Praktik pembatasan wilayah yang baru di Filipina dan Selandia Baru akan dibeda-bedakan untuk setiap daerah. Diyakini strategi tersebut akan lebih efektif mengendalikan Covid-19 dan tidak terlalu menghambat perekonomian.
Oleh
Luki Aulia
·3 menit baca
MANILA, SENIN — Untuk mencegah agar perekonomian tak ambruk, sejumlah negara, seperti Filipina dan Selandia Baru, akan melonggarkan sebagian kebijakan pembatasan wilayah secara nasional terkait pandemi Covid-19. Menurut rencana, kebijakan dan praktik pembatasan wilayah yang baru akan dibeda-bedakan untuk setiap daerah.
Kedua negara itu meyakini strategi tersebut akan lebih efektif mengendalikan Covid-19 serta tidak terlalu menghambat mobilitas dan kegiatan usaha.
Juru bicara kepresidenan Filipina, Harry Roque, Senin (6/9/2021), menjelaskan, kebijakan pembatasan yang berskala nasional ternyata merugikan secara perekonomian. Kebijakan ketat yang diberlakukan sejak bulan lalu itu akan berakhir pada Selasa.
Kebijakan yang lebih longgar akan diberlakukan hingga akhir September. Ini berarti warga boleh makan di restoran lagi dan kegiatan ibadah juga diperbolehkan, tetapi dengan kapasitas maksimal 10 persen. Rincian kebijakan baru itu akan diumumkan pada Selasa. ”Kebijakan baru ini akan diujicobakan di Manila dulu,” kata Roque.
Meski kebijakan sudah dilonggarkan, Roque mengingatkan masyarakat untuk tetap mempraktikkan protokol kesehatan. Pasalnya, kasus harian Covid-19 dalam 30 hari terakhir menyumbang lebih dari seperlima dari total jumlah kasus Covid-19 di Filipina yang mencapai 2,1 juta kasus dan 34.000 orang di antaranya meninggal. Sampai sejauh ini, baru sekitar 19 persen penduduk dari 110 juta total penduduk Filipina yang sudah divaksinasi lengkap.
Tetap siaga
Sama seperti Filipina, Selandia Baru juga akan melonggarkan kebijakannya mulai Selasa malam, tetapi mengecualikan Auckland karena tingginya jumlah kasus Covid-19. Sekitar 1,7 juta warga Auckland masih tidak boleh keluar rumah sampai satu pekan ke depan.
Perdana Menteri Selandia Baru Jacinda Ardern menjelaskan, sekolah sudah boleh beroperasi kembali untuk pertama kalinya dalam tiga pekan ini. ”Kasus mulai bisa dikendalikan, tetapi ancaman Covid-19 masih tinggi. Kita masih harus siaga dan tidak boleh lengah,” kata Ardern.
Kebijakan dilonggarkan, tetapi tetap dibatasi, misalnya orang boleh berkumpul di dalam ruangan tetapi dibatasi maksimal 50 orang dan harus mengenakan masker. Selain sekolah yang sudah boleh buka lagi, bisnis dan perkantoran juga boleh beroperasi lagi. Perjalanan antardaerah juga diperbolehkan.
Sampai saat ini, kasus baru harian yang muncul di Selandia Baru mulai turun dari 85 kasus per hari menjadi 20 kasus. Akibat Covid-19, sebanyak 27 orang meninggal dari 3.400 kasus yang ada sejak awal pandemi.
Sementara warga yang sudah divaksinasi lengkap baru sekitar 30 persen dari 5,1 juta jiwa total penduduk. Di antara negara-negara kaya di OECD, Selandia Baru tergolong paling lamban dalam program vaksinasi.
Diperpanjang
Berbeda dengan Filipina dan Selandia Baru, Vietnam memperpanjang kebijakan pembatasan wilayahnya hingga dua pekan ke depan karena rata-rata ada 50 kasus baru setiap harinya. Sejak awal pandemi, jumlah kasus mencapai 524.000 kasus. Untuk mengendalikan Covid-19, pemerintah akan melakukan tes Covid-19 terhadap 1,5 juta orang yang tinggal di daerah-daerah berisiko tinggi.
Salah satu daerah itu adalah ibu kota Hanoi yang sudah memberlakukan kebijakan pembatasan wilayah sejak Juli lalu. Kini Hanoi sudah dibagi-bagi berdasarkan zona hijau, oranye, dan merah sesuai dengan tingkat risikonya.
Warga yang tinggal di zona merah harus tetap tinggal di rumah dan salah satu anggota keluarga harus dites Covid-19 tiga kali dalam seminggu. Sementara warga yang tinggal di zona oranye dan hijau akan dites setiap 5-7 hari sekali.
Seiring dengan kebijakan pembatasan wilayah itu, pemerintah juga menggenjot program vaksinasi. Sepertiga dari 8 juta penduduk Hanoi sudah divaksinasi setidaknya satu dosis. Di seluruh wilayah Vietnam baru 3,3 persen dari 98 juta total penduduknya yang sudah divaksinasi lengkap dan 15,4 persen orang yang divaksinasi satu dosis. (REUTERS/AFP)