Kinerja ekspor Indonesia ke China meningkat. Kerja sama investasi pun tetap tumbuh di tengah deraan pandemi. Kemitraan Indonesia-China mengarah pada upaya menyejahterakan warga kedua bangsa.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·5 menit baca
Hubungan Indonesia-China berlangsung sejak 13 Oktober 1950, lima tahun setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaan. China merupakan negara yang sangat mendukung Indonesia mengadakan Konferensi Tingkat Tinggi Asia-Afrika pada tahun 1955, dengan cita-cita kebangkitan negara-negara di kedua benua dan bebas dari tekanan kolonialisme.
Pada masa pemerintahan Orde Baru di tahun 1967, hubungan Indonesia-China sempat beku karena Soeharto ingin menahan penyebaran ideologi komunisme. Akan tetapi, hubungan ini dibuka kembali pada tahun 1990 dan sejak saat itu, China menjadi mitra penting bagi Indonesia, baik di sektor ekonomi, politik, maupun pertahanan.
”Hubungan kedua negara meningkat dari kemitraan strategis menjadi kemitraan strategis komprehensif sejak tahun 2013. Pilar-pilarnya ialah di politik, keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya. Bisa dibilang, Indonesia dan China dulu berteman, sekarang bersahabat,” kata Duta Besar Indonesia untuk China Djauhari Oratmangun dalam wawancara khusus dengan Kompas pada Minggu (29/8/2021).
Persahabatan itu ditekankan di sektor ekonomi yang oleh Djauhari dimaknai dengan meningkatnya angka-angka di neraca perdagangan kedua negara. Menurut dia, status sahabat ini tetap dengan berbagai dinamika naik dan turun. Akan tetapi, tujuannya tetap sama, yaitu meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan kedua belah pihak.
”Oleh sebab itu, fokus hubungan dengan China saat ini ada di sektor-sektor ekonomi yang bisa memberi percepatan laju ekonomi Indonesia. Ada di perdagangan, investasi, pariwisata, dan ekonomi digital,” ujarnya.
Sektor lain seperti keamanan dan sosial-budaya tetap berjalan. Apalagi, dari sisi hubungan orang ke orang, masyarakat Nusantara telah selama ribuan tahun memiliki kedekatan dengan masyarakat China.
Pada tahun 2020, nilai perdagangan kedua negara menurut data pabean Pemerintah China adalah 78,7 miliar dollar AS. Total realisasi investasi China di Indonesia adalah 4,8 miliar dollar AS meskipun di tengah suasana pandemi Covid-19. Di samping itu, juga ada realisasi investasi dari Hong Kong sebesar 3,5 miliar dollar AS.
Dari sisi Indonesia, eksportir di Tanah Air juga tetap giat selama pandemi. Terbukti dengan peningkatan ekspor sebanyak 54,4 persen atau setara dengan 31,2 miliar dollar AS. Dibandingkan dengan negara-negara di dunia, Indonesia adalah mitra dagang nomor 13 bagi China. Apabila dilihat dari negara-negara Asia Tenggara, Indonesia menduduki peringkat kelima. Bagi Djauhari, ini berarti masih banyak sektor yang bisa dikembangkan.
Proyek-proyek besar yang akan dikerjakan oleh Indonesia dan China ialah pembangunan poros maritim global beserta inisiatif sabuk dan rel. Menurut rencana, Sumatera Utara akan menjadi poros untuk negara-negara Asia, Kalimantan Utara menjadi poros di bidang energi, Bali di sektor ekonomi kreatif dan teknologi, serta Sulawesi Utara menjadi poros untuk wilayah Pasifik.
Total ada 23 proyek kolaborasi Indonesia-China. Kereta api cepat Jakarta-Bandung berdasarkan informasi akan segera diresmikan pada November 2022. Selain itu, ada juga pembangunan kota cerdas untuk ibu kota baru di Penajam. Perusahaan-perusahaan China sudah banyak mengirim perwakilan ke Kedutaan Besar Indonesia untuk menanyakan prospek kerja sama dan investasi di ibu kota baru.
”Ini semua sektor yang bisa memberi nilai tambah bagi Indonesia. Perkembangan yang lebih menggembirakan, produk-produk industri kreatif Indonesia seperti wastra nusantara, perabotan, gula merah, sabun colek, kecap manis, dan kerupuk udang ternyata laku keras di sini,” kata Djauhari.
Ia menjelaskan, untuk pangan, barang-barang yang masuk ke China adalah produk jadi. Sarang burung walet, misalnya, diolah menjadi produk turunan, lalu diberi kemasan seperti kotak perhiasan sehingga menambah gengsi ketika dijadikan bingkisan tahun baru atau hantaran pernikahan. Produk-produk yang biasa tampil sederhana di Tanah Air pun masuk ke China dengan bungkus mentereng. Kerupuk udang saja dikemas dengan desain yang mewah.
Menurut Djauhari, hal ini karena masyarakat kelas menengah China tengah tumbuh pesat. Mereka menginginkan produk-produk yang bermutu baik. Kesempatan ini diambil oleh para pengusaha Indonesia yang sengaja membuat kemasan khusus ekspor ke China. Salah satu merek kopi, misalnya, melampirkan brosur peta, hewan khas, dan cerita rakyat dari tempat kopi itu berasal.
”Nilai-nilai tambah seperti sejarah dan latar belakang produk ini yang digemari oleh konsumen China. Ini juga sekaligus promosi Indonesia sehingga masyarakat sini tertarik untuk datang ke Indonesia,” ujarnya.
Produk-produk ini telah merambah ke sejumlah toserba di China. Kiat yang dilakukan oleh Kedutaan Besar Indonesia ialah tidak hanya fokus melakukan promosi di kota-kota besar, seperti Beijing, Shanghai, dan Guangzhou. Mereka justru rajin mendatangi kota-kota lapis kedua, seperti Suzhou dan Shengzhou.
Promosi juga dilakukan secara daring melalui situs idnstore.cn yang menjual barang-barang Indonesia untuk konsumen di China, Hong Kong, Makau, dan Taiwan dalam partai besar. Saat ini, kedutaan tengah menjajaki kerja sama dengan perusahaan logistik lokal untuk memudahkan pengiriman.
Perkembangan yang pesat ini, menurut Djauhari, tidak terlepas dari campur tangan mahasiswa Indonesia dan alumnus dari perguruan tinggi China. Tercatat, ada 18.000 mahasiswa Indonesia yang sedang kuliah di China walaupun sebagian besar melakukan kuliah jarak jauh akibat pandemi.
Jurusan yang diambil tidak lagi bahasa Mandarin, tetapi sudah sangat bervariasi. Ada yang belajar teknologi informasi, kecerdasan buatan, balistik, kedokteran, desain, dan ilmu medis tradisional. Ketika lulus, banyak di antara mereka yang pulang ke Tanah Air dan berwirausaha.
”Berkat teman-teman mahasiswa ini hubungan people-to-people dengan masyarakat China tetap terjaga. Mereka juga membantu menyebarluaskan produk-produk dalam negeri, sekaligus menerapkan teknologi yang mereka pelajari untuk memajukan Indonesia,” kata Djauhari. Persatuan Pelajar Indonesia Tiongkok memiliki 25 cabang di seantero China dan tidak pernah sepi dari kegiatan.
(catatan redaksi; terjadi kesalahan menulis, pada kalimat pertama paragraf ketiga, yaitu Hubungan kedua negara meningkat dari kemitraan strategis menjadi kemitraan strategis komprehensif sejak tahun 2005. Seharusnya tertulis Hubungan kedua negara meningkat dari kemitraan strategis menjadi kemitraan strategis komprehensif sejak tahun 2013. Koreksi dan pembetulan telah dilakukan)