Ukraina menarik karena menawarkan kedekatan geografis dengan pasar Eropa. Kombinasi biaya produksi terjangkau, ditambah posisi geografis Ukraina bisa dimanfaatkan pengusaha Indonesia untuk menembus Eropa.
Oleh
kris mada
·4 menit baca
Eropa masih menjadi salah satu pasar utama global. Banyak peluang ditawarkan di pasar itu. Untuk memanfaatkannya, diperlukan kreativitas dan aneka upaya agar beragam peluang itu bisa diberdayakan lewat berbagai cara.
Kedutaan Besar RI untuk Ukraina berusaha agar pasar Eropa bisa ditembus lewat Laut Hitam. ”Dari Odessa, nanti bisa ke Polandia, Eropa Tengah dan Timur, atau seluruh Eropa,” kata Duta Besar RI untuk Ukraina Yuddy Chrisnandi dalam wawancara dengan Kompas, Minggu (22/8/2021).
Perdagangan memang menjadi salah satu fokus Yuddy kala mulai bertugas di Kiev, Ukraina, pada 2017. Kala itu, volume perdagangan Indonesia-Ukraina bernilai 715 juta dollar AS. Pada 2020, nilainya sudah bertambah menjadi 1,18 miliar dollar AS. ”Ikut terdampak pandemi,” ujarnya.
Kala mulai bertugas, memang ia menargetkan volume perdagangan Indonesia-Ukraina menembus 2,4 miliar dollar AS pada 2022. Target itu dengan pertimbangan masih banyak peluang bisa dimanfaatkan untuk meningkatkan kerja sama ekonomi Jakarta-Kiev. Tidak hanya ekspor-impor, dapat pula investasi.
Soal investasi, Ukraina dinilai menarik karena menawarkan kedekatan geografis dengan pasar Eropa. Dalam perdagangan, letak geografis masih menjadi faktor penting, baik karena alasan logistik maupun alasan hambatan dagang.
Selain itu, sumber daya manusia Ukraina menjadi salah satu modal yang pantas untuk masuk ke pasar Eropa. Sebagai salah satu negara dengan umur dan tradisi panjang, salah satu hasil yang dinikmati Ukraina masa kini adalah tingkat pendidikan yang tinggi. Hal itu membuat keterampilan pekerja Ukraina relatif baik.
Di sisi lain, seperti di negara Eropa Tengah dan Eropa Timur lain, upah pekerja di Ukraina belum setinggi upah di Eropa Barat. Hal itu membuat biaya produksi di Ukraina lebih terjangkau. Kombinasi biaya produksi terjangkau ditambah posisi geografis Ukraina bisa dimanfaatkan pengusaha Indonesia untuk menanamkan modal bagi kegiatan usaha yang berorientasi menembus pasar Eropa.
Yuddy tidak menampik, ada faktor geopolitik yang tidak bisa dihilangkan jika terkait dengan Ukraina. Meski demikian, dalam kehidupan sehari-hari, faktor itu tidak terlalu terlihat.
Faktor geopolitik yang dimaksud Yuddy tidak lain adalah hubungan Ukraina dengan Rusia. Sejarah ratusan tahun membentuk relasi Kiev-Moskwa saat ini.
Dalam berbagai kesempatan, secara terbuka Uni Eropa membuat kebijakan khusus untuk mendukung Ukraina. Bagi Eropa, penting untuk mendukung Ukraina agar tetap aman dan sejahtera. Hal itu tidak lepas dari dinamika hubungan Uni Eropa dan sekutunya dengan Rusia.
Dukungan Uni Eropa, antara lain, adalah kemudahan bagi produk Ukraina masuk pasar Uni Eropa. Dukungan itu dapat dimanfaatkan badan usaha Indonesia dengan cara berinvestasi di Ukraina dan produknya ditujukan ke Eropa
Hambatan Dagang
Memang, relasi Ukraina-UE tidak selalu berdampak baik bagi Indonesia. Salah satu dampaknya adalah kebijakan UE soal konsumsi minyak nabati. Kebijakan itu berimbas besar pada minyak sawit, salah satu komoditas andalan Indonesia yang menyumbang devisa 17 miliar dollar AS atau setara 11 persen nilai ekspor Indonesia pada 2020 saja.
Pada 2018, otoritas pelabuhan Ukraina menahan peti kemas berisi minyak sawit dari Indonesia. Langkah itu ancaman serius bagi ekspor Indonesia ke Ukraina. Itu karena hampir 70 persen ekspor Indonesia ke Ukraina berupa produk sawit. Kala itu, Ukraina telah membuat rancangan aturan soal pelarangan konsumsi produk sawit.
Yuddy berusaha mengurai masalah itu dengan mendekati eksekutif dan legislatif di sana. Kebetulan, sebagian dari mereka berkepentingan dengan produk sawit Indonesia. ”Kepada parlemen, saya meminta, kalaupun tidak bisa dibatalkan, setidaknya rancangan aturan itu tidak segera disahkan,” katanya.
Upaya berhasil karena parlemen menunda pembahasan aturan tersebut sampai sekarang. Yuddy berharap penundaan itu akan terus berlanjut sebab pelarangan itu akan membuat defisit neraca perdagangan Indonesia-Ukraina akan semakin membengkak.
Dengan Kiev, Jakarta memang selalu menanggung defisit. Karena itu, Indonesia perlu mencari cara untuk memangkasnya. Selain memacu ekspor komoditas, juga dengan memacu ekspor jasa dalam bentuk investasi dan mendorong pariwisata.
KBRI Kiev mendorong pariwisata, antara lain, lewat pengenalan Indonesia kepada warga Ukraina. Di Kiev kini ada taman yang menampilkan tiruan stupa candi Borobudur. Yuddy berharap masyarakat Indonesia mau berpartisipasi untuk menambah penghias di taman itu agar Ukraina semakin kenal dengan Indonesia.