Iran Sokong Taliban dengan Senjata, Dana, hingga Apartemen
Dulu lawan, sekarang kawan. Ini yang terjadi antara Taliban dan Iran. Meski sempat berlawanan, kedua belah pihak menjadi mitra. Iran menyokong Taliban dengan dana, senjata, apartemen, fasilitas lainnya, dan BBM.
Oleh
Musthafa Abd. Rahman
·3 menit baca
Keberhasilan Taliban kembali berkuasa di Afghanistan sejak 15 Agustus lalu tak lepas dari peran besar Iran. Iran dalam beberapa tahun terakhir ini menyuplai senjata dan dana kepada Taliban agar terus mampu melawan pasukan Amerika Serikat dan pasukan Pemerintah Afghanistan.
Iran juga mengizinkan Taliban membuka kantor perwakilan di Iran, yakni di Kota Mashhad dan Kota Zahedan. Pemerintah Iran menyediakan 20 flat apartemen untuk keluarga pimpinan Taliban di tiap-tiap kota, termasuk juga di Teheran. Sejumlah pimpinan Taliban berdomisili pula di beberapa kota lain di Iran.
Iran juga membantu Taliban dalam diplomasi di kancah internasional. Para pejabat tinggi Iran selalu berusaha meyakinkan masyarakat internasional bahwa hanya Taliban yang mampu menciptakan keamanan dan perdamaian di Afghanistan.
Para diplomat Iran disinyalir sering bertemu dengan para petinggi Taliban di Moskwa, Rusia, untuk berkoordinasi mencari dukungan internasional agar Taliban dapat kembali berkuasa.
Mantan Menteri Luar Negeri Iran Mohammad Javad Zarif, ketika berkunjung ke India pada Juni 2019, mengatakan, tidak ada masa depan bagi Afghanistan tanpa Taliban.
Kebijakan Iran membantu Taliban itu merupakan bagian dari pertarungan antara Amerika Serikat (AS) dan Iran di Timur Tengah, khususnya setelah Presiden AS Donald Trump membatalkan secara sepihak kesepakatan Nuklir Iran 2015 pada Mei 2018 dan kemudian menjatuhkan sanksi kembali atas Iran.
Iran dalam dua dekade terakhir ini memandang Taliban sebagai mitra strategis dalam menghadapi AS. Sebaliknya, Taliban juga melihat Iran sebagai sahabat yang memiliki kepentingan yang sama dalam melancarkan perlawanan terhadap AS.
Maka, Taliban semakin memberi perlakuan yang baik terhadap kaum minoritas Syiah Hazara di Afghanistan. Padahal, di era pemerintahan periode 1996-2001, Taliban menindas kaum minoritas Syiah Hazara sehingga hampir meletus perang Iran-Taliban pada 1998.
Namun, setelah rezim Taliban tumbang akibat invasi AS ke Afghanistan di 2001, hubungan Iran-Taliban segera membaik. Hubungan keduanya lalu berkembang menjadi mitra strategis dalam menghadapi AS.
Ketika kini Taliban berhasil berkuasa lagi di Afghanistan, Iran pun merasa kemenangan Taliban adalah bagian dari kemenangannya. Kepentingan Iran adalah hengkangnya pasukan asing dari kawasan Timur Tengah, Asia Tengah, dan Asia Selatan.
Menurut pandangan Iran, keamanan dan perdamaian kawasan hanya bisa terwujud jika pasukan asing hengkang dari kawasan tersebut. Iran selama ini sering mengkritik keras kehadiran pasukan AS di Irak, Kuwait, Bahrain Qatar, dan Afghanistan.
Selain itu, Iran juga butuh menghimpun kekuatan mitra baru di kawasan untuk menaikkan daya tawar Iran dalam menghadapi AS terkait isu nuklir. Dalam hal ini, Iran menemukan Taliban sebagai mitra dalam upaya memperkuat posisinya.
Seperti diketahui, perundingan nuklir Iran di Vienna sampai saat ini masih mengalami kesulitan. Rangkaian pertemuan belum bisa mencapai kesepakatan baru.
Dalam upayanya untuk terus memperkuat hubungan dengan Taliban, Iran sudah menyuplai gas dan minyak ke Afghanistan guna kebutuhan di negara itu. Selama periode Mei 2020 hingga Mei 2021, Iran mengekspor 400.000 ton minyak dan gas ke Afghanistan.
Saat ini, isu ekonomi merupakan tantangan terberat bagi rezim Taliban. Setelah sebelumnya memberi dukungan diplomasi, dana, dan senjata, kini Iran mengambil peran dalam menyelamatkan ekonomi Afghanistan lewat pasokan minyak dan gas.