Tanggulangi Terorisme, Pakistan-Qatar Ajak Komunikasi dengan Taliban
Afghanistan yang tidak stabil bisa memicu berbagai dampak negatif, termasuk terorisme. Mau tidak mau, demi stabilitas Afghanistan, komunikasi dengan Taliban harus dilakukan.
Oleh
kris mada
·3 menit baca
DOHA, KAMIS — Pakistan dan Qatar mengajak komunitas internasional untuk menjaga hubungan dan komunikasi dengan Taliban. Penanggulangan terorisme jadi alasan utama ajakan itu.
Menteri Luar Negeri Qatar Mohammed Abdulraham Al Thani dan Menlu Pakistan Shah Mahmood Qureshi menyampaikan ajakan pada Rabu (1/9/2021) malam waktu Doha atau Kamis dini hari WIB. Mereka berbincang secara virtual dan melibatkan Menlu Jerman Heiko Maas. ”Kalau berhenti berhubungan, akan ada kekosongan dan pertanyaannya adalah siapa yang akan mengisi kekosongan itu?” ujar Al Thani.
Ia mengatakan, perlu peningkatan kondisi keamanan dan ekonomi Afghanistan. Pencapaian kondisi itu mau tidak mau harus melibatkan Taliban.
Ia dan Mahmood juga memperingatkan peluang perkembangan teror di Afghanistan setelah Amerika Serikat dan sekutunya meninggalkan negara itu.
Perlu pelibatan Taliban dan berbagai kelompok lain dalam pemerintahan inklusif sebagai salah satu cara mengendalikan potensi teror. Sebab, kehadiran pemerintahan inklusif memungkinkan Afghanistan tetap diurus. Hal itu termasuk soal menekan potensi kelompok teror. ”Pilihannya adalah komunikasi atau isolasi,” kata Mahmood.
Pilihan isolasi atau mengabaikan pemerintahan yang melibatkan Taliban dinilai berbahaya. Kala berkuasa pada 1996-2001, Taliban membuat Afghanistan jadi ladang persemaian teror. ”Kesalahan pada dekade 1990-an. Saya mendesak komunitas internasional tidak mengulangi kesalahan itu,” katanya.
Kepala Staf Gabungan Amerika Serikat Jenderal Mark Milley mengatakan, Washington tidak menutup kemungkinan berhubungan dengan Taliban untuk penanganan teror. Bahkan, Panglima Komando Tengah AS Jenderal Kenneth McKenzie mengungkap bahwa AS berbagi sebagian informasi intelijen dengan Taliban pada Agustus 2021. Pembagian itu dilakukan selama proses evakuasi massal.
Adapun Maas mengatakan, stabilitas Afghanistan harus dijaga. Sebab, Afghanistan yang tidak stabil bisa memicu berbagai dampak negatif, termasuk terorisme. Mau tidak mau, demi stabilitas Afghanistan, komunikasi dengan Taliban harus dilakukan. ”Kami tidak membahas soal pengakuan. Hanya membahas cara menyelesaikan masalah saat ini, terkait warga Jerman, warga Afghanistan, juga orang-orang yang mau meninggalkan negara itu,” ujarnya.
Sementara Utusan Khusus Inggris untuk Afghanistan, Simon Gass, bertolak ke Doha untuk menemui perwakilan Taliban di sana. Ia akan membahas lanjutan evakuasi warga Inggris di Afghanistan.
Inggris dan Jerman sama-sama mengakhiri evakuasi massal pekan lalu. Meski demikian, sebagian warga Inggris dan Jerman serta sejumlah negara lain masih berada di Afghanistan. Banyak orang Afghanistan yang pernah bekerja untuk pemerintahan asing juga belum bisa meninggalkan negara itu. Padahal, mereka rawan disasar milisi Taliban seperti sudah terjadi dalam dua pekan terakhir.
Sikap AS
Pemerintah Amerika Serikat mengakui masih ada ratusan warga AS di Afghanistan. Direktur Jenderal Hubungan Politik Departemen Luar Negeri AS Victoria Nuland mengatakan, Washington menjajaki semua pilihan untuk mengevakuasi warga AS yang tersisa.
Di sisi lain, Nuland menyebut bahwa AS belum membahas hubungan dengan Taliban. ”Akan dipandu dengan tindakan mereka, bukan apa yang dikatakan. Sekarang ada beberapa pertanyaan, seperti kondisi kemanusiaan, penghormatan HAM, hal-hal terkait. Kami akan melihat semua itu,” ujarnya.
Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan mengatakan, AS akan melanjutkan pengiriman bantuan kemanusiaan ke Afghanistan. Walakin, seluruh bantuan itu akan diberikan kepada warga. ”Tidak boleh (disalurkan) melalui Taliban,” katanya.
Seperti Nuland, ia juga mengatakan bahwa hubungan AS-Taliban akan tergantung sikap Taliban. ”Terserah mereka, kami akan memantau,” katanya.
Sejauh ini, Taliban gagal membuktikan sejumlah janji yang disampaikannya. Komunitas internasional meminta Taliban menjamin hak perempuan dan kelompok minoritas. Warga Afghanistan juga harus diizinkan keluar dari negara itu. Taliban diminta tidak memburu orang yang tidak sepakat dengan mereka.
Direktur Afghanistan Migrants Advice and Support Organization Abdul Ghafoor mengatakan, sudah 14 orang Hazara dibunuh milisi Taliban. Mereka tewas setelah menyerahkan diri kepada milisi Taliban. ”Tidak ada pengampunan. Mereka memburu jurnalis, aktivis, dan bekas pegawai pemerintah,” katanya.
Suku Hazara sudah puluhan tahun jadi sasaran milisi Taliban. Mereka disasar semata karena terlahir sebagai Hazara yang mayoritas Syiah. Sementara Taliban mayoritas Pastun dan Sunni. (AFP/REUTERS)