Diplomasi Ekonomi Menembus Sekat Pandemi
Ketika upaya pemulihan kesehatan dari wabah Covid-19 masih berjalan, diplomasi ekonomi Indonesia terus bergulir guna mendukung upaya pemulihan ekonomi dari pukulan pandemi.
JAKARTA, KOMPAS — Di tengah pandemi Covid-19, diplomat Indonesia di luar negeri bahu-membahu dengan personel Kementerian Perdagangan RI untuk meningkatkan kinerja perdagangan. Upaya diplomasi ini bertujuan mendukung pemulihan ekonomi nasional yang terpukul pandemi.
Pandemi membuat banyak negara cenderung protektif dan mengutamakan kepentingan domestik sehingga menyebabkan perlambatan pertumbuhan perdagangan global. Pada tahun kedua pandemi, negara-negara dengan ekonomi yang berpotensi pulih lebih cepat memberikan peluang peningkatan ekspor produk Indonesia.
Neraca perdagangan Indonesia kembali mencetak surplus pada bulan Juli 2021. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, surplus neraca perdagangan RI sebesar 2,59 miliar dollar AS. Ini berarti neraca perdagangan Indonesia sudah membukukan surplus selama 15 bulan berturut-turut, terhitung sejak bulan Mei 2020, atau terjadi di tengah pandemi Covid-19.
Baca juga: Ekonomi Indonesia Pada Masa Pandemi Covid-19: Potret dan Strategi Pemulihan 2020-2021
Secara kumulatif, neraca perdagangan Indonesia di sepanjang tahun berjalan mencatat surplus 14,42 miliar dollar AS. Surplus ini jauh lebih besar bila dibandingkan dengan periode sama tahun 2020 sebesar 8,65 miliar dollar AS. Nilai ekspor Indonesia pada Juli 2021 mencapai 17,70 miliar dollar AS atau turun 4,53 persen dibanding ekspor Juni 2021. Dibanding Juli 2020, nilai ekspor naik 29,32 persen. Ekspor nonmigas pada Juli 2021 mencapai 16,71 miliar dollar AS, turun 3,46 persen dibanding Juni 2021, tetapi naik 28,26 persen dibanding ekspor nonmigas Juli 2020.
Merujuk pada laporan BPS terbaru, Indonesia mencatat surplus dengan Amerika Serikat (AS) sebesar 1,27 miliar dollar AS, Filipina 533 juta dollar AS, dan dengan Malaysia 397,5 juta dollar AS. Namun, Indonesia juga mencatat defisit dengan beberapa mitra dagang, seperti China sebesar 844,5 juta dollar AS, Australia 448,1 juta dollar AS, dan dengan Thailand 271,1 juta dollar AS. Ekspor nonmigas pada Juli 2021 terbesar adalah ke China senilai 3,57 miliar dollar AS, disusul AS 2,02 miliar dollar AS, dan Jepang 1,19 miliar dollar AS.
Data positif perdagangan luar negeri RI itu terjadi di tengah pandemi Covid-19 secara global. Ada kerja dan peran pemerintah, khususnya Kementerian Luar Negeri (Kemlu) dan Kementerian Perdagangan (Kemdag) RI. Kemlu melalui para diplomatnya terus mencoba mencari dan membuka peluang-peluang kerja sama. Kemdag secara simultan menjadikan kerja sama itu nyata dan sinergis dengan keinginan para pelaku usaha di dalam negeri yang berorientasi ekspor.
”Sesuai arahan Jakarta, kami mengarahkan investasi China ke RI ke sektor-sektor yang memberikan nilai tambah,” kata Duta Besar RI untuk China, Djauhari Oratmangun, dalam perbincangan secara virtual dengan harian Kompas dari Beijing, Minggu (29/8/2021).
Baca juga: Di Hadapan 100 Ekonom, Presiden Paparkan Tiga Strategi Besar Ekonomi
Menurut Djauhari, strategi diplomasi ekonomi disesuaikan dengan dinamika perang dagang China-AS yang berlanjut dengan pandemi Covid-19 sejak awal 2020. Perang dagang turut mengakibatkan realokasi investasi-investasi global, khususnya AS, dari China.
Adapun pandemi Covid-19 mengakibatkan tekanan pada ekonomi global. Meski demikian, pemulihan ekonomi yang terjadi lebih dulu atau cepat di China memberikan peluang besar bagi eksportir, termasuk di Indonesia, untuk lebih besar memasarkan dagangan ke China. ”Data menunjukkan selama pandemi para eksportir RI bekerja keras memasarkan produk mereka ke China,” kata Djauhari.
Data kepabeanan China yang ditunjukkan Djauhari menunjukkan lonjakan produk-produk ekspor RI ke China sepanjang paruh pertama tahun ini secara tahunan. Ekspor produk industri penggilingan RI ke China melesat 36 kali lipat dibanding periode sama tahun 2020; olahan daging dan ikan melonjak 8 kali lipat; dan aneka produk keramik naik 2 kali lipat. Kenaikan itu beriringan dengan lonjakan ekspor produk- produk olahan dari bahan tambang, seperti nikel, besi dan baja.
Konsulat Jenderal RI Mumbai, India, juga turut aktif melakukan pendekatan dengan entitas korporasi nasional dan korporasi di India untuk mendorong promosi investasi. India adalah mitra dagang penting Indonesia. Surplus terbesar perdagangan nonmigas Indonesia berasal dari perdagangan Indonesia-India. Bila dilihat dari data BPS, ekspor utama Indonesia ke India adalah batu bara, minyak kelapa sawit tembaga, karet, dan pupuk kimia.
Baca juga: Harum Aroma Rempah Indonesia di India
Untuk investasi masuk ke RI dari India, tercatat sudah ada 57 entitas India yang menanamkan investasinya di Indonesia. Sedangan kondisi investasi RI ke India, terdapat sembilan entitas korporasi nasional yang memilih strategi ini.
”Mereka membuka peluang untuk dapat memasuki pasar India secara langsung dan efektif sebagai ceruk pasar yang sangat besar ataupun untuk mengoptimalkan potensi India sebagai sentra IT (teknologi informasi) dan pengembangan produk dengan young talent yang mumpuni,” kata Konsul Jenderal RI di Mumbai, Agus P Saptono.
Peneliti Pusat Penelitian Ekonomi LIPI/BRIN, Zamroni Salim, mengingatkan, Indonesia harus memiliki kebijakan berimbang antara orientasi ke pasar domestik dan ekspansi pasar luar negeri. Ekspansi pasar ke luar negeri dilakukan saat permintaan domestik tercukupi. ”Pekerjaan rumah penting ialah diversifikasi pasar yang dibarengi diversifikasi produk olahan guna menggerakkan perekonomian Indonesia yang masih lesu,” ucapnya.
Kepala Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio berharap diplomasi ekonomi RI terus berlanjut. Ia menyoroti proses penyelesaian sejumlah sengketa dagang di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Diharapkan pandemi Covid-19 tak mengganjal penyelesaiannya
Perjanjian dagang
Peningkatan ekspor juga dilakukan melalui perjanjian perdagangan dan ekonomi komprehensif, baik secara bilateral maupun multilateral. Dalam perjanjian ekonomi komprehensif, tidak hanya perdagangan barang dan jasa yang didorong, tetapi juga investasi dan transfer teknologi.
Peningkatan ekspor barang non-migas yang bernilai tambah dan jasa menjadi salah satu sasaran strategis Kemdag tahun 2020-2024. Rasio ekspor jasa terhadap produk domestik bruto (PDB) RI pada tahun 2021 ditargetkan sebesar 2,8 persen dan akan naik menjadi 3,0 persen pada akhir tahun 2024.
Baca juga: Daya Saing Industri Dalam Negeri Perlu Terus Diperkuat
Dalam waktu dekat ini misalnya, Indonesia tengah bersiap melaksanakan Perjanjian ASEAN tentang Perdagangan melalui Sistem Elektronik (ASEAN Agreement on Electronic Commerce) atau PSME. Rancangan Undang-Undang Pengesahan Perjanjian ASEAN tentang PSME itu tinggal menunggu pengesahan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Pemerintah Indonesia juga tengah meminta DPR untuk segera merampungkan ratifikasi Perjanjian Perdagangan Jasa ASEAN (ASEAN Trade in Services Agreement/ATISA), Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP), dan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia-Korea Selatan (IK-CEPA).
”Indonesia adalah penggagas utama RCEP saat keketuaan RI tahun 2011. Maka Indonesia memiliki kewajiban untuk memastikan bahwa RCEP ini entry into force,” kata Direktur Jenderal Hukum dan Perjanjian Internasional Kemlu Damos Dumoli Agusman.
Dalam rapat kerja dengan Komisi VI DPR pada 25 Agusutus 2021, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi mengatakan, ratifikasi RCEP perlu segera diselesaikan agar Indonesia dapat segera menikmati manfaatnya sesuai target implementasinya, yaitu pada 1 Januari 2022. Sementara terkait dengan IK-CEPA, pemerintah berharap agar perjanjian ini bisa diimplementasikan pada tahun ini, sehingga dapat meningkatkan perdagangan dan menarik investasi dari Korsel.
”Sebelumnya, Korsel melalui perusahaannya, LG, telah menanamkan modal senilai 9,8 miliar dollar AS untuk membangun industri ekosistem baterai listrik dari hulu hingga hilir. Dengan investasi tersebut, ke depan, Indonesia akan menjadi pemain utama di rantai pasok kendaraan listrik global,” kata Lutfi.
Baca juga: Implementasikan IE-CEPA, RI Matangkan Skema Investasi dan Perdagangan
Menurut Lutfi, untuk membuka peluang-peluang kerja sama perdagangan dan pembukaan pasar-pasar ekspor baru, Kementerian Perdagangan juga memperkuat dan meninjau ulang perwakilan-perwakilan perdagangan di luar negeri. Baik atase perdagangan maupun Indonesia Trade Promotion Centre (ITPC) akan bekerja sama dengan diaspora Indonesia di luar negeri dengan membentuk Indonesia Circle.
Indonesia Circle akan diluncurkan pada pembukaan pemeran perdagangan internasional, Trade Expo Indonesia (TEI), 19 Oktober mendatang. Hal ini akan dikerjakan bersama-sama sebagai bagian dari Indonesia Incorporated.
Potensi besar pasar Eurasian Economic Union (EAEU), yang mencapai 180 juta populasi, juga digarap antara lain lewat perjanjian perdagangan. EAEU terdiri atas Armenia, Belarus, Kazakhstan, Kirgistan, and Rusia. Dubes RI untuk Rusia dan Belarus, Jose Antonio Morato Tavares, menyatakan Perundingan FTA RI-EAEU tengah berlangsung. Momentum 71 tahun hubungan diplomatik Indonesia-Rusia pada tahun ini menjadi kesempatan untuk meningkatkan kemitraan kedua negara.
Baca juga: Membebaskan Indonesia-Rusia dari Belenggu Narasi Hollywood
Sejumlah pembicaraan dan perundingan untuk peningkatan hubungan kerja sama telah dan tengah dilakukan. Beberapa negara Asia Tenggara sudah lebih dulu menjalin kerja sama, yakni Vietnam di 2016 dan Singapura di 2019. China dan India juga tengah menegosiasikan kerja sama FTA dengan EAEU.