Irak Menuju Era Baru yang Berdaulat
Invasi ke Kuwait di 1990 membuat Irak kehilangan kredibiltas di mata dunia Arab. Selama bertahun-tahun pula, Irak jadi bulan-bulanan pertarungan berbagai kepentingan asing. Kini Irak bertekad membuka lembaran baru.
Irak menuju era baru. Sebutan ini layak disandang negeri di antara dua sungai itu setelah sukses menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Kerja Sama dan Kemitraan di Baghdad, Sabtu (28/8/2021).
Digelarnya KTT dengan aman dan damai di tanah yang selalu dilanda konflik berdarah sejak 2003 itu merupakan prestasi besar Irak. Hal ini berkat duet pemimpin negeri tersebut saat ini, yaitu Presiden Barham Salih dan Perdana Menteri (PM) Mustafa al-Kadhimi.
Hal ini berkat duet pemimpin negeri tersebut saat ini, yaitu Presiden Barham Salih dan Perdana Menteri (PM) Mustafa al-Kadhimi.
KTT tersebut dihadiri negara-negara penting regional yang menentukan dinamika geopolitik kawasan plus Perancis. Negara-negara regional tersebut meliputi Mesir, Turki, Iran, Arab Saudi, Qatar, Kuwait, Jordania, Uni Emirat Arab (UEA), dan tentu saja Irak. Hadir pula Perancis.
Keberhasilan Irak menghadirkan negara-negara besar regional yang satu sama lain sering bersaing (Mesir-Turki dan Qatar-UEA) dan bahkan musuh bebuyutan (Iran-Arab Saudi) dalam satu forum konferensi merupakan suatu kejutan tersendiri sekaligus prestasi besar.
Bahkan Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi dan Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamd al-Thani menggelar pertemuan khusus langsung di Baghdad. Pertemuan langsung antara Presiden Mesir dan Emir Qatar yang merupakan pertama kalinya selama 10 tahun terakhir tersebut bisa berandil besar dalam menurunkan ketegangan di Timur Tengah.
Seperti diketahui, Mesir dan Qatar sebelum ini berada dalam dua poros berbeda yang mengusung agenda berbeda pula. Keduanya terlibat pertarungan kepentingan sengit.
Qatar, misalnya, mendukung gerakan musim semi Arab yang membawa agenda demokratisasi. Sebaliknya, Mesir menolak musim semi Arab yang hanya mengantarkan gerakan Islam politik ke tampuk kekuasaan.
Oleh karena itu, adalah jasa besar Irak yang akhirnya berhasil mempertemukan Presiden Mesir dan Emir Qatar itu di Baghdad. Demikian pula dengan para pemimpin negara regional lain yang saling bersaing selama ini.
KTT Kerja Sama dan Kemitraan di Baghdad tersebut melengkapi kesuksesan KTT segitiga Irak, juga di Baghdad, 27 Juni 2021, melibatkan Mesir, Jordania, dan Irak. Peran baru Baghdad ini tidak terlepas dari visi dan misi yang dibangun PM Irak Mustafa al-Kadhimi sejak ia memangku jabatan sebagai PM pada 6 Mei 2020.
Al-Kadhimi yang mewarisi beban krisis ekonomi dan politik akut di Irak sejak ambruknya rezim Saddam Hussein di 2003, bertekad ingin mengakhiri krisis tersebut pada era kepemimpinannya.
Baca juga: CIA-Iran Berunding Rahasia di Baghdad
Bahkan, Irak sering disebut negara gagal. Irak pun dilanda aksi unjuk rasa rakyat sejak Oktober 2019 sebagai protes atas gagalnya pemerintah memberi layanan yang layak kepada rakyatnya, seperti pengadaan listrik, ketersediaan air bersih yang cukup, dan layanan kesehatan.
Pintu masuk menuju ke arah solusi politik dan ekonomi di Irak adalah terciptanya stabilitas dan keamanan. Ini mensyaratkan Irak yang bebas dari campur tangan asing atau tidak lagi menjadi ajang pertarungan kekuatan regional dan internasional. Dengan kata lain, Irak harus berdaulat penuh.
Selama ini, Irak dikenal menjadi ajang pertarungan kepentingan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran. Irak bahkan sempat menjadi daerah gerakan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) hingga sekitar 40 persen wilayahnya dikuasai NIIS. Sejak 2017, NIIS sudah berhasil dilumpuhkan. Sementara pertarungan kepentingan AS-Iran di Irak masih berlangsung sampai sekarang.
Latar belakang ini yang menjadi faktor utama digelarnya KTT Kerja Sama dan Kemitraan di Baghdad pada 28 Agustus lalu. Demikian pula dengan KTT segitiga Mesir, Irak, dan Jordania di Baghdad pada 27 Juni 2021.
Irak kini ingin berdaulat penuh dan bebas dari pengaruh AS ataupun Iran. Ini arah baru Irak yang sedang diperjuangkan oleh Al-Kadhimi. Bahkan Al-Kadhimi menginginkan Irak kembali ke pangkuan dunia Arab lagi.
Al-Kadhimi menginginkan Irak kembali ke pangkuan dunia Arab lagi.
Profesor Ilmu Politik Universitas Al-Mustansiriyah di Baghdad, Khaled AbduIlah, mengatakan, Irak melalui forum KTT tersebut telah melangkah menuju kembali ke pangkuan dunia Arab. Akibat invasi Irak ke Kuwait di 1990, Irak kehilangan kredibilitasnya di dunia Arab.
Guru Besar Bidang Media Internasional Universitas Irak, Fadhil Al-Badrani, mengatakan, digelarnya dua KTT di Baghdad menunjukkan bahwa masyarakat internasional mulai mengakui peran Baghdad dalam menciptakan perdamaian di kawasan.
Semua pidato para pemimpin yang hadir dalam forum KTT Kerja Sama dan Kemitraan di Baghdad menekankan pentingnya keamanan dan tidak adanya campur tangan asing dalam urusan Irak. Dengan itu, kedaulatan penuh benar-benar bisa ditegakkan di Irak.
Dalam sambutan pada forum KTT terakhir, Al-Kadhimi menegaskan, Irak menolak wilayahnya dijadikan arena pertarungan regional ataupun internasional. Irak juga menolak dijadikan titik tolak untuk mengancam negara lain.
Baca juga: Perjalanan ”Hollywood” Tanah Arab
Presiden Mesir Abdel Fattah el-Sisi dalam sambutannya juga menegaskan, Mesir menolak campur tangan asing di Irak. Sementara Raja Jordania Abdullah II menyatakan, keamanan Irak adalah keamanan Jordania dan kemakmuran Irak adalah kemakmuran Jordania.
Ia melanjutkan, digelarnya KTT tersebut menunjukkan dukungan negara-negara Arab kepada Irak untuk tegaknya hukum, kesatuan wilayah, serta upaya meraih kemajuan dan kemakmuran.
Presiden Perancis Emanuel Macron menyatakan, KTT terselenggara untuk mendukung kedaulatan Irak. Sebab, Irak yang berdaulat akan mengantarkan rakyatnya untuk bisa membangun sistem demokrasi. Dukungan juga datang dari Menteri Luar Negeri Arab Saudi Pangeran Faisal Bin Farhat. Ia menyatakan, Arab Saudi mendukung keamanan dan stabilitas Irak.
Kini Irak dengan dukungan regional dan internasional bertekad meninggalkan sejarah kelamnya. Irak ingin membuka lembaran sejarah baru. Artinya, Irak tidak hanya harus menegakkan kedaulatannya tetapi juga bisa berperan menciptakan kerja sama, kemitraan, dan perdamaian di kawasan seperti tema KTT di Baghdad itu.
Sebagai langkah awal, peran tersebut telah dimainkan dengan baik oleh Baghdad dengan mempertemukan Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi dan Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamd al-Thani, serta Wakil Presiden UEA Sheikh Mohammed bin Rashid Al-Maktoum dan Emir Qatar Sheikh Tamim bin Hamad Al-Thani. Qatar dan UEA selama ini terlibat persaingan di berbagai sektor, ekonomi maupun politik di kawasan bahkan hingga global.
Sebelumnya, seperti dilansir harian The Financial Times edisi 9 April 2021, Al-Kadhimi berhasil menggelar pertemuan secara rahasia antara Iran dan Arab Saudi di Baghdad. Kedua negara merupakan musuh bebuyutan dalam konteks pertarungan geopolitik di kawasan Timur Tengah.
Baca juga: Harapan dari Negeri 1.001 Malam
Iran dan Arab Saudi terlibat perang proksi di berbagai negara Arab, seperti di Lebanon, Suriah, dan Irak. Bahkan Arab Saudi terlibat perang langsung di Yaman dengan kelompok Al Houthi yang didukung Iran.
Dalam upaya membangun kemitraan dan sekaligus hubungan dekat dengan dunia Arab, KTT segitiga Irak, Mesir, dan Jordania di Baghdad antara lain menyepakati pembangunan jaringan listrik yang tersambung di tiga negara itu. Kesepakatan ini untuk mengurangi ketergantungan listrik Irak pada Iran. Ada pula pembangunan jaringan pipa minyak yang juga tersambung di tiga negara itu.
Irak menuju era baru. Satu langkah telah dilakukan. Tinggal kemudian melanjutkan.