Pemerintah Israel sepakat mendanai pemerintahan Presiden Mahmoud Abbas untuk pembangunan Palestina di tepi Barat. Dari kepentingan Israel, kebijakan ini ditengarai untuk melemahkan kekuatan kelompok bersenjata Hamas.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·3 menit baca
TEL AVIV, RABU — Pemerintah Israel melalui Kementerian Pertahanan sepakat untuk mendanai Pemerintah Palestina di tepi Barat. Politik Israel memihak Presiden Palestina Mahmoud Abbas ini ditengarai bertujuan untuk melemahkan kekuatan kelompok bersenjata Hamas di Jalur Gaza. Israel juga akan memberi izin tinggal dan izin kerja bagi warga Palestina ataupun orang asing yang menikah dengan warga Palestina.
Pertemuan Menteri Pertahanan Israel Benny Gantz dengan Presiden Palestina Mahmoud Abbas berlangsung Minggu (29/8/2021). Akan tetapi, pengumuman hasil pertemuan itu baru disebarluaskan pada Selasa (30/8/2021). Ini adalah pertemuan tingkat tinggi pertama di antara pejabat kedua negara sejak 2014.
Pemerintah Israel yang dipimpin Perdana Menteri Naftali Bennett sebenarnya menentang kemerdekaan Palestina. Akan tetapi, Bennett mengindikasikan dukungan terhadap otonomi Palestina karena pemerintahan Abbas yang moderat tetap membayar cukai kepada Pemerintah Israel. Kubu Abbas bersaing dengan kelompok garis keras Hamas terkait dengan wujud pemerintahan Palestina yang mereka nilai ideal.
Setelah perang melawan Hamas selama 11 hari pada Mei yang menewaskan ratusan orang, Israel mencari cara untuk melemahkan kelompok bersenjata itu. Atas usul Presiden Amerika Serikat Joe Biden, Israel diminta proaktif mewujudkan keamanan dan keseimbangan di Timur Tengah.
Oleh sebab itu, Israel memutuskan mendekati Abbas. Pemerintah Palestina di Tepi Barat ini dinilai sah karena merupakan pemerintahan yang dipilih rakyat Palestina melalui pemilihan umum.
”Semakin kuat Pemerintah Palestina, semakin lemah Hamas. Semakin cepat kita semua bisa mewujudkan perdamaian,” kata Gantz.
Sejalan dengan itu, ia mengumumkan, Israel akan meminjamkan dana sebesar 155 juta dollar AS kepada Palestina. Uang ini akan dipakai untuk berbagai keperluan, mulai dari pembangunan infrastruktur sampai peningkatan kemampuan pertahanan. Utang akan dibayar melalui cukai yang rutin dipungut oleh Israel.
Selain bantuan dana, Israel juga akan mengeluarkan izin kerja bagi 15.000 warga Palestina. Terdapat pula izin tinggal bagi warga Palestina di Tepi Barat. Bagi Palestina, tepi Barat adalah wilayah mereka yang selama ini diduduki dan dibuat permukiman untuk warga Israel.
Israel juga akan memberi izin tinggal bagi warga negara asing (WNA) yang menikah dengan warga Palestina di Tepi Barat ataupun warga Gaza yang mengungsi ke Tepi Barat. Menurut Menteri Urusan Sipil Palestina Hussein Al-Sheikh, izin ini akan diberikan kepada 5.000 WNA.
Surat kabar Times of Israel melaporkan, jumlah persis WNA yang menikah dengan warga Palestina tidak jelas. Mereka adalah korban administrasi Israel yang mengakibatkan keluarga mereka tercerai-berai. Pada 2009, Israel mengeluarkan larangan imigrasi ke Tepi Barat, termasuk bagi WNA yang menikah dengan warga Palestina.
Akibatnya, para suami atau istri ini menetap di Tepi Barat dengan status ilegal. Mereka tidak bisa bekerja ataupun membuka rekening bank. Apabila mereka meninggalkan Palestina untuk berkunjung ke negara asal walau hanya sebentar, mereka tidak boleh kembali ke Palestina meskipun pasangan dan anak-anak berada di Palestina.
Polisi Israel juga sering melakukan razia. Apabila mendapati penduduk ilegal ini, mereka akan langsung mendeportasinya tanpa mempertimbangkan keberadaan pasangan ataupun anak. Oleh sebab itu, keluarga-keluarga pernikahan campur ini mulai berkumpul dan mencari cara untuk memohon kepada Pemerintah Israel memberi izin tinggal kepada pasangan mereka.
”Permintaan mereka hanya sederhana, yaitu agar suami atau istri yang berstatus WNA bisa tinggal serumah dengan keluarga di Palestina. Mereka tidak meminta hal-hal mewah,” kata Yotam Ben-Hillel, pengacara Israel yang memperjuangkan hak tinggal WNA yang menikah dengan warga Palestina. Menurut dia, per tahun 2020 ada 35.000 permohonan izin tinggal dari keluarga pernikahan campur. (AP/DNE)