Vietnam dan Singapura Klaim Netral soal Persaingan AS-China
Amerika Serikat terus membendung perluasan pengaruh China. Di Asia Tenggara, Amerika Serikat mendekati dan memberikan bantuan kepada Vietnam dan Singapura.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar, Benny D Koestanto
·4 menit baca
HANOI, RABU — Vietnam mengikuti jejak Singapura ketika menerima lawatan kenegaraan Wakil Presiden Amerika Serikat Kamala Harris pada Rabu (25/8/2021). Mereka menyatakan tidak mau terseret dalam pusaran persaingan geopolitik antara AS dan China. Baik Vietnam maupun Singapura menegaskan bahwa mereka tidak akan berpihak pada salah satu kubu.
”Vietnam selalu berpegang teguh pada prinsip diplomasi internasional kita, yaitu bebas, aktif, dan multilateral,” kata Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh, seperti dikutip dari surat kabar Vietnam, Times.
Ia memaparkan bahwa Vietnam tidak akan menandatangani aliansi serta pakta pertahanan apa pun yang menjadikan mereka sekutu bagi negara tertentu. Vietnam juga tidak akan memusuhi negara tertentu sebagai bagian dari syarat persekutuan.
Pernyataan dari Pemerintah Vietnam ini senada dengan Pemerintah Singapura. Harris bertemu dengan Presiden Singapura Halimah Yacob dan Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pada 24 Agustus. Kepada media, Lee menyatakan bahwa Singapura tidak akan memilih berpihak kepada AS ataupun China.
Pernyataan Lee tersebut dijelaskan lebih lanjut oleh Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishnan pada wawancara eksklusif dengan media Channel News Asia. ”Singapura akan selalu menjadi mitra bagi negara lain, bukan sekutu. Artinya, kita berposisi setara dan tidak akan terseret arus persaingan geopolitik, apalagi menjadi alat propaganda bagi negara-negara tertentu,” ujarnya.
Balakrishnan menjelaskan, dunia sekarang adalah dunia multikutub dan multilateral. Tidak ada satu pun negara berstatus adidaya yang bisa benar-benar berkuasa. Sebab, rantai pasok ekonomi tersebar di seluruh penjuru dunia.
Investasi, inovasi, dan pembangunan tidak akan bisa dilakukan hanya dengan kerja sama dua negara. Semakin banyak mitra yang berjejaring, justru semakin menguntungkan banyak pihak. ”Berpihak kepada negara tertentu tidak berarti menghasilkan tata pemerintahan dan tata diplomasi yang baik bagi siapa pun,” katanya.
Ia melanjutkan, tujuan Singapura adalah selalu relevan terhadap rakyatnya ataupun masyarakat dunia. Relevansi diperoleh dengan menerapkan sikap yang bebas dari pengaruh dan aktif membangun dunia.
Oleh karena itu, Singapura tidak akan berpihak pada suatu negara atau kelompok. Akan tetapi, yang harus dilakukan ialah memiliki sikap yang tegas dan bijaksana untuk setiap isu regional ataupun global secara spesifik.
Lawatan Harris ke Asia Tenggara bermaksud untuk menahan laju pengaruh politik, ekonomi, dan pertahanan China di wilayah ini. Singapura dan Vietnam dipilih menjadi tujuan kunjungan Harris ke Benua Asia.
Isu yang digaungkan Harris di Vietnam dan Singapura adalah soal Laut China Selatan (LCS). AS mendukung keputusan Mahkamah Internasional di Belanda pada 2016 tentang batas kelautan LCS yang dibagi ke wilayah China, Vietnam, Malaysia, Brunei Darussalam, Filipina, dan Taiwan. Sementara China bersikukuh memakai sistem mereka sendiri yang disebut Sembilan Garis Putus-putus dan mengklaim 80 persen wilayah LCS.
”Kita harus menekan China untuk patuh kepada hukum maritim internasional. AS akan membantu menjaga keamanan dan kestabilan di Laut China Selatan. Perbuatan merundung negara lain ini tidak bisa dibiarkan,” tutur Harris di Hanoi.
Ia menawarkan bantuan 36 kapal patroli AS yang akan rutin mengelilingi Laut China Selatan. AS juga memberi bantuan dana senilai 23 juta dollar AS untuk penanganan pandemi Covid-19, 6 juta dosis vaksin, 36 juta dollar AS untuk dana USAID demi pembangunan energi bersih, serta penanganan krisis iklim dan penurunan tarif impor produk dari AS.
Meskipun demikian, Harris menekankan bahwa AS tidak memaksa negara-negara di Asia Tenggara untuk berpihak kepada AS ataupun China. Harapannya, Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN) bisa menjaga kestabilan wilayah dan turut memastikan Indo-Pasifik yang bebas dan terbuka.
Kunjungan dan pernyataan AS di Vietnam dan Singapura tersebut menuai reaksi dari China. Melalui rilis kepada media-media nasionalnya, China menuding justru AS yang merundung negara-negara Asia Tenggara. ”Coba berkaca dulu. Memberi bantuan macam-macam diiringi syarat, ini adalah wujud perundungan terselubung,” kata pernyataan tersebut.
Duta Besar China untuk Vietnam, Xiong Bo, bertemu dengan Perdana Menteri Pham Minh Chinh. ”Negara Tirai Bambu” itu berkomitmen menyumbang 2 juta dosis vaksin Covid-19, transfer teknologi pembuatan vaksin, dan akan meningkatkan impor produk dari Vietnam. China adalah mitra dagang terbesar Vietnam. Berkaitan dengan kegiatan manufakturnya, Vietnam sangat bergantung pada bahan dan peralatan dari China.
Partai Komunis China mempertahankan hubungan dekatnya dengan Partai Komunis Vietnam. Namun, Vietnam dan China bertentangan dalam klaim wilayah di Laut China Selatan atau yang disebut Laut Timur oleh Vietnam.
Persaingan antara AS dan China yang kian keras belakangan disebut oleh Pemerintah AS sebagai ujian geopolitik terbesar abad ini.
Persaingan antara AS dan China yang kian keras belakangan disebut oleh Pemerintah AS sebagai ujian geopolitik terbesar abad ini. Dalam dua bulan terakhir, Washington telah mengirim para pejabat tingginya ke Asia Tenggara. Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin pada Juli lalu juga ke Hanoi.
Sementara kunjungan Harris ke Hanoi sempat tertunda beberapa saat, diduga karena persoalan kesehatan. Selama penundaan itu, Perdana Menteri Vietnam Pham Minh Chinh dan Duta Besar China untuk Vietnam Xiong Bo mengadakan pertemuan yang sebelumnya tidak diumumkan. Chinh mengatakan, Vietnam tidak memihak dalam kebijakan luar negerinya. Duta Besar China menjanjikan sumbangan 2 juta vaksin Covid-19. (REUTERS/AFP/DNE/BEN)