Taliban mempunyai daftar nama orang yang akan dievakuasi AS. Hal itu memicu kekhawatiran Taliban punya modal tambahan untuk menyasar orang-orang yang pernah membantu AS dan sekutunya.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
KABUL, SABTU — Taliban berjanji mengalahkan Negara Islam Khorasan, pecahan Negara Islam di Irak dan Suriah, setelah bom bunuh di Bandara Kabul, Afghanistan. Taliban juga menambah pasukan penjaga di sekitar bandara.
Insiden pada Kamis (26/8/2021) itu menewaskan sedikitnya 169 orang Afghanistan. Di antara mereka termasuk 28 milisi Taliban. ”Mereka akan dikalahkan,” kata juru bicara Taliban, Bilal Karimi, kepada AFP di Kabul, Sabtu (28/8/2021).
Karimi merujuk kepada Negara Islam di Khorasan (NIK) yang sudah bertahun-tahun berperang dengan Taliban. Ia menyatakan itu setelah Amerika Serikat mengungkap serangan ke Nangarhar, Afghanistan.
Lewat serangan dengan pesawat tanpa awak itu, Washington menyebut perencana serangan bandara Kabul ditewaskan. Departemen Pertahanan dan militer AS tidak menyebut identitas sasaran. Pentagon hanya menyebut serangan itu tidak menimbulkan korban sipil.
Serangan dilancarkan kurang dari dua hari sejak Presiden AS Joe Biden memerintahkan pembalasan. Beberapa jam setelah bom bunuh diri, Biden berjanji akan memburu para pelaku dan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas insiden itu. Militer AS diizinkan menambah pasukan jika memang dibutuhkan untuk perburuan itu.
Selepas serangan itu, Taliban memutuskan menambah pasukan di sekitar bandara. Sejumlah pos pemeriksaan baru dibuat di jalan-jalan sekitar bandara.
Pentagon menegaskan, pengamanan bagian dalam bandara masih dikendalikan militer AS.
Lebih dari 5.000 tentara AS ditempatkan di bandara itu. Tugas mereka mengawal dan melancarkan proses evakuasi lebih dari 100.000 orang sejak 15 Agustus 2021, hari Kabul diduduki Taliban lagi.
Wakil Direktur Operasi pada Kantor Kepala Staf Gabungan AS Mayor Jenderal Hank Taylor mengatakan, beberapa pintu bandara memang sudah ditutup. Sekitar 5.400 orang, selain tentara, menanti dievakuasi dari bandara itu. Mereka terdiri dari warga AS dan Afghanistan.
Menurut Taylor, evakuasi akan dilanjutkan sampai semua warga AS dan warga Afghanistan yang telah mendapat visa ke AS diangkut dari Kabul. Insiden Kamis tidak akan menghentikan proses evakuasi tersebut.
Sementara Inggris, Italia, dan Perancis mengumumkan telah menuntaskan proses evakuasi. Tidak akan ada lagi pesawat Inggris, Italia, dan Perancis mengevakuasi orang dari bandara Kabul mulai 29 Agustus 2021.
Daftar nama
Taliban telah meminta seluruh tentara AS dan sekutunya keluar dari Afghanistan paling lambat pada 31 Agustus 2021. Karena itu, seluruh proses evakuasi harus selesai Selasa depan.
Menjelang tenggat yang semakin dekat, Taliban pun mengetatkan penjagaan menuju bandara. Mereka hanya mengizinkan warga AS dan sekutunya serta penerima visa dari negara-negara itu masuk bandara. ”Kami punya daftar nama kalian. Jika nama kalian ada di daftar, boleh lewat,” kata milisi Taliban yang berjaga di sekitar bandara.
Pernyataan itu memicu kemarahan senator AS, Marco Rubio. Ia menuding pemerintahan Biden memodali Taliban untuk membalas dendam kepada orang Afghanistan yang membantu AS.
”Saya sangat tertekan bahwa pemerintahan Anda mungkin menyediakan daftar warga AS, pemegang izin tinggal tetap, dan warga Afghanistan yang rentan kepada Taliban. Apa pun jaminan yang Anda terima dari Taliban, keputusan Anda memercayai mereka sangat tidak bertanggung jawab dan naif. Membagikan daftar itu sama saja memberi alat kepada Taliban untuk pembalasan dendam yang tengah berlangsung terhadap mereka yang bersama AS dalam 20 tahun terakhir,” tulisnya dalam surat kepada Biden.
Ia menolak alasan bahwa daftar itu membantu kelancaran proses evakuasi. Sebab, berbagai laporan menyebut Taliban terus menyasar orang-orang yang membantu AS.
Sebelumnya, anggota DPR AS, Jason Crow, mengatakan, Taliban menyita berkas Direktorat Keamanan Nasional Afghanistan. Dalam berkas itu tercantum orang-orang yang pernah bekerja untuk pemerintah dan pasukan AS di Afghanistan. ”Mereka mencari orang-orang itu. Saya menerima foto Taliban menggeledah rumah orang yang jadi sasaran,” ujarnya.
Salah satu yang diburu Taliban adalah mantan perwira polisi di Helmand dan Ghazni, Mohammad Khalid Wardak. Pada Kamis siang, sejumlah pejabat AS menyebut Khalid sudah dievakuasi. Selama berhari-hari, Khalid dan keluarganya berpindah-pindah untuk menghindari penangkapan.
Khalid dan keluarganya tidak bisa menuju bandara Kabul. Sebab, jalan-jalan menuju bandara dipenuhi milisi Taliban dan wajahnya amat dikenal banyak milisi.
Selama bertahun-tahun, Khalid membantu tentara AS memburu milisi Taliban dan Al Qaeda. Pada 2015, ia kehilangan separuh kaki kanannya karena ledakan granat milisi. Pada Juli 2021, ia kembali cedera karena ledakan mortir Taliban.
Direktur Asia pada Human Rights Watch Patricia Gossman mengatakan, mantan pekerja untuk pasukan dan pemerintah asing berpeluang besar menghadapi pembalasan dari Taliban. ”Seharusnya (AS dan sekutunya) berkomitmen membantu warga Afghanistan yang terancam karena bekerja untuk pasukan asing. Negara-negara yang keluar dari Afghanistan amat lamban mengurus evakuasi bagi mantan pekerja,” ujarnya.
Negara-negara Eropa dan AS bersikeras menggunakan jalur normal untuk memproses visa bagi orang-orang terancam itu. Bahkan, pemerintah berbagai negara itu dengan jelas menegaskan tidak ada jaminan permohonan akan dikabulkan. Padahal, jalur normal butuh waktu lama. Sementara para pemohon terancam kehilangan nyawa karena telah membantu pasukan berbagai negara itu selama pendudukan Afghanistan. (AFP/REUTERS)