Tanah yang Kehilangan Anak Terbaik
Pengungsi tidak bisa berkontribusi di kampung halaman, tidak bisa pula di tempat pengungsian. Bahkan, banyak bakat tersia-siakan di tempat pengungsian.
Tidak hanya uang, pembangunan dan pengelolaan negara juga membutuhkan orang. Sulit membayangkan pembangunan dan pengelolaan negara tanpa keterlibatan orang-orang terbaik di bidangnya. Ketiadaan orang juga membuat sistem berhenti bekerja. Keadaan itu kini kembali dialami Afghanistan selepas Taliban sekali lagi memasuki Kabul pada 15 Agustus 2021.
Salah satu alasan perbankan Afghanistan berhenti beroperasi sepanjang paruh kedua Agustus adalah ketiadaan pekerja. Banyak pekerja bank mengungsi ke luar Afghanistan sejak Taliban kembali masuk Kabul.
Baca juga: Proses Persetujuan Visa Lama, Evakuasi dari Kabul Tersendat
Trauma atas kebrutalan Taliban selama mereka berkuasa pada 1996-2001 dan selama terusir ke luar Kabul pada Desember 2001-Agustus 2021 membuat banyak orang Afghanistan lari dari negara itu. Kala Taliban meminta perbankan kembali beroperasi, manajemen pusing karena sulit mencari pekerja yang telanjur lari.
Bukan hanya pekerja bank, pengungsian juga terjadi di kalangan pekerja kesehatan dan bidang lain. Ketua Asosiasi Bidan Afghanistan (AMA) Zahra Mirzaei terpaksa lari dari Afghanistan karena dua alasan: bersuku Hazara dan karena pekerjaannya sebagai bidan.
Selama puluhan tahun, milisi Taliban bolak-balik membunuh orang Hazara semata karena mereka orang Hazara. Mayoritas milisi Taliban orang Pastun dan bermazhab Sunni. Sementara orang-orang Hazara bermazhab Syiah. Kebrutalan Taliban pada Hazara sampai pernah hampir memicu perang Taliban-Iran pada 1998.
Sebagai bidan, Mirzaei tentu harus bekerja di luar rumah. Ia salah satu dari 3.000 anggota AMA yang tersebar di 34 provinsi Afghanistan. Kehadiran bidan menjadi salah satu penekan angka kematian ibu saat melahirkan. Dari rata-rata 1.500 per 100.000 kelahiran pada 2000, angka kematian ibu saat melahirkan turun menjadi 638 per 100.000 kelahiran pada 2017.
Angka kematian ibu saat melahiran adalah salah satu indikasi kondisi kesejahteraan warga. Semakin buruk akses kesehatan dan makanan bergizi, semakin tinggi angka kematian ibu. Dengan pelayanan kesehatan yang baik, kematian ibu saat melahirkan bisa ditekan.
Mirzaei tidak tahu berapa banyak koleganya yang mengungsi ke luar Afghanistan kala Taliban kembali masuk Kabul. Hal jelas, Afghanistan bisa menerima dampak buruk jika orang-orang seperti Mirzaei meninggalkan negara itu. Dokter, insinyur, akademisi, dan profesional dari berbagai sektor lainnya menjadi kelompok pertama yang mengungsi jika ada kekacauan di suatu wilayah.
Pakar migrasi di Luxembourg Institute of Socio-Economic Research, Frederic Docquier, menyebut bahwa jumlah pengungsi dengan latar belakang pendidikan tinggi meningkat setiap kali ada krisis di suatu negara. Proporsi jumlah orang berpengetahuan dengan orang tidak berpengetahuan dan berketerampilan rendah di tempat pengungsian lebih tinggi dibanding negara asal para pengungsi.
Dari berbagai kajian ditemukan, amat sedikit porsi orang berpengetahuan itu yang kembali ke kampung halaman mereka. Sekali pergi, mereka tidak kunjung kembali.
Paling duluan
Karena koneksinya, orang-orang yang punya pengetahuan justru paling awal keluar dari wilayah konflik. Mengandalkan status sebagai penerima beasiswa Chevening, Sharif Safi (26) bisa masuk pesawat evakuasi milik Perancis. Ia memang mendapat rekomendasi dari Italia, Inggris, dan Perancis sehingga diizinkan melewati berbagai penjagaan menuju bandara.
Baca juga: Perempuan Afghanistan Memprotes Taliban
Rekomendasi Paris dan Roma didapat karena kegiatannya dalam organisasi pemberdayaan pemuda Afghanistan. Organisasi itu dibantu Italia dan Perancis. Kegiatannya membuat Safi menerima beasiswa Chevening dari Inggris. Kini, ia berada di Paris.
Pengajar di Salaam University of Kabul, Fazlul Qahir Qazi, mengatakan bahwa Afghanistan tengah kehilangan anak-anak terbaiknya. Fenomena itu dikenal sebagai brain drain. ”Akan butuh bertahun-tahun untuk memulihkan dampaknya,” kata dia.
Taliban menyadari bahaya itu kala melihat puluhan ribu orang Afghanistan menumpang pesawat evakuasi. Juru bicara Taliban, Zabihullah Mujahid, meminta Amerika Serikat dan sekutunya berhenti mengevakuasi orang-orang Afghanistan yang pandai dan terampil keluar dari negara itu. AS dan sekutunya dituding sengaja mengeringkan bakat-bakat terbaik Afghanistan lewat proses evakuasi itu. ”Tolong berhenti, kami butuh bakat mereka,” ujarnya.
Dosen pada American University Kabul, Michael Barry, memahami mengapa Taliban meminta itu. Mayoritas milisi Taliban kurang pendidikan dan tidak berpengalaman mengelola pemerintahan. ”Mereka tahu butuh teknokrat dan birokrat untuk menjalankan negara,” ujarnya.
Sayangnya, tidak mudah mendapatkan birokrat saat ini. Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan Tinggi Afghanistan Zarghona Roshan kini mengungsi di Iran. Ia ke sana sebelum Taliban masuk Kabul. Tahu Taliban kembali berkuasa, ia memilih tetap di Iran. Keputusan itu membuat Kementerian Pendidikan Afghanistan kehilangan salah satu birokratnya.
Kabul juga kehilangan Bashir Ahmad Fatehi, pria Hazara yang pernah menjadi ketua lembaga sejenis komisi pemberantasan korupsi (KPK) di Afghanistan. Ia terakhir terlihat memasuki bandara Kabul di tengah proses evakuasi massal. Negara dengan tingkat korupsi tinggi seperti Afghanistan membutuhkan keterampilan Fatehi.
Sia-sia
Masalahnya, orang-orang seperti Roshan dan Fatehi belum tentu bisa menggunakan bakat mereka di tempat pengungsian. Mereka tidak bisa berkontribusi di kampung halaman, tidak bisa pula di tempat pengungsian.
Bahkan, berkali-kali terjadi pengungsi terpaksa bekerja pada sektor yang sama sekali tidak membutuhkan keterampilan tinggi. Semua dilakukan demi menyambung hidup.
Baca juga: Taliban Kuasai Aset Militer Pemberian AS pada Tentara Afghanistan
Hal itu terbukti pada Sayed Ahmad Sadaat. Sampai 2020, ia menjadi Menteri Komunikasi dan Teknologi Informatika Afghanistan. Karena menolak terlibat kolusi, ia lari negara itu dan kini berada di Jerman. Ia lulus dari Oxford University setelah mempelajari teknologi informatika. Ijazah itu mengantarnya menjadi CEO Ariana Telecom di London pada 2016-2017. Ia pernah bekerja di 20 perusahaan di 13 negara selama 23 tahun berkarier di industri telekomunikasi. Kini, ia menjadi kurir pengantar paket di Jerman.
Penyebab utamanya, ia tidak bisa berbahasa Jerman dan tidak membawa aneka dokumennya ketika lari dari Afghanistan. Dari terbiasa mendapat aneka fasilitas mewah sebagai pemimpin perusahaan hingga menjadi menteri, kini sehari-hari ia mengayuh sepeda keliling Leipzig untuk mengantar paket.
Karena itu, pengajar ilmu hubungan internasional pada Fudan University, Shen Yi, mengatakan bahwa menampung pengungsi bukan solusi. Ia mendorong negara-negara asal pengungsi dibenahi agar kehidupan di sana stabil dan masyarakatnya bisa berusaha untuk sejahtera.
Banyak negara hanya bermanis mulut soal menampung pengungsi. AS dan sekutunya, yang menduduki Afghanistan hampir 20 tahun dan berkontribusi pada kekacauan negara itu, hanya bersedia menampung beberapa ribu pengungsi Afghanistan. Pada Januari-Juli 2021, hanya 485 pengungsi Afghanistan yang diizinkan masuk AS. Padahal, data Washington mengungkap hampir 100.000 orang Afghanistan layak ditampung sebagai pengungsi di AS saja. Sebagian dari mereka kini ditampung di sejumlah negara mitra AS.
Seperti tudingan Mujahid, AS dan sekutunya tidak menampung pengungsi. Mereka hanya menerima orang-orang dengan modal terbaik, baik berupa uang atau pengetahuan. Sementara ribuan lain tetap harus menanti bertahun-tahun di berbagai tempat penampungan sementara, termasuk di Indonesia. (AFP/REUTERS)