Kisah Jenderal AS dan Warisan Pahit untuk Afghanistan
Setelah operasi militer selama 20 tahun, Amerika Serikat akhirnya angkat kaki dari Afghanistan. Namun alih-alih mendapatkan situasi yang lebih baik, rakyat Afghanistan justru dihadapkan dengan persoalan multidimensi.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·5 menit baca
Mayor Jenderal Chris Donahue, Komandan Divisi Lintas Utara Ke-82 Angkatan Darat, Korps Lintas Udara XVIII, menjadi buah bibir di seluruh dunia. Foto dirinya saat melangkah ke pesawat kargo C-17 di Bandara Kabul, Affghanistan, Senin (30/8/2021) tengah malam waktu setempat, dimuat di berbagai media massa dunia dan media sosial keesokan hari hingga Rabu (1/9/2021).
Apa yang istimewa dari foto itu? Beberapa saat sebelum pukul 11:59 malam, Senin itu, Donahue naik pesawat. Dia adalah prajurit Amerika Serikat (AS) terakhir yang ikut penerbangan terakhir pasukan AS dari Kabul. Kuasa Usaha AS di Kabul, Ross Wilson, sudah terlebih dahulu naik pesawat. Donahue menutup sejarah intervensi militer AS selama 20 tahun dalam perang di Afghanistan.
Di foto yang diambil dengan mode night vision scope itu, Donahue tampak menggunakan kostum militer lengkap. Tangan kanannya menenteng senjata laras panjang. Korps Lintas Udara XVIII Angkatan Darat AS mengunggah foto berwarna hijau dan agak gelap itu di Twitter per 31 Agustus, batas terakhir penarikan pasukan AS.
"Kagum dengan Sky Dragon Soldiers kami. Ini adalah misi yang sangat berat dan penuh tekanan yang dijejali dengan banyak kerumitan, dengan ancaman aktif sepanjang waktu. Pasukan kami menunjukkan ketabahan, disiplin, dan empati. Di bawah ini adalah gambar prajurit terakhir yang meninggalkan Afghanistan," cuit korps itu.
Dalam laporannya, Reuters, menyebut foto kepergian Donahue sebagai prajurit terakhir Amerika dari medan perang terpanjang AS di Afghanistan sebagai “momen bersejarah”. Momen sang jenderal menjejakkan kaki terakhir di negara yang dikenal sebagai “kuburan para kaisar” itu disandingkan dengan momen seorang jenderal Uni Soviet saat keluar dari Afghanistan di tahun 1989.
Foto Donahue disejajarkan dengan foto Jenderal Boris Gromov, Komandan AD Ke-40 Uni Soviet di Afghanistan. Gromov memimpin pawai kendaraan lapis baja melewati Jembatan Persahabatan ke Uzbekistan saat Tentara Merah keluar dari Afghanistan, 32 tahun lalu. Hanya saja, Donahue berjalan sendirian. Gromov menggandeng putranya sambil membawa karangan bunga merah dan putih.
Gromov melintasi Jembatan Persahabatan pada 15 Februari 1989 untuk mengakhiri perang 10 tahun Uni Soviet di Afghanistan. Lebih dari 14.450 personel militer Soviet tewas. Namun, penarikan pasukan AS kali ini dan Soviet dahulu dilakukan dengan cara yang berbeda walau berhasil menghindari kekalahan yang dialami Inggris saat perang Anglo-Afghanistan Pertama pada 1842.
Tentara Merah Soviet keluar saat pemerintah komunis pro-Moskow di Kabul masih berkuasa. Tentaranya masih berperang selama tiga tahun kemudian. Sedangkan Pemerintah Afghanistan yang didukung Barat telah menyerah dan Kabul telah jatuh ke tangan Taliban pada 15 Agustus, lebih dari dua pekan dari batas akhir penarikan pasukan AS, 31 Agustus.
Dalam sejarah militer AS, Donahue, kata Angkatan Darat, pernah ditugaskan sebanyak 17 kali untuk mendukung operasi (militer AS) di Afghanistan, Irak, Suriah, Afrika Utara, dan Eropa Timur. Merujuk biografi Donahue yang diunggah di situs web Angkatan Darat, seperti dilaporkan Fox News, Selasa (31/8/2021), ia baru-baru ini menjabat sebagai komandan Satuan Tugas Gabungan Operasi Khusus-Afghanistan untuk mendukung Operation Freedom\'s Sentinel (OFS).
Pentagon menggambarkan OFS sebagai "misi koalisi untuk melatih, memberi saran dan membantu Pasukan Pertahanan dan Keamanan Nasional Afghanistan. Juga untuk melakukan operasi kontraterorisme terhadap sisa-sisa Al Qaeda" setelah serangan teroris 11 September 2001.
Penerbangan Donahue mengakhiri operasi militer AS yang melibatkan Aliansi Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO). AS masuk ke Afghanistan untuk menumpas Al-Qaeda berikut Taliban yang melindungi jaringan terorisme itu per Oktober 2001. Ini sebagai respons atas serangan Al Qaeda ke New York, Washington DC, dan Pentagon di Arlington, Virginia, 11 September 2001.
Selama 20 tahun di Afghanistan, AS mengeluarkan dana hingga 900 miliar dollar AS atau Rp 12.841 triliun untuk berbagai kebutuhan, mulai operasi militer hingga pembangunan jalan, jembatan, dan pembangkit listrik. Puluhan ribu nyawa melayang. Ini mencakup 2.448 tentara AS, 3.846 mitra AS, 1.144 tentara NATO, 66.000 tentara nasional Afghanistan, 47.245 warga sipil Afghanistan, 51.191 pejuang Taliban dan milisi lainnya, 444 pekerja misi bantuan, serta 71 wartawan.
Kepergian AS meninggalkan banyak perlengkapan senjata modern di Afghanistan. Sejumlah besar persenjataan AS untuk tentara nasional Afghanistan telah dikuasai kelompok Taliban, mulai dari pistol hingga pesawat kargo C-130 Hercules. Pada Rabu (1/9/2021), misalnya, angggota Badri, unit khusus Taliban, dan milisi Taliban dari unit lain yang berjaga di sekitar Bandara Kabul terlihat menggunakan aneka peralatan tempur yang pernah diberikan AS kepada tentara nasional Afghanistan.
Menurut Komandan Komando Tengah AS Jenderal Kenneth McKenzie, pasukan AS meninggalkan 73 pesawat dan helikopter di Bandara Kabul dan di pangkalan lain di Afghanistan. Namun, semuanya dalam kondisi sudah tidak akan pernah bisa digunakan lagi.
AS juga dilaporkan meninggalkan 53.132 unit kendaraan tempur mulai dari kendaraan patroli multiguna dan cepat bergerak (Humvee), mobil patroli lapis baja, MRAP, hingga panser ringan. Juga ada lebih dari 500.000 pucuk senapan, pistol, dan senapan mesin. Selain itu, ada 169 pucuk meriam.
Donahue dan ribuan prajurit AS lainnya telah meninggalkan semuanya itu. Perang terpanjang AS dalam sejarah intervensi militer negara itu telah berakhir. Evakuasi terakhir AS di Kabul akan dinilai antara lain dari berapa banyak orang yang dibawa keluar dan berapa banyak yang tertinggal. Ada ribuan petugas penerjemah, jurnalis, dan warga Afghanistan lainnya yang terpaksa ditinggal.
Kepergian Donahue dan rekan-rekannya tentu saja membawa banyak kisah yang mengerikan tentang Afghanistan. Di hari-hari terakhir, mereka menyaksikan orangtua Afghanistan yang mengoper bayi mereka melewati tembok pagar berduri. Di sekeliling bayi itu ribuan orang panik, hendak melarikan diri dari Afghanistan yang jatuh ke tangan Taliban.
Donahue dan rekan-rekannya juga menyaksikan beberapa orang jatuh dari pesawat yang sedang mengudara. Insiden terakhir yang paling mematikan adalah serangan bom bunuh diri kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) Khorasan.
Serangan di tengah massa yang putus atas, yang sedang berkerumun di luar Bandara Kabul itu, menewaskan hampir 200 orang yang kebanyakan warga sipil. Sebanyak 13 tentara AS termasuk korban tewas. Donahue dan rekan-rekannya meninggakan duka, ketakutan, kelaparan, dan bencana kemanusiaan lainnya. Warga Afghanistan akan merasakan semuanya itu. (AFP/REUTERS/AP/CAL)