mulai melakukan perubahan kebijakan. Jika tak ingin kehilangan peluang ekonomi dengan salah satu mitra dagang utama itu, Indonesia mempunyai waktu 20 tahun untuk bertransformasi.
Oleh
Mahdi Muhammad
·3 menit baca
Sebelum berkunjung ke Indonesia, Oktober 2020, Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga menyatakan, Indonesia adalah mitra strategis dan penting bagi Jepang. Ini tidak hanya berlaku di bidang politik, tetapi juga ekonomi hingga budaya. Suga berkeinginan agar hubungan Indonesia-Jepang diperkuat.
Jepang dan Indonesia telah mengarungi hubungan diplomatik selama lebih-kurang 70 tahun, sebuah hubungan yang erat dan saling menguntungkan. Namun, perubahan tatanan global dan tantangan perubahan iklim membuat Indonesia-Jepang harus mencari jalan keluar bersama-sama agar hubungan keduanya tetap berjalan pada koridor yang sama, yakni melestarikan kehidupan di Bumi dan tentu saja memberi manfaat positif bagi rakyat kedua negara.
Masa-masa sekarang, disebut Duta Besar Republik Indonesia untuk Jepang Heri Akhmadi, sebagai masa transisi. ”Saya selalu menyampaikan, tema besar hubungan Indonesia-Jepang ke depan adalah berbagi masa depan bersama. Hubungan Indonesia-Jepang sifatnya komplementer, dari sisi demografi, sumber daya alam, hingga teknologi,” kata Heri dalam bincang-bincang daring dengan harian Kompas, Jumat (3/9/2021).
Heri, yang merupakan anggota DPR dari Fraksi PDI-P tiga periode, 1999-2014, itu mengatakan, hubungan ekonomi kedua negara, khususnya perdagangan, terjalin sangat baik. Bahkan sekalipun di tengah pandemi, Indonesia tetap mencatatkan surplus. Namun, ia mengingatkan para pelaku usaha dan industri Indonesia agar mulai bersiap-siap menyesuaikan diri dengan kebijakan Pemerintah Jepang serta global.
Sampai saat ini, dua komoditas ekspor terbesar Indonesia ke Jepang ialah batubara dan gas. Sementara Pemerintah Jepang menargetkan bebas emisi per 2050. Pemerintah Jepang juga mulai menghentikan investasi baru yang menghasilkan karbon.
Artinya, Indonesia hanya memiliki waktu sekitar 20 tahun untuk melakukan transisi, mengubah komoditas ekspor energi yang selama ini menghasilkan karbon menjadi lebih ramah lingkungan. Kesempatan Indonesia untuk mengekspor energi tetap terbuka lebar sepanjang ramah lingkungan.
Dari sisi Jepang, Heri melanjutkan, peluang impor energi ramah lingkungan pun terbuka lebar. Salah satunya adalah amonia (NH3) dalam bentuk cair sebelum diolah kembali menjadi hidrogen. Selama ini, Toyota mengembangkannya sebagai sumber energi kendaraan listrik masa depan mereka (fuel-cell electrified vehicle atau FCEV).
Indonesia, yang masih memiliki cadangan batubara cukup besar, juga tetap bisa memanfaatkan bahan tambang itu dengan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan. Jepang, menurut Hery, memiliki teknologinya. Indonesia bisa bekerja sama untuk pemanfaatannya, termasuk meminta transfer teknologi.
Hubungan erat kedua negara dibuktikan dengan komitmen pemerintah dan beberapa perusahaan Jepang untuk melanjutkan usahanya di Indonesia. Otomotif, yang menjadi sektor investasi andalan Jepang di Indonesia, tetap menjadi sektor primadona para pengusaha Jepang.
Merujuk data KBRI Tokyo, dua perusahaan otomotif utama Jepang, yaitu Toyota dan Mitsubishi, berkomitmen menjadikan Indonesia pusat pengembangan kendaraan plug-in hybrid mereka serta pusat produksi untuk ekspor.
Heri mengatakan, sampai dengan 2024, Toyota mencanangkan investasi pada pengembangan kendaraan hybrid mereka di Indonesia senilai 2 miliar dollar Amerika Serikat (AS) atau sekitar Rp 28 triliun. Mitsubishi menanamkan modal 1 miliar dollar AS atau sekitar Rp 14 triliun untuk mengembangkan produk kendaraan hybrid-nya di Indonesia.
Selain itu, Pemerintah Jepang juga berkomitmen berinventasi melalui Indonesia Investment Authority (INA), lembaga penghimpun dana investasi yang dibentuk Pemerintah Indonesia. Menurut Heri, Pemerintah Jepang berkomitmen berinvestasi 4 miliar dollar AS atau sekitar Rp 57 triliun melalui lembaga itu.
Ketertarikan Pemerintah Jepang untuk berinvestasi tidak sebatas pada dua lembaga atau sektor tersebut. Ada dua sektor lain yang belakangan menarik investor Jepang, yakni infrastruktur dan properti. Ini sudah mulai jalan. (MAHDI MUHAMMAD)