Tokoh separatis Kashmir, Syed Ali Shah Geelani (92), mengembuskan napas terakhir setelah sakit sekian lama. Pemerintah India mengerahkan pasukan sekaligus memblokir akses komunikasi untuk mengantisipasi gerakan massa.
Oleh
Luki Aulia
·4 menit baca
SRINAGAR, KAMIS — Tokoh separatis Kashmir, Syed Ali Shah Geelani (92), meninggal di usia tuanya di Srinagar, India, Rabu (1/9/2021). Guna mengantisipasi gelombang separatis, Pemerintah India mengerahkan pasukan keamanan dari Jammu dan Kashmir untuk berjaga-jaga di segala penjuru wilayah Srinagar saat prosesi pemakaman tokoh tersebut, Kamis (2/9/2021).
Pemerintah India bahkan memblokir akses komunikasi, termasuk jaringan internet dan telepon genggam di Kashmir, sejak Rabu lalu. Mayoritas toko tutup. Di sejumlah titik lokasi, pasukan kemanan mendirikan pos-pos pemeriksaan.
Geelani sudah sejak lama sakit. Pada Rabu lalu, ia mengembuskan napas terakhir. Jenazahnya dikebumikan di kompleks pemakaman dekat rumahnya, Kamis (2/9/2021). Ratusan orang hadir, termasuk keluarga dan tetangga-tetangganya. Proses pemakaman dijaga ketat oleh aparat keamanan berbaju sipil.
Geelani selama bertahun-tahun memimpin aliansi payung kelompok separatis yang dikenal sebagai Konferensi Semua Partai Hurriyat. Ia merupakan tokoh politik yang paling menonjol di Kashmir, wilayah Himalaya yang diklaim penuh baik oleh India maupun Pakistan, tetapi sebenarnya hanya menguasai sebagian wilayah itu.
Dalam perjalanannya, kelompok itu terpecah. Kelompok Geelani memilih berpisah setelah kelompok moderat memutuskan berunding dengan India. Selanjutnya, pada 2003, kelompok pimpinan Geelani memperjuangkan penggabungan Kashmir dengan Pakistan. Geelani kemudian dikenai tahanan rumah lebih dari 10 tahun setelah memimpin beberapa aksi protes anti-India.
Situasi pengamanan ketat di Kahsmir juga pernah dilakukan pada Agustus 2019 ketika Perdana Menteri India Narendra Modi memecah Jammu dan Kashmir menjadi dua wilayah yang dikendalikan dengan sistem federal. Penduduk di kedua negara bagian ini mayoritas Muslim.
Keputusan mengejutkan ini ditentang keras di Kashmir, termasuk oleh Geelani dan kelompoknya yang merasa gagal melawan upaya India memperkuat cengkeramannya di wilayah itu.
Kematian Geelani menjadi kehilangan besar bagi sebagian rakyat Kashmir karena selama ini Geelani menjadi motor penggerak perlawanan Kashmir terhadap India. Sebaliknya, bagi kelompok pengkritiknya, Geelani dianggap tokoh garis keras yang bertanggung jawab memicu ketegangan di wilayah itu. Kelompok Konferensi Semua Partai Hurriyat, tempat dulu Geelani ikut bergabung, merupakan kelompok-kelompok sejumlah agama dan politik di Kashmir yang dibentuk 1993.
Konferensi Semua Partai Hurriyat ini menjadi pelopor gerakan memperjuangkan hak kawasan untuk menentukan nasibnya sendiri. Sejak awal, posisi Geelani selalu menentang penyatuan Kashmir dengan India. Posisinya ini membuatnya berbeda dengan kelompok separatis moderat lain yang menginginkan tetap bersama India, tetapi memiliki otonomi wilayah.
Kematian Geelani ini juga diperkirakan memudarkan gerakan separatis di Kashmir karena para pendukungnya kemungkinan kesulitan untuk mencari pengganti yang sepopuler Geelani.
Selama bertahun-tahun, wilayah Kashmir tak pernah bisa tenang karena diperebutkan terus oleh India dan Pakistan. Pada 1989, aktivis-aktivis Kashmir mengobarkan revolusi bersenjata terhadap India. Mayoritas Muslim Kashmir mendukung perjuangan kelompok perlawanan yang menghendaki Kashmir dikuasai Pakistan atau menjadi negara yang merdeka.
India menuding Pakistan selama ini mendukung kelompok bersenjata Kashmir. Hal ini dibantah Pakistan. Akibat konflik kedua negara tetangga itu, puluhan ribu orang tewas.
Pada 2019, ketegangan agak surut ketika pemerintahan PM Modi melucuti status semi-otonomi Kashmir dan mengendalikan penuh wilayah itu. Ketegangan menurun karena India memperketat pengamanan dan memblokir semua akses komunikasi.
India juga mengerahkan pasukan keamanan bersenjata dan menangkapi ribuan anak muda, aktivis, dan para pemimpin pro-kemerdekaan Kashmir. Bahkan para politikus pro-India yang memilih status semi-otonomi untuk Kashmir juga ditangkap karena menentang keputusan pemerintahan Modi itu. Namun, mereka kemudian dibebaskan.
Setelah menghapuskan status kenegaraan dan konstitusi yang terpisah, India juga menghapus perlindungan warisan atas tanah dan pekerjaan. India juga membuka Kashmir bagi warga India dari luar untuk menetap secara permanen, boleh membeli tanah, dan tetap menjalankan operasional pemerintahan India di Kashmir.
India berdalih upaya itu akan bisa memacu investasi dan mendorong pembangunan di Kashmir. Namun, dari pandangan kelompok pengkritik India dan rakyat Kashmir, langkah itu ditujukan untuk melemahkan posisi masyarakat Kashmir.
Situasi di Kasmir terus-menerus tegang. Bahkan sentimen anti-India menguat. Kelompok-kelompok militan bersenjata juga terus bertambah. Pertikaian bersenjata antara pasukan keamanan India dan kelompok militan kian sering terjadi.
Sampai saat ini, Kashmir belum memiliki pemerintahan terpilih dan berada di bawah kendali India langsung. Pada tahun lalu, India mengadakan pemilihan daerah untuk mendorong pembangunan dan pemberantasan korupsi.
Aliansi politisi pro-India yang mendukung status pemerintahan sendiri bagi Kashmir memenangi pemilihan itu. Mereka kembali memperjuangkan status otonomi bagi Kashmir.
Namun, pada Juni lalu, PM Modi bertemu dengan para politikus pro-India yang ada di Kashmir. Ini dianggap sebagai upaya memperkuat proses demokrasi di Kashmir, tetapi para pemimpin aliansi menganggap tidak mendapatkan hasil apa pun dari upaya itu.
Gerakan kelompok separatis di Kashmir selama dua tahun terakhir ini juga diperkirakan melemah, bukan hanya karena kematian Geelani, melainkan juga karena banyak pemimpin kelompok separatis yang ditahan pada 2019 sampai sekarang masih dipenjara. (REUTERS/AP/LUK)