Pemerintah Daerah Ikut Dorong Ekspor di Tengah Pandemi
Pemulihan ekonomi di banyak negara membuka peluang perdagangan bagi beragam produk Indonesia. Beragam upaya diplomasi dan terobasan dilakukan untuk meningkatkan kinerja ekspor.
Oleh
Hendriyo Widi, Nikson Sinaga, Tatang Mulyana Sinaga, Benny D. Koestanto
·5 menit baca
KOMPAS/NIKSON SINAGA
Petugas dari Balai Besar Karantina Pertanian Belawan memeriksa andaliman yang hendak diekspor dari kawasan Pelabuhan Belawan, Medan, Kamis (26/8/2021). Di tengah tekanan pandemi, nilai ekspor komoditas pertanian dari Sumatera Utara mampu meningkat 43 persen pada semester I 2021.
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah-pemerintah daerah ikut mencari terobosan ekspor di tengah pandemi Covid-19. Mereka mencoba mengomodifikasi produk-produk bernilai tambah dan memanfaatkan e-dagang. Hal itu sejalan dg komitmen pemerintah pusat untuk tidak bersandar pada keuntungan siklus super harga komoditas guna meningkatkan ekspor nasional.
Merujuk pada data Biro Pusat Statistik (BPS), Provinsi Jawa Barat menjadi penyumbang terbesar ekspor nasional pada Januari-Juni 2021 senilai 16,08 miliar dollar AS atau mencapai 15,63 persen. Adapun di Medan, Provinsi Sumatera Utara melaporkan nilai ekspor komoditas pertaniannya mampu bertumbuh 43 persen pada semester I-2021. Kenaikan itu ditopang naiknya harga komoditas, meningkatnya volume, dan banyaknya jenis komoditas baru yang mampu menembus pasar ekspor.
“Ekonomi Jabar terus membaik. Ekspornya tertinggi se-Indonesia. Investasi juga sama, hampir Rp 70 triliun masuk selama enam bulan (Januari-Juni),” ujar Gubernur Jabar Ridwan Kamil di Bandung, Jumat (27/8/2021) pekan lalu. Ia menyatakan, ekspor Jabar terus tumbuh seiring membaiknya perekonomian global.
Nilai ekspor asal Jabar sempat anjlok menjadi 12,44 miliar dollar AS pada Januari-Juni 2020, turun 14,18 persen dibandingkan periode yang sama pada 2019. Untuk menjaga tren positif, lobi dagang dengan negara-negara tujuan ekspor akan ditingkatkan. Produk usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) juga disiapkan untuk dipasarkan ke luar negeri.
Upaya pemerintah-pemerintah daerah itu sejalan dengan langkah pemerintah pusat. Seperti diwartakan, di tengah pandemi Covid-19, para diplomat Indonesia di luar negeri bahu-membahu dengan personel Kementerian Perdagangan RI untuk meningkatkan kinerja perdagangan. Upaya diplomasi ini bertujuan mendukung pemulihan ekonomi nasional yang terpukul pandemi.
Pandemi membuat banyak negara cenderung protektif dan mengutamakan kepentingan domestik sehingga menyebabkan perlambatan pertumbuhan perdagangan global. Pada tahun kedua pandemi, negara-negara dengan ekonomi yang berpotensi pulih lebih cepat memberikan peluang peningkatan ekspor produk Indonesia.
Membaiknya ekspor dan investasi menopang ekonomi Jabar tumbuh 6,13 persen pada triwulan II-2021 secara tahunan. Hal ini menjadi momentum positif setelah mengalami kontraksi pada empat triwulan sebelumnya. Emil, sapaan Ridwan Kamil, mengatakan, ekspor Jabar semakin membaik karena mitra dagang masih memberikan kepercayaan di tengah pandemi Covid-19. “Lobi dagang terus dilakukan untuk membuka pasar luar negeri yang saat ini mulai membaik membuat ekspor non migas Jabar tumbuh tinggi,” ujarnya.
Hal serupa diungkapkan Kepala Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Belawan Andi PM Yusmanto di Medan, pada Sabtu (28/8) pekan lalu. Ia mengatakan, komoditas ekspor pertanian menjadi salah satu penopang ekonomi masyarakat di tengah pandemi Covid-19. "Pasar ekspor komoditas pertanian tetap bertumbuh dan proses produksi pun bisa tetap berjalan dengan protokol kesehatan," kata Andi.
Andi mengatakan, nilai ekspor komoditas pertanian dari Sumut meningkat 43,33 persen semester I-2021 dari Rp 9,42 triliun menjadi Rp 13,51 triliun. Di luar komoditas unggulan, seperti minyak sawit dan biji kopi, sejumlah komoditas baru juga mendukung ekspor asal daerah itu. Salah satu komoditas baru yang berhasil menembus pasar ekspor pada Agustus tahun ini adalah jengkol dan petai. Eksportir dari Karo berhasil mengekspor 4 ton jengkol dan petai ke Jepang dengan nilai Rp 339 juta. "Jengkol dan petai menjadi salah satu komoditas baru yang akan menopang ekspor Sumut," kata Andi.
Pemerintah pusat memang berkomitmen untuk tidak bersandar pada keuntungan siklus super harga komoditas guna mengingkatkan ekspor nasional. Hasil investasi berorientasi ekspor dan hilirisasi industri, perjanjian internasinal, dan imbal dagang juga menjadi bagian utama strategi tersebut. Kepala Badan Pengkajian dan Pengembangan Perdagangan Kementerian Perdagangan Kasan Muhri, tengah pekan lalu mengakui tren positif kinerja eskpor Indonesia memang tertopang oleh siklus super harga sejumlah komoditas mentah, seperti minyak kelapa sawit mentah (CPO) dan batubara. Namun, pemerintah tidak hanya mengandalkan keuntungan tersebut karena rentang waktu siklus tersebut tidak akan lama.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Pekerja memanen kelapa sawit di areal perkebunan PT Sawit Sumbermas Saran Tbk (SSMS) di Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah, Kamis (29/4/2021). PT SSMS memproduksi minyak kelapa sawit mentah (crude palm oil/CPO) dengan kapasitas produksi sebesar total 2.500 ton per hari. Hilirisasi PT SSMS telah menghasilkan produk turunan dari CPO berupa olein (minyak goreng), stearin (bahan dasar kue dan kosmetik), RBDPO (refined, bleached, and deodorized palm oil), serta PFAD (palm fatty acid destilate) atau asam lemak sawit hasil destilasi.
CPO dan batubara memang menjadi kontributor pertama dan kedua dalam lima besar komoditas ekspor nonmigas andalan Indonesia. Namun, ada tiga komoditas lain yang juga masuk lima besar itu, yaitu besi baja, elektronik, dan mobil.
”Ketiga komoditas ini merupakan buah dari investasi beberapa tahun lalu yang mulai dinikmati Indonesia pada tahun lalu dan tahun ini. Investasi tersebut telah mengembangkan hilirisasi industri sehingga memberikan nilai tambah pada komoditas ekspor Indonesia,” ujar Kasan ketika dihubungi di Jakarta.
Kasan mencontohkan, hilirisasi di sektor pertambangan turut menopang ketersedian bahan baku bagi industri besi baja dan elektronik. Produk-produk industri besi baja, selain langsung diekspor, juga dibutuhkan untuk bahan baku industri kendaraan bermotor. Pertumbuhan industri basi baja ini tidak terlepas dari investasi China di sektor tersebut.
Salah satu pabriknya di Indonesia telah mengekspor besi baja ke China. Dari total ekspor Indonesia ke China yang sebesar 10,68 miliar dollar AS pada 2020, sebesar 69 persennya adalah nilai ekspor besi baja. Hal ini membuat Indonesia bisa memangkas defisit neraca perdagangan dengan China. Rata-rata defisitnya pada 2005-2019 sebesar 15 miliar dollar AS. Pada tahun lalu, defisit itu sudah berkurang separuhnya menjadi 7,5 miliar dollar AS.
Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjadjaran Ina Primiana mengatakan, tren peningkatan ekspor dari daerah-daerah mesti tetap dijaga. Terdapat peluang yang digunakan oleh industri dalam negeri untuk memasuki pasar-pasar yang ditinggalkan negara lain. ”Menjaga agar industri esensial bisa tetap produksi dan terus bertambah dengan protokol kesehatan ketat. Diawasi dan dikomunikasikan kepada polisi dan Satpol PP, terutama yang sudah memiliki IOMKI (Izin Operasional dan Mobilitas Kegiatan Industri). Bila industri tidak ketat prokes, dapat ditindak juga secara tegas,” ucapnya.
Ina yang juga Wakil Ketua Harian Satgas Pemulihan dan Transformasi Ekonomi Daerah Jabar menuturkan, mulai menggeliatnya aktivitas industri dapat dilihat dari struktur penggunaan barang impor Jabar. Pada periode Januari-Juni 2021, impor bahan baku mencapai 81,08 persen. Persentase itu meningkat 0,79 persen dari periode yang sama tahun lalu.