Perlawanan di Panjshir Jadi Kerikil bagi Taliban
Perlawanan bersenjata oleh milisi Lembah Panjshir membuat Taliban belum sepenuhnya menguasai Afghanistan. Panjshir memiliki nilai simbolis sangat besar di Afghanistan dan dikenal selalu menolak pendudukan dari mana pun.
KABUL, KAMIS – Kelompok Taliban masih menghadapi perlawanan pelik di Lembah Panjshir, satu-satunya provinsi dan kantong anti-Taliban. Sementara bandar udara Kabul telah jatuh dalam kontrol Taliban, setelah seluruh pasukan AS meninggalkan negeri itu. Penguasa baru Afghanistan tersebut dilaporkan segera mengumumkan pemerintahan dalam beberapa hari mendatang.
Lembah Panjshir berada di kaki pegunungan yang terjal dengan puncaknya tertutup salju di Provinsi Panjshir, sekitar 80 kilometer di utara Kabul, ibu kota Afghanistan. Di sana, Front Perlawanan Nasional (NRF) bersumpah untuk mempertahankan daerah mereka dari penguasaan Taliban. NRF terdiri dari milisi anti-Taliban dan mantan anggota tentara nasional Afghanistan.
Melalui pejabat seniornya, Rabu (1/9/2021), Taliban meminta para milisi bersenjata di Panjshir untuk segera meletakkan senjata. "Saudara-saudaraku, kami mencoba yang terbaik untuk memecahkan masalah Panjshir dengan pembicaraan dan negosiasi. Sayangnya semua sia-sia," cuit pejabat senior Taliban, Amir Khan Muttaqi, dalam pesan audio kepada orang-orang Panjshir yang diunggah di Twitter.
Baca juga: Kebangkitan Milisi Sipil di Afghanistan
"Sekarang pembicaraan telah gagal dan Mujahiddin (Taliban) telah mengepung Panjshir. Masih ada orang di dalam yang tidak ingin masalah ini diselesaikan secara damai," tambah Muttaqi.
"Sekarang terserah Anda untuk berbicara dengan mereka... Mereka yang ingin bertarung, beritahu mereka bahwa itu sudah cukup."
Bismillah Mohammadi, Menteri Pertahanan Afghanistan pada era pemerintahan Presiden Ashraf Ghani yang jatuh bulan lalu, mengatakan bahwa Taliban telah meluncurkan serangan baru di Panjshir sejak Selasa malam. "Tadi malam Taliban menyerang Panjshir, tetapi dikalahkan," cuit Mohammadi, Rabu (1/9/201). Dia mengklaim, 34 anggota Taliban tewas dan 65 terluka.
Mohammadi menyebut anggota Taliban sebagai “teroris”. Dia mengatakan, "Rakyat kita tidak perlu khawatir. Mereka mundur dengan banyak korban," cuitnya yang ditujukan kepada seluruh masyarakat Panjshir, salah satu dari 34 provinsi di Afghanistan.
Lihat foto-foto: Melawan Taliban dari Panjshir
Panjshir menjadi satu-satunya provinsi yang tidak mau menyerah kepada Taliban. Banyak penduduk dan pejuang di Panjshir memerangi Taliban ketika kelompok Taliban berkuasa dari tahun 1996 hingga 2001. Kini mereka menyampaikan pesan yang menantang. "Kami siap mempertahankannya sampai titik darah penghabisan," kata seorang warga setempat.
"Setiap orang memiliki senjata di bahu mereka dan siap untuk menembak," kata warga yang lain. "Dari yang termuda hingga yang tertua, mereka semua berbicara tentang sebuah perlawanan."
Saat tentara AS terakhir menaiki penerbangan terakhir keluar dari Afghanistan pada Senin tengah malam, pukul 23.59, penduduk Panjshir mengatakan bahwa Taliban telah menyerang lembah di dua front: dari Khawak di barat dan Shotol di selatan.
"Mungkin mereka ingin mencoba keberuntungan," kata petinggi NRF, Fahim Dashti, dalam sebuah video yang diposting pada Selasa dan disiarkan Voice of America. Ia menambahkan, tujuh atau delapan anggota Taliban tewas dalam bentrokan pada Senin. "Dengan kasih karunia Allah, keberuntungan tidak berpihak pada mereka."
Baca juga: Lebih dari 1.000 Tentara Afghanistan Kabur ke Tajikistan
Panjshir memiliki nilai simbolis yang sangat besar di Afghanistan. Wilayah itu dikenal sebagai daerah yang menolak pendudukan oleh penjajah. "Kami mempertahankannya sejak era Rusia, era Inggris, era Taliban sebelumnya. Kini kami akan terus mempertahankannya," kata seorang anggota kelompok perlawanan setempat.
Ahmad Massoud, salah satu pemimpin NRF, adalah putra mendiang komandan Ahmad Shah Massoud, yang dijuluki "Singa Panjshir" karena perlawanan sengitnya melawan pasukan Soviet dan kemudian Taliban.
Lembah ini memiliki akses masuk yang terbatas, dengan letak geografis yang menguntungkan milisi lokal. Unit pertahanan mereka dapat menggunakan posisi di ketinggian untuk secara efektif menargetkan pasukan penyerang. NRF memiliki senapan mesin, mortar, dan pos pengawasan yang dibentengi dengan karung-karung pasir untuk mengantisipasi serangan Taliban.
Minggu ini, para anggota kelompok perlawanan Panjshir unjuk kekuatan dengan mengadakan latihan militer. Para pejuang terlibat memikul kayu berat sambil menyeberangi sungai es yang dalam.
Di atas kendaraan lapis baja dan di atas pangkalan, mereka mengibarkan bendera NRF. Spanduk menantang Taliban dikibarkan di seluruh wilayah itu. Taliban menutup seluruh jaringan komunikasi dan internet ke Panjshir.
Perempuan jurnalis menyusut
Sementara itu kelompok Reporter Tanpa Batas (Reporters Sans Frontieres/RSF) mengatakan, para perempuan jurnalis yang bekerja di Kabul telah menyusut hingga di bawah 100 sejak Taliban mengambil alih kekuasaan. Sebelumnya ada sedikitnya 700 perempuan wartawan aktif bekerja di Afghanistan.
Tahun lalu, RSF mengatakan telah mendata 108 media yang beroperasi di Kabul. Media tersebut mempekerjakan total 4.940 orang, termasuk 1.080 perempuan, sebanyak 700 di antaranya adalah jurnalis.
Tetapi, dari 510 perempuan yang dipekerjakan oleh delapan kelompok media terbesar di negara itu pada tahun 2020, kini hanya 76 orang, termasuk 39 jurnalis, yang saat ini masih aktif bekerja. Angka-angka ini sama dengan "penghilangan kuasi perempuan jurnalis di ibu kota," kata RSF.
Baca juga: Duduki Istana Kepresidenan, Taliban Kembali ke Tampuk Kekuasaan Afghanistan
Terlepas dari jaminan oleh Taliban bahwa kebebasan pers akan dihormati dan bahwa perempuan jurnalis akan dapat bekerja, RSF mengatakan, "Sebuah lanskap media baru muncul tanpa mereka." RSF meminta penguasa baru di Afghanistan untuk menjamin kebebasan dan keselamatan perempuan yang bekerja di bidang jurnalisme.
"Sangat penting bahwa jurnalis perempuan dapat kembali bekerja tanpa diganggu, yang merupakan hak paling mendasar mereka," kata Sekretaris Jenderal RSF Christophe Deloire.
Pesawat Qatar mendarat
Sementara pertempuran meletus di Panjshir, berlangsung upaya pemulihan kembali operasional bandara Kabul. Rabu kemarin, sebuah pesawat dari Doha, Qatar, mendarat di bandara itu membawa tim teknis. Kedatangan mereka disebutkan untuk membahas dimulainya kembali operasi bandara setelah Taliban menguasai Afghanistan.
"Sebuah jet Qatar yang membawa tim teknis telah mendarat di Kabul hari ini untuk membahas dimulainya kembali operasi di bandara," demikian keterangan sumber setempat.
Baca juga: Pelajaran dari Jatuhnya Kabul ke Taliban, Uang-Senjata Tak Bisa Beli Daya Juang
Qatar ingin menjamin kelancaran bantuan kemanusiaan dan memberikan kebebasan bergerak, termasuk dimulainya kembali upaya evakuasi bagi warga yang ingin mengungsi, tetapi masih tertinggal di Afghanistan.
Lebih dari 123.000 warga negara asing dan warga Afghanistan telah dievakuasi keluar dari Afghanistan. Qatar, yang menjadi tuan rumah negosiasi antara Taliban dan AS pada 29 Februari 2020, merupakan tempat transit bagi sekitar 43.000 pengungsi dari Afghanistan.
Negara-negara Teluk, termasuk Qatar, telah menjadi pos-pos tempat singgah untuk penerbangan evakuasi bagi warga negara-negara Barat serta penerjemah Afghanistan, jurnalis, dan lainnya. Meski demikian, masih ada ribuan warga Afghanistan yang bekerja untuk negara asing masih tertinggal.
Qatar mendesak Taliban untuk memastikan \'jalan yang aman\' untuk keluar dari Afghanistan bagi mereka yang kini masih berada di negara itu. "Kami menekankan pada Taliban tentang masalah kebebasan bergerak. Harus ada jalan aman bagi orang untuk pergi dan masuk jika mereka menginginkannya," kata Menteri Luar Negeri Qatar Sheikh Mohammed bin Abdulrahman al-Thani.
Para pejabat AS mengatakan, Bandara Kabul berada dalam kondisi buruk, dengan banyak infrastruktur dasarnya rusak atau hancur. Meski demikian, Taliban telah merayakan “kemerdekaan” dengan melepaskan tembakan salvo dan kembang api saat pasukan AS terakhir meninggalkan Kabul.
Lihat juga foto-foto: Taliban Kuasai Aset Militer Pemberian AS pada Tentara Afghanistan
Biden pikul tanggung jawab
Dari Washington DC, Presiden AS Joe Biden dalam pidato kenegaraannya, Selasa (31/8/2021) waktu setempat, menyatakan siap untuk bertanggung jawab atas keputusannya menarik pasukan AS dari Afghanistan. Dia membela diri dengan menyatakan takkan menyesal dengan keputusannya itu.
Baca juga: Biden Siap Bertanggung Jawab atas Situasi di Afghanistan
”Ini adalah perang yang tidak berkesudahan. Saya menolak untuk mengirim generasi baru, anak-anak bangsa Amerika, untuk berperang di pertarungan yang tak berkesudahan ini,” ujarnya.
”Ini bukan fenomena tiba-tiba. Pemerintahan (Donald) Trump membebaskan 5.000 tahanan, termasuk panglima-panglima Taliban. Kelompok ini pada tahun 2020 jauh lebih kuat dibandingkan tahun 2001. Taliban sejatinya telah menguasai setengah dari Afghanistan,” kata Biden.
Menurut dia, memaksakan diri tetap berada di Afghanistan dengan situasi itu hanya akan mengorbankan energi, waktu, dan jiwa militer AS. Perang selama 20 tahun itu telah memakan 2.400 jiwa tentara AS dan biaya sebesar 2,3 triliun dollar AS. Apalagi, Biden menekankan bahwa pola diplomasi AS mulai sekarang berubah dan menekankan kepada hak asasi manusia.
”Okupasi militer bukan diplomasi yang relevan lagi. Kita tidak bisa lagi mengadakan operasi militer besar-besaran untuk membangun negara lain,” ujar Biden.
Ia menjelaskan, misi AS ialah mengimbangi pengaruh global China dan Rusia. Caranya tidak lagi melalui aksi militer. Diplomasi yang lebih bernuansa dan kompleks di berbagai sektor, seperti ekonomi, sosial budaya, dan keamanan, menjadi pilihan baru dalam mengimbangi pengaruh rival tersebut. (AFP/REUTERS/AFP)