Tak Mau Teknologinya Ditelikung, Italia Tangkap 3 Pengusaha China
Italia semakin memperketat akuisisi perusahaan oleh China. Pengetatan terutama pada perusahaan-perusahaan teknologi mengingat kunci persaingan saat ini dan ke depan adalah teknologi.
ROMA, SABTU - Aparat Italia menangkap tiga pengusaha China. Penangkapan ini terkait aksi korporasi dua perusahaan China yang mengakuisisi perusahaan pembuat pesawat nirawak asal Italia, Alpi Aviation.
Dalam laporan pada Sabtu (4/9/2021), Reuters menyebutkan, enam orang ditangkap pada Kamis siang. Mereka terdiri dari 3 warga Italia dan 3 warga China. Mereka ditangkap setelah pemeriksa pajak menggeledah kantor Alpi Aviation di Italia utara.
Beberapa tahun lalu, dua perusahaan China, yakni China Corporate United Investment (CCUI) dan China Railway Rolling Stock Corporation (CRRC), membeli 75 persen saham Alpi Aviation. Roma menyebutkan, CCUI dan CRRC dikendalikan Badan Pengawas Aset Negara (SASAC) di China, yakni lembaga khusus di bawah dewan negara yang mengelola badan usaha milik negara di negara itu. Kendali SASAC atas CCUI dan CRRC menjadi salah satu pemicu penyelidikan.
Seperti sejumlah negara Uni Eropa, Italia juga semakin memperketat akuisisi entitas bisnis oleh perusahaan China. Ini terutama pada perusahaan- perusahaan teknologi. ”Ini investasi pemangsa dan investasi di sektor ini dilarang,” kata kepala penyelidik pajak Italia utara, Stefano Commentucci.
Kuasa hukum Alpi Aviation, Antonio Malattia, menegaskan, kliennya mematuhi semua aturan. Oleh sebab itu, perusahaan tengah menyiapkan langkah hukum untuk menanggapi langkah Pemerintah Italia tersebut.
Factfile on China\'s CH-7, a new stealth aircraft slated for its maiden flight late 2019. - AFP / AFPPenyelidikan itu menambah daftar tudingan kepada Beijing yang berambisi menguasai teknologi Eropa dan Amerika Serikat dengan berbagai cara. Selain lewat spionase industri dan militer, itu juga dilakukan melalui akuisisi perusahaan- perusahaan pemilik hak atas kekayaan intelektual (HAKI) aneka teknologi.
Teknologi memang menjadi medan utama persaingan China dengan AS bersama sekutunya. Salah satunya adalah di bidang pesawat-pesawat siluman. Berkali-kali Beijing mengumumkan pengembangan radar yang bisa melacak pesawat siluman, seperti jet tempur F-35 yang dikembangkan olah AS dan sekutunya.
Baca juga Temuan ”Drone” Bawah Laut dan Tantangan Membangun Pertahanan Kepulauan
Peneliti Tsinghua University yang dipimpin Zhang Chao mengirimkan makalah soal riset radar kuantum untuk melacak pesawat siluman ke Journals of Radar, jurnal ilmiah di China. Makalah tersebut tengah diperiksa peneliti lain sebelum diterbitkan.
Dalam laporan South China Morning Post edisi 3 September 2021 disebutkan, riset Zhang dan tim berpangkal dari konsep dasar pesawat siluman. Disebut siluman karena pesawat tak bisa dilacak radar. Itu karena badan pesawat menyerap gelombang yang dipancarkan radar. Pada pesawat biasa, gelombang itu dipantulkan balik ke radar.
Radar yang dikembangkan Zhang dan tim juga tidak berbentuk piringan yang berputar tetapi lebih mirip laras senapan. radar itu bisa melepaskan elektron dengan laju mendekati kecepatan cahaya. Dalam riset, partikel-partikel itu dipantulkan kembali oleh benda yang telah dilapisi material penyerap gelombang radar pada pesawat siluman. Pantulan itu memungkinkan radar melacak pesawat siluman.
Kini, Zhang dan timnya sedang mencari dana untuk mengembangkan radar mereka di gelombang 10 gigahertz (GHz) atau 35 GHz. Mayoritas radar militer kini bekerja pada kedua frekuensi itu.
Baca juga "Perang Drone" AS-China
Untuk bisa dipakai di lapangan, masih ada beberapa tantangan yang harus diselesaikan. Paling pokok adalah soal tenaga karena radar kuantum butuh listrik amat besar dan hal itu tidak mudah dipenuhi di medan perang.
Masalah lain, kumparan untuk memproses elektron harus dijaga tetap bersuhu amat rendah. Lagi-lagi, tidak mudah mencari mesin pendingin di medan perang. Selain itu, perangkat pelepas elektron itu amat rumit sehingga sebagian pihak ragu perangkat itu tetap stabil di medan perang yang situasinya tak bisa diduga.
Baca juga China Tambah Ratusan Peluncur Rudal Nuklir di Dekat Xinjiang
Untuk bisa dipakai di lapangan, masih ada beberapa tantangan harus diselesaikan. Paling pokok adalah soal tenaga karena radar kuantum butuh listrik amat besar dan hal itu tidak mudah dipenuhi di medan perang.
Masalah lain, kumparan untuk memproses elektron harus dijaga tetap bersuhu amat rendah. Lagi-lagi, tidak mudah mencari mesin pendingin di medan perang. Selain itu, perangkat pelepas elektron itu amat rumit sehingga sebagian pihak ragu perangkat itu tetap stabil di medan perang yang tidak bisa diduga keadaannya.
Pengembangan radar bagi pesawat siluman bukan hal baru di China. Pada 2016, militer China telah mengumumkan dimulainya pengembangan proyek radar kuantum. Sementara Institut Nomor 14, lembaga yang fokus mengembangkan radar, juga telah memamerkan radar yang diklaim bisa menjejak pesawat siluman.
Direktur Institut Nomor 14, Hu Mingchun, menyebut lembaganya telah mengembangkan YLC-8E. Kepada Global Times, Hu menyebut radar dengan piringan amat besar itu diklaim bisa melacak pesawat siluman. Dikembangkan pula SLC-7 yang lebih kecil. Radar itu bisa diintegrasikan dengan radar konvensional dan bisa melacak pesawat siluman, helikopter, pesawat nirawak, rudal jelajah, roket, hingga mortar.
Dalam uji coba, THOR diklaim sukses menjatuhkan 50 pesawat nirawak sekaligus.
Selain radar sebagai pelacak, China juga mengembangkan sistem pelumpuh pesawat nirawak. Beijing terpacu setelah AS menunjukkan Tactical High Power Microwave Operational Responder (THOR) pada 2019. Dalam uji coba, THOR diklaim sukses menjatuhkan 50 pesawat nirawak sekaligus.
Jika bisa dioperasikan penuh, THOR bisa menjadi penjaga ampuh pangkalan AS dari serangan pesawat nirawak. Selain mortar dan roket, pesawat nirawak menjadi andalan untuk menyerang pangkalan lawan.
AS juga mengembangkan Counter-Electronics High-Power Microwave Extended-Range Air Base Air Defence (Chimera) untuk menyasar target yang lebih jauh. Senjata sejenis juga dikembangkan China.
Salah satu perusahaan China, China Electronics Technology Group (CETC), tengah menguji pelepas gelombang elektromagnetik (EMP). Dalam uji coba terbaru, target di ketinggian 1.500 meter bisa dijatuhkan. Sementara riset kelompok lain sedang mengembangkan perangkat yang bisa melepaskan EMP berkekuatan setara 80 gigawatt.
Salah satu perusahaan China, China Electronics Technology Group (CETEC), tengah menguji pelepas gelombang elektromagnetik (EMP). Dalam uji coba terbaru, target di ketinggian 1.500 meter bisa dijatuhkan. Sementara riset kelompok lain sedang mengembangkan perangkat yang bisa melepaskan EMP berkekuatan setara 80 gigawatt.
Seperti pada radar kuantum, EMP juga ada masalah soal pasokan daya kala dipakai di medan perang. Beijing tengah mengembangkan kumparan untuk menyelesaikan persoalan itu. China mengembangkan alat yang dikenal sebagai generator Marx yang bisa menghasilkan hingga 2 juta volt. (REUTERS/RAZ)