Pemerintah China mengatakan bahwa pola belajar dan bekerja selama tidak menyehatkan dan menyejahterakan masyarakat. Sistem pendidikan dengan kompetisi yang sangat ketat juga akan dirombak.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
BEIJING, SENIN — Dalam rangka perombakan dan penertiban besar-besaran industri digital China, pemerintah menggodok aturan mengenai biaya bimbingan belajar. Selama tiga dekade terakhir, industri bimbingan belajar tumbuh pesat berkat perkembangan teknologi dan kebutuhan masyarakat untuk memperoleh pendidikan bermutu di tengah sengitnya persaingan di sekolah maupun bursa tenaga kerja. Akan tetapi, kini visi dan misi China tidak hanya mengincar pertumbuhan ekonomi, tetapi juga pemerataan kesejahteraan dan peningkatan angka kelahiran.
Rencana itu diumumkan melalui kantor berita nasional China, Xinhua, Senin (6/9/2021). Tarif ini akan diatur oleh Komisi Nasional Pembangunan dan Reformasi. Sistemnya berupa penetapan batas bawah dan batas atas biaya les, uang pendaftaran, dan gaji guru bimbingan belajar. Hal ini bertujuan agar bimbingan belajar tidak menjadi beban mental bagi anak-anak berusia 6-15 tahun dan beban biaya bagi para orangtua.
Beberapa pokok aturan ialah agar para guru bimbingan belajar harus memiliki karakter sesuai nilai-nilai sosialisme Partai Komunis China, memiliki moral dan rekam jejak digital yang baik, digaji tidak lebih besar daripada guru-guru di sekolah formal, dan semua bimbingan belajar harus beralih dari korporasi ataupun waralaba menjadi lembaga nirlaba.
Perkembangan teknologi di China sangat berpengaruh pada bisnis bimbingan belajar karena mereka menawarkan variasi berupa les tatap muka maupun daring. Tidak ada standar biaya yang diterapkan. Perusahaan-perusahaan les yang terkenal bisa mematok tarif mahal yang membuat orangtua siswa pontang-panting membanting tulang. Jam les juga tidak dibatasi. Sejumlah lembaga tetap menyuruh siswanya masuk kelas pada hari libur nasional dan akhir pekan.
Meskipun demikian, Wakil Perdana Menteri China Liu He meyakinkan masyarakat bahwa sektor swasta tetap penting bagi pembangunan ekonomi. Sektor swasta berkontribusi atas setengah dari pajak China, 60 persen pertumbuhan ekonomi, dan 80 persen lapangan pekerjaan di perkotaan.
”Pemerintah akan selalu melindungi hak kekayaan intelektual. Oleh sebab itu, swasta juga harus memiliki visi kesejahteraan sosial, keamanan nasional, dan peningkatan populasi,” kata Liu.
Tidak sehat
Pada Juli, Pemerintah China mengatakan bahwa pola belajar dan bekerja, terutama dalam hal yang berkaitan dengan teknologi ini tidak menyehatkan maupun menyejahterakan masyarakat. Pemerintah telah menyatakan, jam kerja 09.00-21.00 selama enam hari dalam sepekan atau 996 merugikan masyarakat karena berakibat meningkatnya stres, hilangnya waktu luang, dan menurunnya angka kelahiran penduduk.
Sistem pendidikan dengan kompetisi yang sangat ketat juga akan dirombak. Sistem inilah yang membuat lahirnya perusahaan-perusahaan bimbingan belajar demi mengejar target orangtua memasukkan anak ke sekolah-sekolah favorit. Ini bagian dari lingkaran setan ketidakbahagiaan masyarakat karena masyarakat China terpapar stres sangat tinggi sejak usia muda.
Sebagian Generasi Z dan Milenial kemudian memberontak dengan melakukan gerakan tangping atau rebahan. Mereka menolak mengikuti standar kesuksesan yang dipuja masyarakat. Generasi muda ini memilih hidup santai, tanpa ambisi, dan tidak peduli mengejar karier ataupun uang.
Perusahaan-perusahaan bimbingan belajar tumbuh pesat. Raksasa digital seperti Tencent dan Alibaba pun turut membuka bisnis les. Beberapa perusahaan sudah mencapai ukuran besar sehingga terdaftar di bursa efek New York.
Ketika Pemerintah China mengumumkan perombakan industri digital yang mencakup industri bimbingan belajar, media ekonomi Bloomberg mencatat ada 1,5 triliun dollar Amerika Serikat (AS) yang hilang dari saham di bursa efek New York. Perusahaan Zhangmen Education, misalnya, nilai sahamnya anjlok 70 persen.
Selain itu, muncul kepanikan di kalangan para pekerja industri bimbingan belajar. Firma konsultan ketenagakerjaan China, Zhaopin, mendata pada tahun 2020 ada 10 juta orang yang bekerja di sektor bimbingan belajar dan mayoritas adalah perempuan. Setelah Pemerintah China mengumumkan perombakan, pada awal Agustus, angka pencari kerja China naik dari 6,3 persen menjadi 10,4 persen. Angka penganggur juga naik dari 15,4 persen menjadi 16,2 persen.
Berdasarkan data firma konsultan pendidikan tinggi MyCos, gaji rata-rata sarjana strata satu atau yang sederajat di China tahun 2010 adalah 436 dollar AS (sekitar Rp 6,2 juta) per bulan. Pada tahun 2019, gaji rata-rata naik menjadi 842,66 dollar AS (sekitar Rp 11,9 juta) per bulan. Salah satu penyebabnya adalah perkembangan industri digital, termasuk bisnis bimbingan belajar.
”Waktu jadi guru les, saya bisa hidup lumayan. Sama sekali tidak menyangka bulan lalu saya kehilangan pekerjaan karena perusahaan bimbingan belajar tempat saya bekerja panik dan memecat ratusan karyawan gara-gara aturan baru pemerintah,” kata Julie Tan (26), mantan guru les bahasa Inggris ketika diwawancara harian South China Morning Post.
Beradaptasi
Guru-guru les yang kehilangan pekerjaan saat ini kebingungan mencari pekerjaan baru. Akan tetapi, perusahaan-perusahaan bimbingan belajar tidak buang-buang waktu untuk beradaptasi. Televisi nasional China, CGTN, melaporkan bahwa tempat-tempat les kini berubah menjadi lembaga pelatihan vokasi. Segmen pasar mereka kini bukan lagi anak-anak sekolah, melainkan orang-orang dewasa. Konsep yang ditawarkan adalah peningkatan kompetensi serta pemelajaran seumur hidup.
Sektor-sektor yang diminati, antara lain, teknologi informasi dan komunikasi, pemrograman komputer, bahasa asing, kaligrafi dan seni rupa, serta pelatihan untuk ujian sertifikasi. Peminatnya orang-orang dewasa yang mencari pekerjaan, hendak berpindah lapangan kerja, dan yang ingin mengikuti ujian promosi di kantor masing-masing.
”Sebelum adaptasi ini, 40 persen siswa kami berusia 21 tahun ke atas. Sekarang, kami akan mengembangkan segmen itu dengan membangun kurikulum vokasi yang komprehensif dan pelatih yang berpengalaman,” kata Zhang Jie, Wakil Direktur Tencent Education.
Namun, pelatih vokasi berbeda dengan guru-guru les untuk siswa usia 6-15 tahun. Mereka tidak lagi mengajarkan teori, tetapi orang-orang yang profesional dan memiliki pengalaman praktik dalam kompetensi yang akan diajar. (Reuters)