Batik dan Peci, Ciri Khas yang Menyelamatkan
pemerintah telah mengurus izin terbang bagi pesawat sipil yang disewa untuk evakuasi itu. Karena kondisi di Kabul memburuk, pesawat batal berangkat
Nyawa setiap warga negara berharga. Evakuasi 26 warga negara Indonesia dari Afghanistan pada 20 Agustus 2021 sekali lagi membuktikan prinsip dasar itu. Dipersiapkan sejak Juli dan dipercepat pada pertengahan Agustus 2021, operasi penyelamatan itu menjadi wujud salah satu dari empat pilar diplomasi Indonesia yakni perlindungan WNI.
“Menjelang mendarat di Bandara Kabul, ATC (pengatur lalu lintas udara) menyapa kami , clear to land at your own risk,” kata Direktur Perlindungan Warga Negara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia pada Kementerian Luar Negeri RI, Judha Nugraha.
Baca juga Cerita Menlu Retno Tak Bisa Tidur Nyenyak Saat Evakuasi WNI
Dalam situasi normal, petugas pengendali lalu lintas udara hanya mengatakan “clear to land”. Ucapan petugas di bandara Kabul menjadi penanda tambahan gentingnya kondisi di Afghanistan. Salam dari ATC Kabul diucapkan beberapa menit menjelang pukul 05.00 pada Jumat (20/8/2021).
Beberapa jam sebelum salam itu diucapkan, mobil pengangkut 26 WNI dan 7 warga asing meninggalkan Kedutaan Besar RI di Kabul, Afghanistan. Mereka menuju Bandara Kabul. “Mereka bergerak setelah pesawat penjemput mendapat izin mendarat di bandara Kabul,” kata Judha.
Dalam situasi normal, hanya butuh paling lama 30 menit dari KBRI Kabul ke Bandara Hamid Karzai. Walakin, pada 20 Agustus 2021, situasi di Afghanistan sedang tidak normal.
Pada 15 Agustus 2021 siang, hampir 24 jam setelah KBRI Kabul menghubungi seluruh WNI di Afghanistan, Taliban memasuki Kabul dan secara faktual mengendalikan ibu kota Afghanistan itu. Milisi Taliban tersebar ke berbagai penjuru Kabul. Sebagian berada di sepanjang jalan dari KBRI Kabul ke bandara. Ada yang hanya berkumpul, ada yang membawa mobil patroli sitaan dari aparat Afghanistan. Tentu saja seluruh milisi bersenjata dan siap menembak kapan saja.
Banyak orang Afghanistan bercerita, milisi kerap menodongkan senapan ke kepala orang-orang yang menuju bandara. Todongan terutama diarahkan kepada orang-orang berwajah Afgahnistan.
Ada belasan lokasi berkumpul milisi, untuk tidak menyebutkan pos pemeriksaan, dari KBRI menuju bandara Kabul. Seluruh lokasi berkumpul itu harus dilewati satu per satu oleh mobil pengangkut 26 WNI. Bukan hanya rombongan WNI perlu melewati pos-pos itu, ada ribuan warga negara lain juga antre lewat.
Di setiap lokasi ada pemeriksaan. Dengan belasan lokasi pemeriksaan, butuh waktu lama untuk melewatinya dan sampai ke gerbang bandara. “Dalam situasi normal saja, ada 4 pos pemeriksaan dari gerbang bandara sampai ke pintu masuk terminal. Nanti di dalam terminal ada beberapa lokasi pemeriksaan lagi,” kata analis konflik dan keamanan yang pernah ke Afghanistan, Alto Labetubun.
Kondisi normal yang dimaksud Alto adalah periode 2002-Juli 2021. “Dalam keadaan kacau dan tidak pasti, lebih banyak lagi pos pemeriksaan dan semua butuh waktu dilewati,” ujarnya.
Komunikasi dengan Taliban dan perwakilan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) terus dilakukan untuk kelancaran evakuasi 26 WNI itu. Seperti disebut Menteri Luar Negeri Jerman Heiko Maas, Taliban adalah fakta di Kabul dan mau tidak mau harus diajak berkomunikasi. Bahkan, Amerika Serikat dan sekutunya pun berkomunikasi dengan Taliban selama proses evakuasi pada 15-30 Agustus 2021.
Baca juga Lika-liku 69 Jam Proses Evakuasi WNI dari Afghanistan
AS dan sekutunya di NATO praktis mengendalikan bandara Kabul sejak 15 Agustus 2021 siang. Sementara wilayah di luar bandara dikontrol berbagai kelompok milisi Taliban. Milisi kerap kali mencegat bus menuju bandara. sejumlah Senator AS sampai memprotes Presiden AS Joe Biden karena sejumlah milisi mengaku memiliki daftar orang yang akan dievakuasi AS dan sekutunya.
Dengan daftar itu, mereka memastikan hanya yang mendapat persetujuan evakuasi bisa meneruskan perjalanan ke bandara.
Sejak Minggu siang, memang ada ribuan warga Afghanistan berupaya masuk bandara demi bisa meninggalkan negara itu. Fakta itu menjadi salah satu perhatian tim evakuasi. Harus dicari cara untuk mencegah ada orang lain menyusup dalam mobil rombongan evakuasi Indonesia. Kehadiran yang tidak ada di daftar bisa menghadirkan persoalan bagi rombongan.
Selain itu, harus dicari pula cara mengamankan WNI yang menuju bandara dan harus melewati daerah rawan baku tembak. Dengan berbagai pertimbangan, diputuskan seluruh WNI tidak mengenakan rompi anti peluru. Sebab, pemakai rompi antipeluru dikhawatirkan salah diidentifikasi sebagai pihak bersenjata dan karenanya rawan jadi sasaran serangan.
Karena itu, alih-alih rompi, rombongan evakuasi malah mengenakan batik dan peci hitam. Busana memudahkan identifikasi mereka sebagai WNI. Sebab, tidak ada lagi negara punya busana sekhas itu.
Identifikasi amat penting karena milisi Taliban memeriksa seluruh kendaraan menuju bandara. Teridentifikasi sebagai WNI memudahkan perjalanan menuju bandara, walau tetap butuh waktu lama. Dari lazimnya 30 menit, menjadi hampir 6 jam pada hari evakuasi. Sudah termasuk cepat karena banyak cerita ada yang butuh sampai berhari-hari untuk melewati berbagai pos pemeriksaan sampai akhirnya tiba di gerbang masuk bandara.
Taktik mengenakan batik terbukti menjadi salah satu cara ampuh untuk melewati berbagai pos pemeriksaan baik yang dikendalikan Taliban atau NATO. Menjelang pukul 06.00, mobil pembawa 26 WNI tiba di gerbang yang dijaga pasukan NATO. Setelah diperiksa, rombongan diizinkan melewati gerbang dan menuju landas pacu. Dari sana, mereka semakin dekat ke Kencana 4.0.
Percepatan Izin
Kencana 4.0 adalah sebutan untuk pesawat Boeing 737-400 milik TNI AU yang diterbangkan ke Kabul untuk mengevakuasi 26 WNI dan 7 warga asing itu. Pesawat itu meninggalkan Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma pada Rabu (18/8/2021) 2021 pagi dengan tujuan pertama Bandara Sultan Iskandar Muda di Aceh Besar.
Sebenarnya, pemerintah telah mengurus izin terbang bagi pesawat sipil yang disewa untuk evakuasi itu. Rencana evakuasi telah dipertimbangkan sejak Taliban meningkatkan serbuan pada Mei 2021. Pada Juli 2021, rencana evakuasi terus dimatangkan sembari mempertimbangkan perkembangan di Afghanistan. Salah satu pertimbangan Indonesia adalah penilaian intelijen AS bahwa Kabul akan direbut Taliban paling lambat pada November 2021.Ternyata, Kabul jatuh pada 15 Agustus 2021.
Sebelum Kabul jatuh, karena prosesnya butuh waktu, telah diurus izin bagi pesawat penjemput. Rencana penerbangan pesawat itu telah terdata di lembaga penerbangan internasional.
Pemberangkatan terpaksa dibatalkan karena bandara Kabul ditutup untuk penerbangan sipil pada 16 Agustus 2021. Beberapa jam setelah informasi itu diterima, pemerintah memutuskan mengirim salah satu pesawat TNI AU. Boeing 747-300 yang tergabung di skuadron 17 dipilih untuk misi itu.
Pada 17 Agustus 2021, satuan tugas evakuasi berkumpul di Jakarta dan membahas ulang rencana evakuasi. “Selama di Kabul, pesawat tidak boleh mati dan direncanakan hanya di sana 30 menit,” kata Judha.
Karena Boeing 737-400 pesawat jarak menengah, maka harus mengisi bahan bakar setiap beberapa waktu. Selain itu, kala meninggalkan Halim, pesawat itu belum mendapat izin melintas wilayah udara yang akan dilewati dalam penerbangan menuju Kabul. Izin baru disampaikan pada 17 Agustus 2021 selepas satuan tugas evakuasi merampungkan rencana penjemputan. Selain dari Kemenlu RI, satuan tugas juga melibatkan TNI dan beberapa lembaga intelijen. Perwakilan satuan tugas ikut dalam Kencana 4.0 bersama 13 anggota TNI AU yang mengawaki pesawat itu.
Baca juga Evakuasi dari Afghanistan Berhasil, 26 WNI Tiba di Halim
Di Bandara SIM pada Rabu pagi, izin-izin mulai diterima. Dari lazimnya beberapa hari, izin terbit dalam hitungan jam. “Semua saluran diplomatik digunakan,” kata Judha.
Menlu RI Retno Marsudi ikut terlibat dalam pengurusan itu. Ia bolak-balik menelepon beberapa koleganya. KBRI Washington DC, KBRI Brussels, dan KBRI Ankara juga dikerahkan untuk pengurusan izin. Komunikasi dengan AS dan NATO dilakukan karena secara faktual mereka yang mengendalikan bandara Kabul. Perlu izin mereka untuk masuk dan keluar bandara Kabul.
Dari Aceh, Kencana 4.0 terbang ke Kolombo, lalu ke Karachi, dan singgah di Islamabad. Satgas evakuasi memilih Islamabad karena hanya butuh terbang 40 menit dari sana ke Kabul. Sampai Kencana 4.0 mendarat di Islamabad, izin masuk Kabul belum didapat.
Izin baru diterima pada 19 Agustus 2021 pukul 00.00. Hanya izin saja, tanpa ada layanan kecuali penyediaan tangga. Karena itu, minyak diisi penuh di Islamabad. “Diperhitungkan cukup untuk penerbangan pergi pulang dan selama menunggu di Kabul,” ujar Judha.
Segera setelah izin diterima, satgas menghubungi KBRI Kabul dan meminta rombongan bergerak ke bandara. Dalam skenario awal, rombongan evakuasi akan menanti di bandara. “Ini evakuasi paling menantang karena ada dua bahaya nyata,” kata Judha.
Keamanan jelas bahaya pertama di kota yang sedang dalam situasi tidak pasti itu. Kala Indonesia mengevakuasi WNI dari Suriah, Yaman, dan Libya, bandara masih terkendali. Sementara di Kabul, bandara sudah tidak terkendali sejak 15 Agustus 2021. Massa masuk sampai landas pacu.
Bahaya lain adalah pandemi Covid-19. Afghanistan tidak bisa menangani Covid-19 di tengah perang. Karena itu, seluruh WNI yang akan dievakuasi wajib dites di KBRI.
Meski semua potensi bahaya dan perkembangan keadaan telah diperhitungkan, tetap saja realisasi tidak semulus rencana. Alih-alih ditunggu, Kencana 4.0 malah harus menunggu. Dari rencana 30 menit, Kencana 4.0 harus berada di Bandara Kabul hampir 120 menit. “Mesin tetap menyala selama menunggu,” kata Judha.
Baca juga Proses Persetujuan Visa Lama, Evakuasi dari Kabul Tersendat
Pesawat itu meninggalkan Islamabad sekitar pukul 04.00 dan tiba di Kabul hampir 40 menit kemudian. Pesawat sudah mendarat hampir sejam kala rombongan evakuasi tiba di bandara. Masih butuh hampir sejam sampai akhirnya pintu Kencana 4.0 ditutup dan pesawat itu kembali ke Islamabad.
Setelah singgah dan mengisi minyak di beberapa bandara lain, Kencana 4.0 mendarat di Halim pada Sabtu (21/9/2021) pukul 03.05. Menlu Retno, Panglima TNI MArsekal Hadi Tjahjanto, dan Kepala Staf TNI AU Marsekal Fadjar Prasetyo menyambut mereka. Kini, seluruh WNI telah berkumpul dengan keluarga mereka di tanah air.